Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Arsitek - Pensiunan Dosen

Ayurveda Hypnotherapist

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Konspirasi yang Berhasil: Herbal Obat Alternatif?

26 April 2024   06:30 Diperbarui: 26 April 2024   06:35 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : https://www.alodokter.com/

Saya dulu juga percaya ketika dokter mengatakan bahwa pengobatan dengan herbal disebutkan alternatif, namun sekarang saya tidak lagi mempercayainya. Bagaimana mungkin bisa percaya?

Ketika belum ada obat kimiawi, yang digunakan leluhur atau nenek moyang kita adalah obat dari tanaman. Leluhur kita belajar dari alam, mungkin bisa juga mengamati hewan. Apa yang dilakukan seekor anjing ketika sedang sakit?

Mereka tidak mau makan, setelah 1-2 hari, anjing tersebut keluar rumah untuk mencari tanaman. Bukan merupakan makanan utama seekor anjing, namun anjing tersebut tahu bahwa tanaman tersebut bisa menyembuhkannya. Dengan mengamati pola hewan yang sedang sakit, benek moyang kita meneliti bahwa tanaman jenis kunyit da juga beberapa bumbu dapur merupakan obat yang berkhasiat sangat baik untuk inflamasi.

Sekarang baru diketahui bahwa sebenarnya jenis penyakit yang disebut sebagai kanker sesungguhnya adalah inflamasi atau peradangan. Dan ini bisa dicegah bila kita rutin konsumsi kunyit secara rutin. Seperti inikah yang disebut alternatif?

Ya jelas tidak. Justru obat herbal atau cara pengobatan tradisional dari timur merupakan cara pengobatan utama. Cara pengobatan Timur berupaya mengobati dari akar masalahnya, sangat beda dengan cara pengobatan kedokteran Barat. Cara pengobatan yang dikatakan modern hanya menyembuhkan simpton atau gejalanya.

Ketika kita pergi ke dokter untuk berobat, mereka akan bertanya bagian mana yang sakit?

Ketika kita menyebutkan sakit kepala, yang diberikan adalah obat untuk menyembuhkan sakit kepala. Jadi bila kita renungkan, yang mendiagnosa penyakit adalah si pasien; bukan si dokter. Yang lebih celaka lagi, obat yang kita minum akan memberikan beban pada ginjal.

Banyak kasus sudah saya dengar dari beberapa orang yang pergi ke dokter negeri kita mendapatkan masalah. Ternyata ketika kemudian mereka tidak mau mendengarkan perkataan dokter negeri kita, kemudian pergi ke Penang atau Malaysia atau Singapur, yang diberikan dokter dari negara jiran sangat beda. Betapa cerobohnya dokter-dokter kita. Sangat menyedihkan bukan?

Bukan merupakan rahasia lagi bahwa semua obat berasalah dari BIG FARMA. Inilah yang sebutkan sebagai konspirasi yang amat sangat merugikan kita yang awam. Mereka banyak mendapatkan keuntungan dari pasien yang tidak mengetahui bahwa obat akan membebani kinerja ginjal, sedangkan obat tradisional adalah alami.

Bila kita mau berpikir lebih jarnih dan teliti, banyak peralatan modern yang dibeli oleh rumah sakit, namun karena harus dicicil, maka tanpa sadar para pasien yang percaya pada dokter rumah sakit, terpaksa diharuskan menggunakan, padahal belum tentu butuh. Karena si rumah sakit harus mencari biaya cicilan, maka kita yang tidak butuh dipaksa menggunakan, semata agar dapat biaya untuk mencicil.

Oleh karena itu, kita harus cerdas sebagai konsumen. Hidup sehat itu mudah dan murah.........

Konsumsilah rebus bumbu dari dapur yang Sudan terbukti khasiatnya secara rutin. Berpuasalah setiap hari dengan cara intermitten fasting agar lambung kita bisa detoks atau mencerna secara sempurna segala jenis makanan, baru diisi ulang lagi.

Penyakit terjadi bila pola makan kita ngawur sehingga membebani lambung. Pikiran yang stres juga bisa menjadi penyebab sakit fisik. Pintar-pintarlah melepaskan diri dari para konspirator yang berupaya menguasai kita.  

https://www.alodokter.com/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun