Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Arsitek - Pensiunan Dosen

Ayurveda Hypnotherapist

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sedang Sakitkah Mental Kita?

26 Desember 2023   06:32 Diperbarui: 26 Desember 2023   07:15 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Media sosial menjadi tolak ukur riil tentang kejiwaan atau mental kita. Bila kita suka mengikuti berita atau kabar hoaks, berarti kita sedang mengalami gangguan mental. Apalagi bila kita menerima kiriman seseorang di WA Group tentang smaru berita, kemudian kita langsung forwarded  ke orang lain. Penjelasannya sangat sederhana...

karena sesungguhnya kita juga memiliki penyakit yang sama. Pernahkah kita menyaring dulu atau melakukan pertimbangan terlebih dahulu tentang yang kita kirimkan pada orang lain. Bermanfaat'kah yang kita kirimkan kepada teman lainnya?

Bila yang kita kirimkan membuat orang lain mengalami gangguan mental juga berarti kita sedang membuat orang lain menderita. Saya ingat sekali tentang Rabia'ah Aldawiyyah ketika ditanya tentang setan. Beliau menjawab dengan tegas bahwa karena yang beliau miliki hanyalah Kasih Allah, maka tidak ada tempat bagi kata setan. Jadi yang dibagikan juga tentang Kasih Allah.

Demikian juga kita. Bila kita menyenangi berita tentang hal buruk, berarti yang kita miliki juga keburukan. Bila kita senat membaca hal-hal yang buruk, berarti dalam diri kita juga memiliki hal yang sama. 

Pergaulan kita juga menunjukkan siana diri kita sesungguhnya. Bila kita senang dengan teman yang suka kulineran, ya itu juga diri kita. Inilah hukum ketertarikan atau THE LAW OF ATTRACTION (LoA) yang sesungguhnya. Yang buruk tentu suka bergaul dengan sejenisnya. 

Segala yang kita sukai ketika kita membuka jenis tontonan tertentu di kanal Youtube, itu pula yang akan muncul pada saat kita membuka kana tersebut. Algoritma tentang yang kita sering buka akan muncul. Sangat mudah kita melihat sifat seseorang. 

Bila yang diberitakan banyak menial keburukan orang , berarti sesungguhnya itulah cerminan diri kita. Segala sesuatu yang kuluar dari diri kita merupakan cerminan yang kita miliki. 

Bila kita suka dengan orang yang baik, berarti kita juga sudah memilikinya. 

Tidak dibutuhkan kepintaran meramal tentang sifat seseorang. Hanya butuh sedikit perhatian, apa yang dia ucapkan dan perbuat sudah bisa ditebak kualitasnya. 

S0, bila kita mau menjadi baik, ya bergaullah dengan mereka yang memang memiliki sifat baik. Hukum getaran atau vibrasi yang sejenis akan menarik yang sejenis.

Melakukan perbuatan atas dasar demi kebaikan orang lain berarti pula kita sudah memiliki prinsip: 'Perlakukan sesamamu sebagaimana dirimu ingin diperlakukan. 

Pertimbangkanlah bila kita menerima suatu berita tentang suatu yang buruk. Bila kita masih suka, berarti kita belum sehat mentalnya. Yang kita bisa perbuat adalah melakukannya pembersihan kotoran daam diri kita. Tidak perlu menuduh atau mencela orang lain. Bila kita masih suka mencela, berarti itu pula keburukan yang ada dalam diri kita. 

Suka memberikan komentarz atau 'like' pada berita yang buruk atau merugikan orang lain (orang yang diberitakan), berarti kita sedana mengalami gangguan sakit mental.

Lantas bagaimana kita menghindari orang seperti (suka menyebarkan hal buruk) ini?

Tidak perlu mencela, karena dengan mencela berarti kita juga memiliki keburukan yang sama dengan orang tersebut.  Cukup uzcapkan 'Hi and by' 

Bila kita belum bisa berenang, janganlah berupaya membantu orang lain. Bila tetap melakukan, maka kita pun akan mati tenggelam.

Memang ada orang yang memiliki peran seperti itu di dunia. Mereka memang diberi tugas memerankannya. Bagaimana mungkin kita bisa memilih peran dari Sang Sutradara Agung?

Ingatlan selalu bahwa kita sebagai manusia telah dibekali Neocortex. Jenis otak yang hanya dimiliki oleh MANUSIA. Bila kita tidak mau menggunakan untuk melakukannya pertimbangan, maka kita belum jadi manusia. 

Hanyalah bila kita sudah menjadi MANUSIA yang menggunakan alat Neocortex untuk menimbang perbuatan tepat dan tidak tepat. Tepat berarti baik atau bermanfaat bagi sesama, sedangkan tidak tepat berarti merusak atau merugikan orang lain.

Pilihan di tangan kita: "Mau jadi manusia mulia atau tidak" BukanTuhan yang menetukan, karena Dia sudah membekali kita satu jenis otak yang tidak dimiliki mamalia dan reptil.

https://umsu.ac.id/berita/gangguan-jiwa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun