Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Arsitek - Pensiunan Dosen

Ayurveda Hypnotherapist

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Manusia Bisa Hidup Tanpa Kesadaran Sang Aku

19 Februari 2024   06:30 Diperbarui: 19 Februari 2024   06:45 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadi bila kita hidup sepenuhnya berdasarkan emosi; reaktif, maka kita hidup sebagai hewan bertubuh manusia. Hidup tanpa memikirkan perasaan atau kepentingan bersama. Ada seperti ini? Sangat banyak disekitar kita. Janganlah mencari pembenaran bahwa kita tidak demikian. Selama pola pikir kita belum sebagaimana pesan para suci :'Perlakukan sesamamu sebagaimana dirimu ingin diperlakukan', selama itu pula kita belum hidup tanpa Kesadaran Sang Aku..

Dengan demikian, sesungguhnya kita semua bisa hidup karena ada percikan Ilahi sebagai kusir. Hanya terkadang sang kusir mengidentifikasikan sebagai pikiran, indrawi. Dengan kata lain si kusir melabelkan diri dengan identifikasi palsu. 

Jadi tujuan utama manusia lahir di dunia adalah untuk membebaskan kusir dari identifikasi palsu agar tidak terjebak di dunia ilusi kebendaan, emosi serta pikiran.

Nah, ketika tubuh dikatakan mati, tubuh halus minus badan kasar yang mati, tetap ada untuk mencari tubuh lagi. Bagaikan software. Otak yang merupakan bagian dari tubuh sebagai hardware yang tidak lagi kompatibel bagi perangkat lunak mesti istirahat di dunia untuk terurai lagi ke unsur alaminya.

Perangkat lunak mesti mencari perangkat kasar demi peningkatan yang lebih tinggi.......

bagaikan perangkat keras komputer yang tidak lagi kompatibel untuk perangkat lunak mesti di-upgrade ke lebih tinggi. Demikian seterusnya, sampoai suatu ketika terurai secara total. Itulah yang terjadi dengan perangkat lunak para suci atau avatar...

https://www.booksindonesia.com/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun