Suara itu berdenting lagi, bagai cericit murai di musim padi berisi
Sayup sepoi membalas di gesekan daun daun bambu tali temali
Menjejali langkah kaki, beranjak terangkat tinggi
Di atas gundukan tampa terali besi meninggi
Seperti telepati yang sibuk berbisik ke hati
Menghujam sepi dengan tirai yang menutup mata hingga jatuh ke pipi
Masih pagi, kala gelombang mendobrak di serambi kanan dan kiri
Enggan menepi, takut membuat abrasi semangkin menghilangkan jati diri
Suara itu berdenting lagi, bagai irama rintik menulis melody
Semerbak melati, melipir ke segala sisi
Sebagai surat rindu dari yang hilang di sisi
Aku menunggumu, setiap waktu tak berwujud hari
Merangkai menjadi memory dengan kisah tak pernah sepi
Mendengarmu,tak terganti dengan yang datang mengganti
Menjadi air sejuk di sisi perigi
Suara ini memang teramat jauh sekali
Namun terdengar bagai bisikan hati
Suara itu berdenting lagi, Bagai  krama sutra dalam puisi puisi
Melingkarkan tangan dengan gelang invity
Tak habis waktu walau selalu di kaji, dan menjadi janji
Setia membersamai sampai waktuku sampai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H