Bagi para saksi sejarah, peristiwa malam itu dianggap mukjizat. Serbuan massif 3.000 orang bisa dipatahkan dengan taktis. Yusuf Tauziri, pemimpin pesantren, sasaran penyerbuan malam itu, adalah bekas sahabat Kartosoewiryo. Benar adanya, sering terjadi, musuh terkuat adalah sahabat terdekat.
Kini, di era hiruk pikuk membela agama, di era penyebutan munafik bagi yang beda tafsiran kitab, di era para pegiat “nir-sejarah-negeri” mengorasikan idealisme langitan ala khilafah atau Negara islam, saya sarankan untuk rehat sejenak ke Garut. Telusuri kotanya, arahkan mata dan hatimu ke salah satu ruas jalan sepanjang 6 kilometer antara Garut-Wanaraja menuju pesantren Darussalam. Ruas jalan itu bernama Jalan KH Yusuf Tauziri. Di ruas jalan itu, tundukkan kepala sejenak bagi beliau, salah satu benteng NKRI. Al-fatihah.
Referensi
1. Serial Buku Tempo, Kartosoewirjo, Mimpi Negara Islam, KPG, cetakan ketiga Oktober 2016;
2. Van Dijk, C., Darul Islam Sebuah Pemberontakan, Grafitti Pers, cetakan pertama, 1983;
3. Al Chaidar, Pengantar Pemikiran Politik Proklamator Negara islam Indonesia, S.M. Kartosoewirjo, Darul Falah, cetakan kedua, shafar 1420 Hijriah.
4. Fadli Zon, Hari Terakhir Kartoseowirjo, 81 Foto Eksekusi Imam DI/TII, Fadli Zon Library, Cetakan pertama, 2012.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H