Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Arsitek - Pensiunan Dosen

Ayurveda Hypnotherapist

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Otak Sebagai Pengatur Frekuensi

23 Maret 2024   06:30 Diperbarui: 23 Maret 2024   06:33 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanpa adanya hardware atau otak, manusia tidak bisa mengatur frekuensi. Ketika frekuensi sama, maka bisa terjadi hubungan atau kontak. Misalnya kita bicara tentang makanan dengan seseorang, saat itu frekuensi pikiran antara saya dan teman tersebut sama. Demikian juga ketika seseorang bisa melihat makhluk halus, saat itu orang tersebut sedang dalam frekuensi sama dengan makhluk tersebut.

Frekuensi pikiran kita bisa diatur oleh kita sendiri. Misalnya kita suka menonton film horor, saat itu frekuensi pikiran kita rendah. Celakanya dengan frekuensi tersebut tanpa sadar telah menarik frekuensi pikiran kita ke level rendah. Sebaliknya, bila kita mendengarkan musik yang bernuansakan pujian ten tang kemuliaan Ilahi, kita menarik kualitas frekuensi pikiran sesuai dengan frekuensi Ilahi. Frekuensi Ilahi ini yang membuat diri kita percaya diri atas adanya kekuatan Ilahi dalam diri kita.

Segala sesuatu yang indah merupakan sifat mulia. Itulah sifat Ilahi. Sifat Keilahian memang originalitas manusia, karena memang setiap makhluk hidup merupakan percikan Tuhan. Percikan kemuliaan ini yang tertutup oleh hijab sifat lapar kita; lapar mata, mulut, pikiran, dan selangkangan. Segala hal yang berkaitan dengan 3 'TA'.

Saya teringat dengan film The Six Sense yang dibintangi Bruce Willys. Dalam film tersebut, Bruce Willys berperan sebagai dokter yang ingin menolong seorang anak kecil. Dalam suatu perjalanan, si dokter meninggal akibat kecelakaan. Tetapi karena keinginan yang kuat detik terakhir kematiannya, maka pikirannya sangat terikat terhadap si anak yang ingin dibantunya.

Dalam film tersebut, si dokter bisa berkomunikasi dengan si anak; karena frekuensi mereka sama. Si anak ini, selama ini merasa terganggu karena sering melihat makhluk halus dan bahkan berkomunikasi. Anehnya ketika si anak bisa melihat makhluk halus, roh si dokter tidak bisa. Menurut pendapat saya, karena memang frekuensi si dokter hanya sama dengan si anak, tetapi tida sama dengan si makhluk halus.

Jadi, tampaknya setelah mati pun, kita tilak bakalan melihat dengan makhluk halus, mungkin yang bisa kita jumpai ahenay orang yang pernah kita jumpai saat berada di dunia atau semasa masih hidup. Inilah sebabnya, saat orang mau meninggal bisa melihat orang yang sudah mati. Pertemuan saat masih ada perangkat kasar sebagai password untuk bisa ketemu. Bila belum pernah ketenu, ya tidak bakalan ketemu di alam sono.

Dengan demikian, tampaknya kita juga tidak bisa berhubungan dengan seseorang suci yang kita idolakan setelah mati. Karena maman tidak pernah ketemu semasa hidup atau semasa sama-sama memiliki perangkat keras, otak. Bila pun bisa terjadi, maka seseorang menggunakan nama yang dikenal semasa masih hidup.

Misalnya, ada seseorang yang mengaku bisa ketemu Jesus atau Budha Sidharta, dengan pemahaman di atas, saya tidak mempercayai lagi. Mungkin orang tersebut pernah lahir dan berhubungan pada kehidupan masa lalu, maka orang tersebut pun mesti ketemu dengan Jesus atau Budha Sidharta dengan nama yang saat mereka komunikasi. Dengan alasan mereka masih sama-sama memiliki otak sehingga bisa berada pada frekuensi yang sama.

Saya teringat tentang yang disampaikan oleh seorang nabi:

Fanafi Murshid

Fanafi Rasul

Fanafi Allah

Kita tidak bisa langsung berhubungan dengan Rasul tanpa melalui Murshid atau Guru, karena Murshid lah yang pernah kenal secara fisik dengan Rasul. Dengan kata lain, jenjang ini tidak bisa dilewati. Demikian juga yang pernah disampaikan oleh Jesus; 'Diriku adalah jembatan menuju Bapa di surga' Tanpa melalui Jesus, kita tidak bisa langsung ke Bapa yang di surga.

Untuk berhubungan dengan Jesus pun, kita mesti melalui seseorang yang lahir pada saat ini, tetapi di masa lalu pernah hidup dan berhubungan dengan Jesus dengan nama yang dikenal Jesus. Bila menggunakan nama yang seksrang, tijdvak bisa nyambung frekuensinya; ya pasti tidak bakalan ketemu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun