Mohon tunggu...
Margono Dwi Susilo
Margono Dwi Susilo Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

Pendidikan : SD-SMP-SMA di Sukoharjo Jawa Tengah; STAN-Prodip Keuangan lulus tahun 1996; FHUI lulus tahun 2002; Magister Managemen dari STIMA-IMMI tahun 2005; Pekerjaan : Kementerian Keuangan DJKN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cerpen Setengah Jadi Untuk (Calon) Teroris

19 Oktober 2011   00:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:47 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerpen Setengah Jadi Untuk (Calon) Teroris

Oleh : margono dwi susilo

Lebaran tahun ini saya pulang kampung ke Sukoharjo, Jawa Tengah. Sesampai di rumah orang tua, seperti biasa saya duduk di beranda. Menyaksikan lalu lalang manusia dan menghirup udara yang dulu juga dihirup nenek moyang. Tidak seberapa lama muncul kawan lama. Ia berucap salam, bertanya kabar, bercerita tentang paitnya hidup di rantau. Diam sejenak. Sejurus kemudian ia mengubah posisi duduk mendekati saya. Tanpa diduga dari mulutnya keluar bisikan menakutkan, Mas, koncomu digoleki pulisi” (Mas, temanmu dicari polisi). “Memang ada kasus apa?” tanya saya menimpali. Pembisik berpikir beberapa saat sebelum memberi informasi. Dengan gaya detective, tengok kanan dan kiri, akhirnya ia kembali berbisik, kali ini sangat pelan “pengeboman gereja.”

Saya maklum. Berita pengeboman gereja itu telah sampai pada saya lewat media nasional edisi 7 Desember tahun lalu. Bom itu memang kelas kampung, jenis rakitan, dengan media kaleng roti. Tidak serius melukai bangunan tetapi sanggup melukai hati. Saya punya tautan dengan gereja itu, Gereja Kristus Sang Raja. Tentu bukan tautan hati, karena saya muslim, tetapi tautan fisik. Setidaknya dulu -- ketika saya masih kanak -- bersama teman sebaya sering ngeyup (berteduh) diserambinya dari guyuran hujan sore saat asyik mencari ikan. Gereja itu memang dekat saluran irigasi kecil di kampung kami. Saluran itu dahulu banyak ikannya, wader dan sili. Ikan-ikan itu telah musnah ditikam limbah. Tetapi gereja tidak. Jemaatnya banyak pada waktu acara kebaktian. Jaraknya dari masjid kami hanya 500 meter, dipisahkan oleh kantor kecamatan.

Saat hari raya tiba, sesuai tradisi, kami berkeliling kampung saling mengunjungi, berlebaran, maaf memaafkan. Di kampung kami warga non muslim juga merayakan lebaran. Bahkan ada yang memasak besar-besaran dan membagikannya kepada warga serta kerabat. Saya berharap bisa bertemu suspect pengeboman tersebut, seperti tahun-tahun sebelumnya. Namun sampai hari ketiga lebaran ia tidak muncul. Bisa jadi pembisik saya benar : ia memang buron. Ah biarlah toh manusia mempunyai jalan dan nasibnya sendiri. Toh bom itu tidak melukai warga. Tetapi…tunggu dulu. Bagaimana jika ia belajar mengembangkan kemampuan bom-nya? Bisa jadi akan timbul kerusakan besar bahkan korban jiwa. Bisa jadi korbannya orang dekat atau teman sepermainan saya.

Sesungguhnya si-suspect ini belum lama mendalami islam. Masa mudanya cukup liar. Mabuk adalah tugas mulia baginya. Lima tahun lalu, saat saya bertemu dengannya, hal pertama yang diucapkannya adalah minta uang. Ini wajar karena saya dekat dengannya. Tetapi kala itu saya sempat bertanya “untuk apa uang?” Dengan bangga ia menjawab “kami punya acara mabuk bersama.” Dengan tegas saya menjawab “aku nduwe duit akeh nanging ora sudi yen nyumbang kanggo maksiat” (saya punya banyak uang tetapi tidak sudi kalau menyumbang kemaksiatan). Dia pergi, jika bukan saya yang bicara mungkin saya sudah dipukulinya beramai-ramai.

Perjumpaan berikutnya, 2 tahun yang lalu, sungguh berbeda. Ia telah berubah menjadi muslim yang sangat taat. Bahkan fanatik. Hari-hari ia lalui dengan beribadah. Manakala disebutkan perilaku maksiat di masyarakat ia menunjukkan sikap geram. Tidak heran jika ia sering ikut sweeping menyatroni tempat maksiat. Ia telah menjadi pejuang islam yang tangguh. Saya bangga, walau tidak sepenuhnya setuju dengan caranya. Dari nada bicaranya ia sering menunjukkan sikap permusuhan dengan non-muslim, terutama jika menyangkut isu kristenisasi atau pembantaian warga muslim di seluruh penjuru dunia baik yang terjadi saat ini atau seribu tahun lampau. Baginya kekacauan dunia ini disebabkan oleh dua hal : Israel dan Amerika Serikat. Baju yang ia kenakan juga berubah, ia sering berjubah plus celana panjang model “anti kebanjiran.” Satu hal yang perlu dicatat, waktu itu ia masih pengangguran.

xxxxxxxxxxxxxx

Tersebutlah sebuah nama, Arsyad Sentiko, seorang dermawan. Ia hidup begitu sederhana. Wajahnya selalu cerah. Temannya banyak, hampir dari segala golongan. Hidup baginya adalah berbuat baik pada siapapun. Kini usianya menginjak 50 tahun. Dia seorang petani, sehingga tahu persis bagaimana cara bersyukur kepada Tuhan. Pada suatu malam yang hening Arsyad Sentiko terbangun dari mimpi. Dalam mimpinya ia disambangi malaikat yang mengabarkan daftar nama orang-orang yang mencintai Tuhan. “Wahai malaikat Alloh, bolehkah aku melihat daftar yang kau bawa,” begitu pinta Arsyad kepada Malaikat. Tanpa ragu-ragu sang malaikat turun menghampirinya, “mendekatlah padaku, aku akan tunjukan daftar itu.” Dengan seksama Arsyad Sentiko membaca dan membolak-balik daftar tersebut. Ia begitu kagum dengan ketelitian malaikat. Banyak sekali manusia yang masuk daftar pecinta Tuhan. Lihatlah, para nabi dan rasul, wali, sufi, ulama, ustadz, pendeta, pejuang di jalan Tuhan, bahkan..oh menakjubkan, ribuan nama tentara Salib juga masuk daftar orang yang mencintai Tuhan. Pada lembaran berikutnya ia jumpai kawan-kawannya yang masuk daftar. Dan…luar biasa, agak aneh memang: para teroris yang ia baca di koran masuk pula dalam daftar.

Arsyad Sentiko bertanya, “bagaimana mungkin para teroris masuk dalam daftarmu wahai malaikat Alloh?” Dengan tenang malaikat menjawab, “mereka adalah orang-orang yang tulus berjuang demi keimanannya.” Arsyad Sentiko semakin kagum dengan daftar itu. Ia membacanya, dari awal hingga hampir akhir. Ia tidak sedikitpun menunjukkan kekecewaan manakala sampai lembar terakhir namanya tidak tertulis. Dengan tenang ia mengembalikan daftar itu. Kini malaikat yang mengajukan pertanyaan “wahai sahabatku, adakah kecewa dihatimu saat namamu tidak masuk dalam daftarku?” Arsyad Sentiko menjawab, “selesaikan tugasmu wahai malaikat budiman, aku mungkin belum pantas masuk dalam daftar orang-orang yang mencintai Tuhan.”

Malaikat pamit. Sebelum terbang ia menyampaikan berita, “wahai Arsyad Sentiko mungkin namamu masuk dalam daftar kedua, daftar orang-orang yang mencintai manusia. Saat ini aku tidak bisa menunjukkan daftar itu karena itu bukan tugasku. Nanti aku akan minta malaikat yang bertugas untuk menemuimu, menunjukkan daftar itu.” Arsyad tersenyum melepas kepergian malaikat itu.

Malam berikutnya malaikat tersebut hadir kembali dalam mimpi Arsyad Sentiko. Seperi yang dijanjikannya, ia membawa teman, sesama malaikat. Wujudnya putih bersih berwibawa. Wangi aromanya. “Wahai sahabatku, ini malaikat pembuat daftar nama orang-orang yang mencintai manusia. Kamu boleh meminta agar ditunjukkan daftar tersebut. Arsyad Sentiko hanya mengangguk. Seketika malaikat wangi aroma mendekat menemuinya, mengulurkan dua bilah tangan lembut transparan seperti kaca. Arsyad Sentika terpesona. Inikah daftar nama orang-orang yang mencintai manusia. Daftar ini jauh lebih tipis dari daftar pertama. Dengan tenang dibukanya daftar itu. Selembar demi selembar ia teliti. Kembali ia temui nama-nama para nabi dan rasul, lalu wali, sufi dan orang bijak bestari. Lalu orang-orang dari golongan biasa. Semuanya ia tidak kenal. Mungkin mereka berasal dari negara atau benua lain.

Saat asyik melihat daftar nama, tiba-tiba malaikat wangi aroma berujar, “kembalilah ke halaman pertama karena kamu telah melewatkan sesuatu.” Arsyad Sentiko hanya tersenyum kecil dan tetap melanjutkan membuka lembar demi lembar, sampai malaikat wangi aroma kembali mengingatkan, “kembalilah ke halaman pertama karena kamu telah melewatkan sesuatu.” Begitu berulang sampai tiga kali. Untuk kali ini Arsyad Sentiko menghentikan pekerjaannya, ia menatap malaikat wangi aroma. Malaikat itu tersenyum penuh persahabatan, karena itulah Arsyad Sentiko mengikuti permintaan untuk kembali ke halaman pertama. Ada apa gerangan, begitu pikirnya. Astagfirullah, Subhanallah…ternyata namanya masuk dalam daftar nama orang-orang yang mencintai manusia, di halaman pertama, satu halaman dengan para nabi dan rasul, wali serta para bijak bestari. Ia begitu gembira.

Kedua malaikat Alloh sebelum pergi menyampaikan sesuatu, “wahai sahabatku, kedua daftar ini akan kami serahkan kepada Alloh SWT untuk diseleksi dan ditetapkan dalam daftar hamba yang diridhoi-Nya. Kami berharap agar engkau termasuk didalam golongan yang diridhoi-Nya.” Dalam sekejab malaikat itu hilang dari pandangan.

Mimpi tersebut begitu berkesan bagi Arsyad Sentiko. Kini ia menunggu daftar ketiga, daftar yang paling penting, daftar nama orang-orang yang diridhoi-Nya. Ia ingin melihat siapa saja gerangan yang masuk. Apakah daftarnya tebal, setengah tebal, ataukah tipis. Walau tidak terlalu yakin, ia kini punya harapan untuk masuk dalam daftar tersebut. Bukankah ia telah masuk daftar orang yang mencintai manusia, daftar kedua. Tetapi ia juga khawatir, jangan-jangan itu tidak cukup. Bukankah ia tidak masuk pada daftar pertama, daftar yang paling banyak diburu manusia, para pecinta Tuhan.

xxxxxxxxxxxxx

Pembisik mendatangiku lagi. Kali ini ia lebih terbuka. Idul fitri telah mencairkan hampir segalanya. Momen dimana seluruh perbedaan karena faktor aliran luruh dengan sendirinya. Santri, abangan, salafi, bahkan non muslim sama-sama bersuka cita. Dia bercerita bahwa masjid kami saat ini jauh lebih makmur dari pada dulu. Kini pengajian dilakukan hampir setiap hari. Setidaknya ada enam kelompok islam yang memakmurkan masjid kami. Tetapi sang pembisik juga menyimpan kegelisahan, yakni masuknya pemuda islam radikal. Sang pembisik menyebutnya sebagai khawarij. Saya langsung bisa menyimpulkan bahwa si-suspect masuk dalam kelompok ini. Kelompok yang begitu mudah mengkafirkan sesama muslim lantas menghalalkan darahnya. Kelompok ini paling fasih dalam beragama, baik lisan maupun amalannya. Paling depan membela islam. Jika kelompok lain mengubah kemungkaran dengan lisan atau doa, kelompok ini berkeyakinan bahwa kemungkaran harus diubah dengan tangan, alias tindakan tegas, apapun resikonya. Kelompok ini meletakkan Tuhan pada posisi sentral dan suci. Wahyu Tuhan dan sunah Rasul adalah satu-satunya pedoman hidup. Leterlijk. Tanpa kompromi, karena kompromi adalah tanda kelemahan iman. Muslim yang melenceng dari wahyu dan sunah Rasul berarti telah berdosa besar, dan hukumannya adalah mati. Itu harus dilakukan demi menjaga kesucian agama. Islam bagi kelompok ini adalah hukum semata, halal-haram, hitam putih. Repotnya kelompoknyalah yang merasa paling berhak memonopoli kebenaran.

“Mas Eko harus berbuat sesuatu untuk mencegah radikalisme. Ini penting untuk mengangkat citra islam secara keseluruhan. Saya sudah sering mendengar orang tua melarang anaknya ke masjid, atau setidaknya jangan sering-sering. Cukup sholat jumat saja, tidak usah lebih, apalalagi ikut pengajiannya.” Itulah kalimat demi kalimat yang disampaikan pembisik pada saya, lanjutnya, “ketahuilah mas bahwa sebenarnya yang banyak mengikuti pengajian dan sholat di masjid kita bukan orang kampung sini, tetapi dari luar daerah, entah dari mana. Orang kampung justru menjaga jarak karena masjid kita telah dipantau aparat Densus 88. Kalau ada rejeki bolehlah mas membangun mushola baru, yang sederhana saja, agar warga kampung punya pusat spiritual yang baru.” Sampai disini saya tetap diam. Apalah artinya saya yang tidak lagi tinggal di kampung kelahiran. Penghasilan juga tidak seberapa. Toh seandainya saya masih tinggal di kampung halaman pastilah tidak akan bisa berbuat apa-apa, karena saya bukan siapa-siapa. Saya diam. Pembisik diam. Hening. Sore sewarna merah saga turun perlahan, menyapu benderang siang.

xxxxxxxxxxx

Langit tampak suram. Burung-burung menyimpan kicaunya. Ribuan orang berkumpul di masjid. Tua, muda, lelaki, perempuan tampak hadir. Kalangan non muslim juga hadir mengambil posisi di serambi masjid atau di luar. Mereka berkerumun. Berdoa menurut keyakinan masing-masing. Banyak yang menangis tersedu-sedu. Di dekat mimbar tampak sebuah keranda jenazah. Oh, rupanya ada yang meninggal. Orang-orang bergantian melakukan sholat jenazah.

Pada saat seperti itulah dua malaikat datang. Keduanya mencari sahabatnya. Pastilah disaat seperti ini sahabatnya juga berkumpul di masjid, begitu pikirnya. Tetapi dimanakah gerangan ia? Sang malaikat hendak menyampaikan kabar bahwa dua hari lagi Alloh SWT akan menetapkan daftar nama hamba yang diridhoi-Nya. Ini perkara yang sungguh penting sehingga harus segera disampaikan. Tetapi lama mencari, tak jua bertemu. Sebagai malaikat pembuat daftar, memang keduanya tidak diberi kelebihan selain ketelitian mencatat. Sedang keberadaan orang terkadang mereka tidak tahu. Kedua malaikat terus mengedarkan pandang, mencari. Tetapi yang dicari belumlah ketemu.

Sampailah saat ketika orang-orang bangkit, keluar dari masjid, mengusung keranda mayat. Iring-iringan pelayat menyemut menuju kuburan. Pujian dalam berbagai bahasa dan keyakinan menggema memenuhi langit bergaung laksana mantra-mantra. Pengusung keranda bergantian mengangkatnya, nyaris berebut, upaya terakhir untuk menghormati almarhum. Kedua malaikat dengan takzim mengikuti rombongan itu. Sambil terus mencari sahabatnya.

Di pemakaman, ratusan orang telah berkumpul. Kedua malaikat menduga pastilah si mayat orang penting, mungkin bangsawan, pejabat istana, seorang haji atau orang kaya. Ya, pelayat begitu banyak, pastilah ia orang istimewa. Tetapi mengapa sahabatnya tidak tampak. Apakah ia tidak tahu? Ataukah sahabatnya membenci almarhum? Sakitkah? Sedang bepergian keluar kampung? Hmm jangan-jangan si mayat punya dosa khusus sehingga sahabatnya tidak berkenan hadir. Tetapi kedua malaikat ragu karena sahabatnya bukan tipe pendendam.

Jenazah dimasukkan ke liang lahat, ditimbun. Pada bagian akhir prosesi seorang petugas memasang papan nama si mayat : “Telah meninggal dunia Arsyad Sentiko bin Khudori pada Kamis Wage….. Kedua malaikat komat-komat lalu bergegas.

“Wahai malaikat maut mengapa gerangan kau ambil nyawa sahabatku ini, bukankah sebentar lagi Alloh akan menetapkan daftar nama orang-orang yang diridhoi-Nya. Tidakkah layak baginya untuk masuk daftar itu. Tetapi mengapa kau pupus harapannya. Bukankah Arsyad orang baik? Apakah amal ibadahnya tidak cukup? Malaikat maut dengan tenang menjawab “aku tidak dapat menunda jika tugas telah diberikan. Tetapi ketahuilah ini tugas khusus. Karena Alloh ingin segera bertemu salah satu kekasih-Nya, sahabatmu itu.” Malaikat budiman dan harum aroma mengangguk dan tersenyum.

xxxxxxxxxxxxxxx

Malam itu saya susah tidur. Pikiran melayang pada pembisik dan suspect. Sesungguhnya pembisik tidak hanya satu, ada beberapa, semua teman lama. Sebut saja namanya A, B, C dan D. Semua mengatakan serupa, suspect lebih dari enam bulan belum pulang. Para pembisik menaruh harapan pada saya agar bisa mempengaruhi si-suspect supaya kembali ke “jalan yang benar”. Saya ragu. Adakah jalan yang benar itu? Semua kelompok menawarkan jalannya sendiri, terkadang mirip, terkadang berbeda secara ekstrim. “Sebelum balik ke Banda Aceh Mas Eko harus menemuinya, mas orang yang paling dekat dengannya sejak kecil.” Entah karena apa tiba-tiba meluncur kata dari mulut saya : “baiklah.” Lalu saya bingung. Lama. Mengambil kertas dan menuliskan sesuatu…

Siangnya saya ke pasar mencari semangka. Tetapi adik saya menyarankan supaya beli langsung saja dari petani di sawah. Kebetulan saat ini musim panen semangka. Tentu harga akan lebih murah. Tengkulak mengambil keuntungan 80%, sehingga harga di petani tentu lebih murah. Saya pun ke sawah, jauh di luar kampung. Benar, sedang musim panen. Saya berkeliling. Mencari yang cocok selera. Astaga…tetapi, ya mungkin saya salah lihat. Dari jauh saya melihat si-suspect. Dia bekerja sebagai pemanen semangka. Peluh membasahi seluruh raut wajahnya. Masih dalam kondisi terperangah dari arah timur muncul sesosok wanita menggendong bayi. Belum selesai keterkejutan saya si-suspect mengampiri wanita itu. Direngkuhnya bayi mungil, ditimang dan diciumnya. Hanya itu. Lalu wanita itu pulang bersama bayinya. Si-suspect kembali bekerja. Sayapun memberanikan diri mendatanginya. “Assalamu’alaikum”, kataku. Dia kaget, “wa’alaikum salam.” Tanpa saya bertanya dia langsung menjawab “saat ini saya hanya ingin menjadi imam” saya masih belum menangkap maksudnya, “imam yang baik bagi keluarga kecil saya, itulah tugas saya di dunia ini, bukan yang lain.” Saya mulai paham maksudnya. Sebelum pulang saya berikan sepucuk amplop berisi sejumlah uang, cerpen tentang Arsyad Sentiko, dan kutipan hadits Rasul SAW…”Ya Rasul, ada seorang wanita di tempat kami. Ia melakukan ibadah dengan sangat baik. Melakukan shalat dan ia juga puasa. Tetapi ia sering menyakiti hati tetangganya. Bagaimana ya Rasul dengan wanita tersebut?” Rasul SAW menjawab “wahai sahabat, wanita itu dalam neraka (HR.Ahmad, Al Hakim).

Saya hanya ingin menegaskan padanya, mencintai manusia, siapapun ia, juga penting. Jalan Tuhan sesungguhnya juga jalan kemanusiaan. Dengan hati lega saya pamit padanya.

xxxxxxxxx

Setahun berlalu. Selepas subuh HP Eko berbunyi. Terdengar suara adiknya dari seberang, “Mas temanmu ditembak mati polisi di kebun semangka, biar mampus dia.” Sinyal HP putus. Setengah berbisik Eko berdoa “Ya Alloh terimalah taubatnya. Ia kini hanya ingin menjadi imam bagi keluarga kecilnya. Tidak lebih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun