Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Arsitek - Pensiunan Dosen

Ayurveda Hypnotherapist

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Janganlah Mengikuti Kemauan Anak

5 Februari 2024   06:30 Diperbarui: 5 Februari 2024   06:47 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: booksindonesia.com

Pada setiap bayi yang lahir sesungguhnya tidaklah lahir sebagaimana yang dirumorkan selama ini; lahir bagaikan kertas kosong. Setiap anak sudah membawa sifat bawaan masing-masing. Secara umum setiap orang yang lahir ke dunia membawa kecenderungan bawaan, kecenderungan untuk bertahan hidup. Inilah kecenderungan hewaninah, termasuk manusia.

Jadi slogan-slogan yang menganjurkan untuk mengikuti kemauan anak sesungguhnya malahan membuat si anak memperbesar ego. Dalam tradisi peradaban Hindu, mereka membawa segala sesuatu sifat, pemikiran, serta emosi dan mungkin juga obsesi yang tidak atau belum terselesaikan di kehidupan masa lalu.

Saya percaya akan adanya kehidupan di masa lalu dengan alasan kondisi atau keadaan badan kita sendiri.

Setiap manusia memiliki tubuh kasar dan halus.

Tubuh kasar adalah segala bagian tubuh yang bisa kita raba. Sedangkan badan halus terdiri dari gugusan pikiran, emosi/perasaan, dan lainnya. 

Tubuh kasar kita akan terurai menjadi atom, kemudian meresap ke dalam tanah. Kemudian akan diserap oleh tumbuhan. Inilah proses yang terjadi di alam. Jadi hanya berubah bentuk.

Badan halus yang juga disebut roh yang terdiri dari gugusan pikiran dan perasaan plus obsesi/keinginan akan tetap ada. Ia akan melanjutkan proses pemurnian. Karena masih adanya obsesi yang belum terpenuhi, ia akan mencari tubuh baru. Tidak ada yang disebut neraka atau surga setelah kematian. Inilah sebabnya ada roh gentayangan, si badan halus merasa penasaran karena mati secara tidak sadar. Sebagai contoh, seseorang yang meninggal karena pembunuhan, ia penasaran ingin balas dendam. Kemarahannya terakhir dibawa mati.

Kedua tempat tersebut hanya ada di bumi, itupun hanya ada dalam pikiran kita sendiri. Bila ingin hidup di surga, knappa mesti setelah meninggal? Bukan'kah kita bisa mewujudkannya di bumi dengan cara memperindah bumi? Hidup damai dan ceria di bumi.

Banyak orang mengatakan bahwa mereka yang melakukan perbuatan jahat akan masuk neraka, tetapi bukanlah semua itu masih 'katanya'. Tidak satu pun orang meninggal kembali ke bumi bercerita tentang neraka. Mungkin banyak yang tidak setuju dengan saya, itu juga suatu kebebasan untuk tidak mempercayai yang saya percayai. Setiap orang memiliki kebebasan untuk berpendapat selama tidak mengganggu orang lain. Janganlah memaksakan kehendak kita terhadap orang lain, ini bisa disebut suatu perbuatan kekerasan; pemaksaan kehendak. 

Jika seorang yakin dengan yang dipercayainya atau di-imaninya, ia tidak akan tergoyahkan oleh pendapat orang lain yang tidak sesuai dengan keyakinannya. Bila ia merasa terganggu, sesungguhnya ia belum yakin atas yang diketahuinya. Jadi bila ada yang melakukan perbuatan menghancurkan patung atau tempat ibadah orang lain, ini hanyalah membuktikan bahwa keyakinannya masih belum teguh. Oleh karena ia melakukan tindakan tersebut semata untuk menutupi kelemahannya sendiri. Demikian juga mereka yang berbuat kekerasan untuk membela keyakinannya hanyalah bukti kelemahannya sendiri terhadap kepercayaannya. Tampak berani, dipermukaan, tetapi ini hanyalah bukti ketakutannya sendiri.

Yang saya sampaikan sesuai dengan hukum alam. Yang kasar akan berubah bentuk dan kembali ke alam. Yang halus akan tetap ada untuk menjalani proses alam juga. Tidak ada satu pun yang hilang, perubahanlah yang abadi..

Bila yang kita lakukan seperti menyakiti tubuh makhluk lain termasuk manusia tidak dibalas, berarti tidak sesuai dengan hukum alam. Jelas dalam kitab yang ditinggalkan oleh para suci menyebutkan bahwa setiap anggota tubuh bertanggung jawab atas perbuatannya. Bila tangan memukul, pastilah akan dibalas mengalami sakit karena dipukul. Baik dibalas baik, buruk dibalas buruk. Dalam hukum alam tidak ada bahwa perbuatan buruk bisa diimbangi dengan kebaikan. Hanyalah akal bulus manusia yang mengenal cara ini demi keuntungannya sendiri.

Secara ilmiah terbukti bahwa dalam otak kita ada yang disebut limbic atau batang otak yang terdiri dari mamalian brain dan reptilian brain. Bagian otak yang baru disebut Neocortex, front lobe.

Kecenderungan hewani terdapat pada hewan. Ini ada pada setiap hewan yang berkeinginan untuk hidup. Demikian juga manusia memiliki sifat untuk bertahan hidup. Bila untuk bertahan hidup, kita sampai hati mengorbankan kepentingan orang lain, berarti kita belum hidup sebagai manusia yang menggunakan otak barunya; Neocortex. Bagian inilah yang membedakan manusia dengan hewan. Manusia memiliki kemampuan untuk menimbang, apakah perbuatannya untuk semata untuk bertahan hidup atau untuk sesuatu yang lebih mulia, untuk kepentingan bersama.

Bila kita mementingkan diri, kelompok atau golongan sendiri (sama keyakinan) berarti ia masih menggunakan otak hewan, otak reptil dan mamalia.

Masih'kah kita mau mengikuti kemauan seorang anak yang masih memiliki mengikuti watak dasar kehewaniannya? Bisa juga diartikan bahwa kita menghormati hak kelahiran si anak dengan cara mengembangkan nilai kemanusiaan yang ada dalam setiap orang sehingga membentuk anak menjadi insan mulia. Inilah transpersonal, 'Perlakukan sesamamu sebagaimana dirimu ingin diperlakukan'

Inilah tujuan dari pendidikan yang sesungguhnya ; "Memunculkan KEMANUSIAAN setiap anak" Dengan kata lain, mengembangkan penggunaan neocortex dalam diri setiap anak. Membentuk watak yang responsif, bukan reaktif.

Silakan baca buku ini: BRINGING THE BEST IN THE CHILD by Anand Krishna

 

https://www.booksindonesia.com/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun