Mungkin saat ini tidak begitu dikenal istilah Satrio Piningit. Tetapi pada era tahun 1970-1980 an, istilah atau nama ini begitu menarik perhatian. Dari pemahaman saya berdasarkan buku Jangka Jayabaya by Anand Krishna telah membuka cara pandang bahwa seorang Satrio Piningit bukanlah mitos, tetapi sungguh-sungguh nyata.Â
Keberanian untuk Pemberdayaan diri sehingga tidak bergantung terhadap segala sesuatu di luar diri. Untuk menjadi satria, seseorang mesti memiliki identifikasi bahwa dirinya adalah bagian dari masyarakat umum, negeri. Ia memiliki jiwa melayani bukan dilayani. Seseorang yang demikian akan mendapatkan kebahagiaan saat diberikan kesempatan melayani. Baginya, melayani seseorang sama dengan melayani Tuhan.
Yang dibutuhkan adalah kesadaran akan jati diri sebagai manusia seutuhnya.
Benarkah kita sudah menjadi manusia secara utuh?
Secara reaktif, banyak orang akan menjawab : 'Bukan kah juga manusia Marhento?' Ya dalam wujud fisik, tetapi benarkah secara untuk kita sudah manusia?
Kata 'manusia' berasal dari kata 'MANUSYIA' yang terdiri dari 2 (dua) kata : Manas dan Isya.
Manas berarti pikiran (dari bahasa Sansekerta) dan Isya yang berarti Ilahi. Jadi seseorang yang sungguh-sungguh sudah menjadi MANUSIA adalah yang sudah memiliki pola atau wawasan berpikir sebagai Tuhan atau Ilahi. Pola pikiran yang dilandasi untuk keselarasan dengan alam semesta atau demi kepentingan orang banyak. Bukan hanya kepentingan diri ataupun golongannya.
Buku Jangka Jayabaya tulisan Anand Krishna menyajikan nuansa atau pemahaman yang berbeda. Jangka berarti saat. atau waktu. Abhaya, a berarti tidak. Bahaya berarti berbahaya. Jangka aBhaya berarti saatnya mengatasi ketakutan. F.E.A.R adalah singkatan dari false emotion appearing real. Seperti awan. Ada sesaat kemudian hilang dan turun jadi hujan. Gelombang laut ada dan tiada tetapi tampak begitu nyata. Jika kita yakin dan percaya, ketakutan adalah sesuatu ciptaan kita sendiri. Dalam kegelapan, seutas tali sering dianggap ular. Begitu kegelapan terusir, ia hanya memegang seutas tali. Ketakutan pun muncul karena awan ketiPiningit berarti tersembunyi. Atau dikuburkan dalam kegelapan ketidaktahuan. Di-pingit berarti disembunyikan. Demikianlah jiwa satria yang ada dalam diri kita sembunyikan. Bukan orang lain yang menutupi tapi diri sendiri.
Yakin dan percayalah pada DIRI Sejati, bukan pada diri yang diidetifikasikan oleh lingkungan kita. Sesungguhnya selama ini kita dibentuk oleh lingkungan dengan berbagai nama, misalnya dokter atau dosen atau jabatan tertentu. Bahkan kita terjebak oleh nama tertentu. Semua identifikasi hanyalah sesaat yang bisa dengan mudah terlupakan.Â
Nama luaran yang diberikan oleh lingkungan bukanlah kesejatian diri yang tidak pernah berubah. Celaka lagi ternyata banyak orang yang menganggap gelar prosfesi sebagai identifikasi diri. Sehinga kita disinggung identifikasinya, emosi kita meluap. Betul-betul salah kaprah.
Identifikasi palsu inilah penyebab terjadinya kekacauan di dunia. Benyak orang melupakan akan tujuan utama kelahiran, yaitu untuk mengingatkan Sang Diri Sejati.
Aku bukan pikiran.
Aku bukan tubuh.
Aku bukan perasaan.....
Lenyapkan atau bukalah hijab ini, maka kebahagiaan pun menghampiri. Kebahagiaan bukan karena mendapatkan yang kita inginkan, tetapi itulah sifat asli kita
https://www.booksindonesia.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H