Bantul, bagi masyarakat Indonesia, dan Yogyakarta khususnya, hanyalah merupakan salah satu wilayah kabupaten yang terletak disebelah selatan kota Yogyakarta, yang secara umum "kota"-nya masih kental dengan kedesaannya alias "ndesani". Perkembangan industrinya belum sepesat dan sebesar tetangganya di wilayah Jawa Barat maupun Jawa Tengah. Tetapi mengenai sumberdaya manusianya, terutama dibidang sosial-budaya, menurut Kompasianer, mungkin merupakan salah satu kabupaten potensial di Indonesia. Dengan modal sosial yang konstruktif dan kondusif, Bantul telah berhasil mengatasi dampak gempa tahun 2006 (cepat bangkit dari kehancuran dan keterpurukan). Secara budaya, masyarakat Bantul diuntungkan dengan keberadaan sekolah-sekolah seni seperti ISI (dulu ASRI) di Sewon, maupun SMK (dulu SMSR) di Bugisan, yang notabene siswa maupun mahasiswanya berasal dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Bantul juga merupakan kawah "candradimuka" (tempat penggemblengan) para seniman yang pada akhirnya mereka mampu "go nasional" maupun "go internasional". W.S. RENDRA be sar dan membesarkan Bengkel Teater-nya salah satunya bermula dari Pantai Parangtritis dan sekitarnya. Bantul (Pleret, Kerta) juga pernah menjadi pusat kerajaan Mataram (Islam). Di Imogiri, salah satu wilayah Bantul, terdapat makam raja-raja Yogyakarta dan Surakarta, termasuk Sultan Agung. Di wilayah Bantul tumbuh komunitas-komunitas seni berbagai bidang secara swadaya. Keberadaan berbagai komunitas tersebut didukung oleh padepokan-padepokan tari, sanggar-sanggar kesenian, rumah-rumah budaya seperti Rumah Budaya Tembi, serta Rumah Budaya EAN (Emha Ainun Najib). Pendek kata, Bantul merupakan tempat persemaian bagi tumbuh-kembangnya kegiatan sosial-budaya, termasuk kiprah para penyair yang pernah bersentuhan dengan Bantul.
Untuk membaca Bantul, Pemda Bantul bersama Pekerja Budaya Bantul yang dimotori Ons Untoro, Budhi Wiryawan, dan Umi Kulsum, pada Sabtu malam, 6 September 2014 bertempat di Pendopo Parasamya Kabupaten Bantul, telah melaunching "Parangtritis" - Antologi Puisi 55 Penyair Membaca Bantul. Launching ini sekaligus menjadi kado Hari Jadi Kabupaten Bantul ke-183, 20 Juli 2014. Ke-55 penyair yang berpartisipasi, terseleksi, dan memenuhi kriteria dari editor/kurator (antara lain bertema "Segala Segi Mengenai Bantul" dengan tahun penciptaan antara tahun 2000 s.d. 2014) adalah :
1. Abdul Wachid Bs.                      29. Muhammad Fuad Riyadi
2. Adjie S. Mukhsin                                           30. Mustofa W. Hasyim
3. Anes Prabu Sadjarwo                                  31. Ons Untoro
4. Ardi Susanti                                                    32. Otto Sukatno Cr
5. Bambang Darto                                              33. Pritt Timothy Prodjosoemantri
6. Bambang Nugroho                                        34. Purwadmadi
7. Budhi Wiryawan                                             35. Raudal Tanjung Banua
8. Daru Maheldaswara                                       36. Rina Ratih
9. Dedet Setiadi                                                    37. Rismudji Rahardjo
10. Dharmadi                                                        38. S. Arimba
11. Dimaz Indiana                                                 39. Sashmytha
12. Dwi Ningsih                                                      40. Satmoko Budi Santoso
13. Eko Nuryono                                                    41. Selsa
14. Genthong Hsa                                                   42. Sigit Sugito
15. Hari Palguna                                                     43. Slamet Riyadi Sabrawi
16. Hazwan Iskandar Jaya                                  44. S.P. Budi Santosa
17. Iman Budhi Santosa                                       45. Sri Wintala Achmad
18. Indra Tranggono                                              46. Sudharmono
19. Joko Pinurbo                                                     47. Sumanang Tirtasujana
20. Krisbudiman                                                      48. Sutirman Eka Ardhana
21. Krishna Miharja                                                49. Syam Chandra Manthiek
22. Landung Simatupang                                    50. Syamsu Setia
23. Latief Noor Rochman                                    51. Tedi Kusyairi
24. Latief S. Nugraha                                              52. Teguh Ranusastra Asmara
25. Margita                                                                 53. Umi Kulsum A. Elwa
28. Matroni Muserang                                           54. Wadie Maharief
55. Zahroh Al Khusna
Kita apresiasi acara-acara semacam itu dengan tetap mengkritisi kualitas penyampaian kata para penyair.
Kalau Surabaya memplokamirkan diri sebagai "Kota Pahlawan"; sedangkan Yogyakarta, Surakarta, dan Jakarta, berebut memplokamirkan diri sebagai "Kota Budaya", lalu pantaskah Bantul memplokamirkan diri sebagai Kabupaten Penyair Indonesia? Sejarah akan terus kita ukir dan arah bersama menjadi sesuatu yang indah dan bermakna. Insya Allah, kita akan jadi orang yang ber-Tuhan dan berguna.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H