Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Arsitek - Pensiunan Dosen

Ayurveda Hypnotherapist

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Penggunaan Uang yang Tepat

27 Januari 2024   06:30 Diperbarui: 27 Januari 2024   07:17 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak dari kita, termasuk saya, menggunakan uang secara tidak tepat. Bahkan walaupun untuk memberikan pada mereka yang tampaknya kekurangan, misalnya pengemis. Banyak sudah berita atau kisah bahwa menjadi pengemis pun menjadi profesi. Sudan bukan rahasia lagi bahwa pengemis bisa memiliki uang banyak, bahkan ada kisah ada pengemis bisa menginap di hotel. Selain itu punya rumah dan mobil.

Demikian juga bila kita memberikan uang pada seorang anak kecil peminta, kita tanpa sadar membuat dia semakin malas. Kita tidak membantu, tetapi menjerumuskan si anak ke jurang kemalasan. Mereka sering menggunakan alasan untuk memiayar uang sekolah. Jadi bila memang niat kita membantu, langsung hubungi sekolahnya saja. Berikan langsung pada sekolah, tidak memberikan pada si anak. Selain itu juga ternyata banyak info yang membenarkan bahwa anak peminta tersebut di eksploitasi oleh mereka yang memanfaatkan anak tersebut.

Bagaimana bila hanya untuk makan?

Bila membeli makanan yang berlebihan sekadar untuk menyenangkan lidah kita, ini juga kurang tepat. Banyak bukti bahwa makanan enak bagi lidah tidak menyehatkan.

Ada istilah : 'You are what you eat'

Jadi apa yang kita makan menunjukkan siapa diri kita.

Banyak orang memburu makanan sampai rela antri berjam-jam. Bukan'kah ini sebagai bukti kita hanya sebagai budak lidah? Masih dikendalikan oleh indrawi kita berarti kita masih budak. Belum bebas dari pengaruh indrawi kita. Kita masih memperturutkan keinginan. Kita hidup untuk makan. Belum makan untuk hidup........

Dengan kata lain, kita belum bisa membedakan antara keinginan dan kebutuhan. Ingat yang disampaikan oleh Mahatma Gandhi:

'Dunia ini bisa memenuhi kebutuhan seluruh manusia,
tidak bisa memenuhi keserakahan satu orang'

 Mungkin ada yang bertanya: 'Bagaimana kalau disumbangkan ke panti asuhan atau panti jompo?'

Tergantung dari tujuannya..

Banyak orang yang menyumbang dengan pamrih agar diliput oleh media. Banyak juga memberikan hanya untuk dapat pujian. Bukan'kah ini berarti kita ada pamrih?

Di mana ketulusannya?

Kita masih berlomba atau berkompetisi agar lebih unggul daripada orang lain. Pujian yang diharapkan. Tentu bila dilakukan juga bolec, tetapi belum paham menggunakan uang secara tepat.

Bagaimana Menggunakan Uang Secara Tepat

Sekarang kita renungkan......

Sudahkah kita memahami tujuan utama kelahiran kita di dunia?

Banyak orang yang berpendapat bahwa tujuan utama kelahiran adalah untuk berlomba berbuat baik, sehingga berlomba untuk menyumbang uang yang diperolehnya. Dengan harapan mendapatkan pahala. 

Yang kurang pas adalah kata berlomba. Berlomba berarti kita merasa lebih unggul daripada orang lain. Bukan'kah ini berarti kita menganggap labih baik. Kita masih menganggap lebih baik berarti tidak tulus bantuan yang diberikan. Jelas belum membuat kita lebih baik. Bahkan kita bisa memicu kecemburuan, akhirnya hidup jadi kacau balau....

Jadilah seperti bunga mawar atau bunga lainnya, berkembang semata untuk memperindah dunia tanpa harapkan pujian.......

Ini yang membuat kita bahagia dan bebas dari  perbudakan indrawi....

Tujuan utama kelahiran adalah untuk kebebasan dari perbudakan indrawi. Inilah pola hidup para suci...

Jadi singkat kata PENGGUNAAN UANG SECARA TEPAT adalah untuk membebaskamn diri dari keterikatan dunia. Yaitu untuk melakukan perjalanan spiritua. memahami adanya SPIRIT di balik segala RITUAL........

Mungkin paling mudah bila kita langsung bagaimana penggunaan uang adalah untuk evolusi kesadaran itu sendiri. 

Perjalanan spiritual berarti penggalian ke dalam diri. Selama ini kita dibentuk oleh lingkungan, belum menjadi diri sendiri.....

Kita masih hidup dalam dunia kepalsuan atau ilusi bentukan masyarakat sekitar, walaupun orangtua yang mungkin juga belum sadar akan kesejatian diri mereka...... 

https://kids.grid.id/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun