Mohon tunggu...
Margono Dwi Susilo
Margono Dwi Susilo Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

Pendidikan : SD-SMP-SMA di Sukoharjo Jawa Tengah; STAN-Prodip Keuangan lulus tahun 1996; FHUI lulus tahun 2002; Magister Managemen dari STIMA-IMMI tahun 2005; Pekerjaan : Kementerian Keuangan DJKN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pusaka, Doa, dan Corona

21 Maret 2020   09:36 Diperbarui: 21 Maret 2020   11:00 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Arak-arakan pusaka tersebut walau diyakini manjur (seperti keberhasilan tahun 1918) juga tak luput dari kontroversi dan kritik, terutama dari kalangan Islam modernis yg mulai tumbuh di Yogyakarta.

Ricklefs tidak menguraikan, apakah Kyai Tunggul Wulung masih "sakti" di saat wabah tahun 1931-1932 tersebut.

Wilayah Surakarta juga tidak luput dari Wabah. Dalam Staatsblad 1915 No.263 ditegaskan bahwa Surakarta dimasukkan dalam daerah pes. Terapi diberikan dalam Staatsblad 1915 No.370 yg mengatur ordonansi perbaikan rumah.

Otoritas di Surakarta (Kasunanan dan Mangkunegaran) menyetujui ordonansi tersebut walaupun butuh biaya besar. Pihak Otoritas memberikan bantuan uang kepada penduduk yang kurang mampu dgn kewajiban mengangsur. Rumah-rumah diperbaiki secara massal. 

Atap ijuk diganti dengan genteng. Sri Mangkunegoro juga mengharuskan setiap hari Rabu penduduk wilayahnya mengeluarkan bantal, guling, tikar untuk dijemur. Rumah disapu karena ada inspeksi dari mantri Pes, bagi yang melanggar 3 kali berturut-turut akan dikenakan hukuman (Tiknopranoto, sejarah Kutha Sala, hal.50).

Di tahun-tahun tersebut wabah juga melanda Semarang. Berbeda dengan Yogyakarta yang lebih supranatural, Semarang yang babak belur karena wabah lebih realistis dan ilmiah dgn mengikuti program "kampongverbetering" (perbaikan kampung)  yang digagas pemerintah Belanda. Program di Semarang meliputi perbaikan jalan, pembangunan sarana pasokan air, sanitasi dan jika memungkinkan dilakukan perbaikan rumah (Roosmelan, 2008: 105).

Kita menyaksikan, dalam kondisi apapun, termasuk di era wabah, ikhtiar manusia selalu sama: pusaka dgn segala ragamnya, doa dengan segala lafadznya, dan akal dengan segala pencapaian ilmiahnya.

KRL Jakarta-Bogor, 20 Maret 2020
Margono Dwi Susilo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun