Tepat sekali, hanya ketika kita bisa ceria bisa melantunkan pujian bagi kemuliaan-Nya. Bagi yang sedang dalam keadaan lapar mengingat Tuhan hanya untuk meminta, saat kenyang dapat dipastikan mereka tidak akan ingat Tuhan. Hal ini terjadi karena kita butuh sesuatu, ketika kebutuhan terpenuhi, lupa adalah alami.
Bagi yang sudah tidak lapar, bersyukur memuji kebesaran dan kemurahan Dia menjadi suatu hal yang membahagiakan. Mereka bisa ceria sebagai ungkapan syukur atas anugerah Tuhan.Â
Bila kita hanya ingat Tuhan ketika mengalami penderitaan, kita belum memahami atau bahkan belum mempercayai kemurahan Nya. Kita masih menjadikan Dia sebagai kasir bank yang dibutuhkan untuk melayani keperluan kita. Spiritualitas adalah esensi atau inti dari diri kita.Â
Dari buku Guru Yoga by Anand Krishna :
'Spiritualitas adalah lapisan terdalam dari kesadaran kita. Pertumbuhannya hanya mungkin jika seseorang secara fisik sehat, mentalnya tenang, emosinya stabil, dan intelegensinya sudah cukup berkembang. Dalam pengertian, ia sudah cukup cerdas  untuk menyadari bila kesadarannya berlapis-lapis; tidak berakhir pada lapisan mental/emosional saja.'Â
Bagaikan bunga, mereka bisa memancarkan keceriaan. Bunga tumbuh tanpa harapkan sanjungan dan pujian, semata sebagai ungkapan rasa ceria/syukur atas berkah alam. Pola hidup seperti bunga berkembang yang para spiritualis tumbuhkembangkan.Â
Perasan bebas dari perbudakan indrawi termasuk lingkungan menjadi syarat menuju penempuh jalan sunyi; ke dalam diri. Perjalananan sunyi ini bertujuan untuk berhadapan dengan Dia yang berada dalam diri setiap manusia. Yang istimewa adalah secara umum para penempuh jalan ke dalam diri sangat memahami adanya anugerah otak baru yang disebut Neocortex.Â
Fungsi utama dari neocortex adalah kemampuan untuk berpikir kritis atau critical thinking. Kemampuan untuk membedakan pekerjaan yang mulia/tepat dan perbuatan yang tidak mulia, hanya memperturutkan kenyamanan indrawi. Dengan kata lain, masih menjadi budak pikiran serta indranya sendiri. Bahkan yang lebih mengerikan kebanyakan orang belum atau tidak menyadari adanya anugerah otak baru/neocortex. Hal ini terlihat dari mereka yang mengedepankan emosi dalam segala tindakan.Â
Jadi sesungguhnya seorang spiritual tidaklah melarikan diri dari dunia, tetapi hidup dalam dunia tanpa terpengaruh lumpur duniawi. Bagaikan bunga lotus, sang bunga senantiasa menghadap matahari, lumpur duniawi membuat si bunga lotus hidup dengan subur. Para penempuh jalan spiritual cerdas dalam memanfaatkan uang sebagai energi penggerak untuk menuju ke hal yang mulia bagi jiwanya.Â
Adalah suatu kepengecutan bagi orang yang melarikan diri dengan alasan menempuh perjalanan spiritual, dunia ini adalah hutan belantara untuk mengasah atau disebut sebagai jalan untuk mempertajam pisau kecerdasan intelegensinya. Hutan belantara area pertempuran melawan nafsu indrawi. Keberhasilan menaklukkan nafsunya sendiri sebagai bukti kepahlawanan atas ducianya sendiri. Bukan untuk menunjukkan Nilai kekesatriaannya sendiri. Sekali lagi kita berjuang untuk menuju kemuliaan diri sendiri, bukan hanya untuk pamer. Tidak butuh pengakuan dari orang lain. Inilah kebahagiaan diri sejati... Â
Seorang penjelajah dunia dalam diri memliki keceriaan sebagai penempuh laku spiritualnya. Mereka merasakan suatu kebahagiaan dalam kesendiriannya. Bukan kesunyian, tetapi bahagia dalam kesendirinnya.
Â
https://www.booksindonesia.com/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H