Mei menghias mega mendung
mengharukan awan dan raut muka kelabuku
di pojok pabrik tak bernama, simpuhku kelu:
terkenang darah dan peluh ibu
--
Aku berlari dalam sunyi kata-kata
menghampiri luka yang masih merah itu
--
Derai doa-doaku bercampur gerimis tangis pagi
aku terbakar rindu
kepada senja yang terpotong belati penguasa
entah malam apa ini?
rembulan masih tidur berselimut kabut pekat malam
entah sampai kapan
--
Bangunlah dari tidur panjangmu para wanita
jangan mati bersama mimpi dingin ini
hitam hanya kenangan yang belum kita warnai
dengan kuas emansipasi
: bukankah Kartini...Marsinah...adalah foto kita
yang terbingkai di sisi cermin masa lalu?
--
Kembali aku, laki-laki yang perasa ini, bersimpuh
di nisan sejarah
yang terluka
--
Kubaluri kanvas putih yang menghampar di depan
dengan meminjam tangan lentikmu
dalam dominan warna biru, agar kau tahu
kuhidupkan selalu inspirasimu itu!
(Mayday, 1 May 2015)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H