Mohon tunggu...
Margita Widiyatmaka
Margita Widiyatmaka Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Saya seorang pembelajar. Pembelajar apa saja yang dapat saya jadikan bahan pembelajaran, untuk memahami kehidupan dan memaknainya dengan cara yang baik dan penuh keindahan. Hobi utama saya bertualang dalam dunia nyata maupun maya (internet), menulis maupun mohon saran/tanggapan, menulis puisi atau apa saja yang bisa saya tulis berdasarkan pengalaman dan informasi. Mudah-mudahan puisi/tulisan saya bisa menjadi sesuatu yang bernilai atau bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Seputar Tucuxi dan Tindakan Dahlan

8 Januari 2013   13:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:22 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Lepas dari pro-kontra, membenarkan-menyalahkan terhadap tindakan Dahlan Iskan menabrakkan mobil listrik uji-cobanya, Tucuxi, ke tebing di tanah kelahirannya sendiri, Magetan, Jawa Timur, pada hari Sabtu, 5 januari 2013 sekitar jam 15.00 WIB, mestinya menjadi pembelajaran bagi semua pejabat di negeri kita. Karena secanggih apapun kendaraan yang kita kendarai atau kita bangga-banggakan, tanpa menyadari kelemahan dan segera membenahinya dan juga memahami karakteristik medan jalan yang kita lalui, serta kemampuan adaptasi kita dalam mengemudi di jalan-jalan yang tidak biasa, seperti tanjakan/turunan menuju Sarangan yang memang sejak dulu kita kenal sebagai jalan yang termasuk paling curam di wilayah Jawa Timur, tentu akan sia-sia. Berangkat dari performa/kinerja kendaraan Tucuxi yang menurut Dahlan sangat prima melaju dari arah Solo menuju Tawangmangu (Cemara Sewu), Dahlan barangkali lupa mengurangi gas/kecepatan sampai titik yang terendah pada puncak/awal turunnya ke Sarangan, malah asyik bermain rem sekuat tenaga, sehingga rem sampai berbau "sangit", karena itu pernah saya alami pada saat saya puluhan tahun yang lalu pernah ke telaga Sarangan mengendarai kijang station baru turun dari puncak dengan masuk gigi tiga, sehingga kampas rem pun berbau "sangit". Saya sempat panik, tapi saya mencoba mengerem dengan kesabaran dan menghindari kendaraan di depan saya yang melaju searah. Alhamdulillah, saya sekeluarga selamat sampai ke Telaga Sarangan meski harus mengecek ulang bau sangit pada kampas rem tersebut. Saya kira apa yang disampaikan Roy Suryo, dalam bincang-bincang di Teveone baru-baru ini, dapat kita apresaiasi sebagai sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh seorang Dahlan Iskan. Keputusan beliau untuk menabrakkan Tucuxi ke tebing apakah merupakan tindakan yang brilian patut dipertanyakan. Pertama, dari cara  mengendalikan/mengemudikan Tucuxi,  beliau mestinya mengurangi kecepatan, atau bahkan menghentikan sementara (mungkin sampai 1 jam), kalau sudah terasa pengeremannya semakin dalam, apalagi baunya sangat menyengat, untuk kemudian melanjutkan perjalanannya. Apalagi beliau sudah mengetahui bahwa kelemahan mobil itu pada tidak adanya "box gear". Walau beliau terlalu yakin sistem pengeremannya sudah diperkuat/diperbaiki di Bengkel Kupu-kupu Malam. Kedua, secara administratif, tindakan Dahlan juga menyalahi undang-undang, walau beliau merasa itu bukan suatu kejahatan, tapi  hanya sekedar pelanggaran? Apalagi beliau merasa tindakannya untuk memangkas birokrasi, tanpa memenuhi prosedur administratif uji coba seperti yang dilakukan oleh Jokowi pada Mobil Esemka, dianggap sebagai pelanggaran biasa? Kemudian persoalan nomor kendaraan Tucuxi yang dianggap sepele pun hanya dianggap sebagai asesoris juga mestinya perlu diluruskan, mengingat tempat pemasangan maupun pola/tipe nomornya juga ditempat yang  bisa dipakai sebagai nomor kendaraan bermotor. Yang membuat nomor kendaraan berinisial S, dan yang memesan nomor kendaraan berinisial KKM, juga patut dipersalahkan. Dan menurut Dahlan ia tak tahu soal nomor kendaraannya, karena tim yang menangani? Bahkan dalam pernyataannya, mobil listrik menurut  beliau belum diatur, padahal menurut UU No. 22 tahun 2009, pengertian kendaraan bermotor, mencakup juga e-motor (electric motor).

Sayang, seribu kali sayang, semangat beliau untuk mengembangkan dunia otomotif berbasis hemat energi (mobil listrik) harus berujung kepada kecelekaan atau petaka (untung diruwat d Solo sebelum ia lanjut berangkat, sehingga ia selamat?). Apakah gagasan beliau mewujudkan Tucuxi untuk diuji sendiri secara langsung (disopiri sendiri) dapat dibenarkan? Apakah tidak lebih  baik dalam medan-medan tertentu, beliau cukup duduk di samping sopir penguji yang handal? Sementara sebagai sopir (meski sebagai seorang Menteri) tentu membutuhkan sertifikasi, atau paling tidak SIM tertentu yang benar-benar didapatkan secara prosedural.

Dengan kejadian tersebut, mestinya yang paling mendekati dapat disimpulkan adalah "human error", seperti hasil akhir penelitian KNKT pada kecelakaan pesawat Sukhoi ternyata juga "human error" karena sang pilot tidak menguasai medan, tetapi merasa jam terbangnya tinggi, dan merasa sebagai astronot Rusia yang senior. Mudah-mudahan kebanggaan terhadap mobil yang kita ciptakan akan menjadi rahmat bagi bangsa Indonesia. Yang jelas niat baik untuk mengembangkan mobil listrik, tanpa atau dengan Dahlan Iskan, harus tidak berhenti hanya sampai di Magetan. Kita apresiasi semangat Dahlan Iksan mengembangkan mobil listrik, kita hindari cara-cara beliau yang barangkali dirasakan hanya sebagai pelanggaran prosedural bukan kejahatan!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun