Mohon tunggu...
margie suryanatha
margie suryanatha Mohon Tunggu... Editor - mahasiswa

Mahasiswa D-IV Teknologi Radiologi Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Organisasi Mahasiswa Toxic dalam Lingkungan Kampus

28 Mei 2024   08:00 Diperbarui: 28 Mei 2024   08:26 1006
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kampus adalah lingkungan pendidikan yang berperan penting dalam pengembangan keterampilan mahasiswa, baik akademik maupun non-akademik. Di luar ruang kelas, kampus menyediakan berbagai kesempatan bagi mahasiswanya untuk berorganisasi. Melalui organisasi kampus, mahasiswa dapat mengasah soft skill yang sangat berharga, seperti kepemimpinan, kerja sama tim, dan komunikasi. Selain itu, organisasi juga menjadi sarana ideal untuk memperluas jaringan pertemanan dan profesional. Berpartisipasi dalam organisasi kampus tidak hanya memperkaya pengalaman belajar, tetapi juga membuka pintu bagi relasi yang luas dan peluang karir di masa depan. Dengan demikian, keterlibatan dalam organisasi kampus adalah investasi penting bagi pengembangan diri dan kesuksesan mahasiswa.

Namun dalam prakteknya beberapa organisasi kampus menunjukan tanda-tanda tidak sehat dan berdampak negatif bagi mahasiswa. toksisitas dalam organisasi sering kali muncul dalam bentuk kepemimpinan yang otoriter, kurangnya komunikasi yang transparan, serta adanya favoritisme dan diskriminasi. Ketidakadilan dalam pembagian tugas dan tanggung jawab juga dapat menciptakan tekanan yang berlebihan pada beberapa anggota, sementara yang lain mungkin merasa diabaikan. Kondisi ini tidak hanya merusak dinamika tim, tetapi juga menurunkan motivasi dan kesehatan mental mahasiswa yang terlibat. Akibatnya, alih-alih menjadi wadah untuk pengembangan diri dan jaringan sosial, organisasi yang tidak sehat dapat menimbulkan stress, konflik internal, dan penurunan kinerja akademik maupun non-akademik para anggotanya.

Lingkungan organisasi yang toksik dapat membawa dampak buruk bagi mahasiswa dan organisasi itu sendiri. Mahasiswa yang terjebak dalam lingkungan seperti ini sering mengalami penurunan kesehatan mental, seperti stres, kecemasan, dan depresi. Selain itu, mereka juga mungkin merasa kehilangan motivasi untuk berkontribusi dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan organisasi, yang berujung pada penurunan produktivitas. Organisasi yang toksik juga rentan terhadap konflik internal yang berkepanjangan, yang tidak hanya merusak hubungan antaranggota tetapi juga menghambat pencapaian tujuan organisasi. Pada akhirnya, reputasi organisasi tersebut bisa tercoreng di mata mahasiswa lain dan pihak kampus, membuatnya sulit untuk merekrut anggota baru atau mendapatkan dukungan.

Lingkungan organisasi mahasiswa yang toksik dapat secara signifikan menurunkan kemampuan akademik anggotanya. Ketika mahasiswa terjebak dalam organisasi yang tidak sehat, mereka sering kali menghadapi tekanan dan beban kerja yang berlebihan, serta konflik internal yang berlarut-larut. Situasi ini apabila tidak dapat menyeimbangkannya maka dapat menguras energi dan waktu yang seharusnya digunakan untuk belajar dan mengerjakan tugas-tugas akademik. Akibatnya, konsentrasi dan fokus mahasiswa terhadap studi mereka menurun, menyebabkan penurunan kualitas hasil akademik. Stres dan kecemasan yang berkepanjangan juga dapat mengganggu pola tidur dan kesehatan mental, yang secara langsung berdampak pada kemampuan mereka untuk berpikir jernih dan produktif di kelas. Lebih parah lagi, mahasiswa yang merasa tidak didukung dalam organisasi mereka mungkin kehilangan motivasi untuk berprestasi, baik dalam kegiatan organisasi maupun akademik, mengakibatkan penurunan nilai dan kinerja secara keseluruhan

Untuk mengatasi dan mencegah lingkungan organisasi yang toksik, diperlukan beberapa strategi yang efektif. Pertama, meningkatkan kualitas kepemimpinan dengan memberikan pelatihan kepemimpinan yang menekankan empati, transparansi, dan inklusivitas. Pemimpin yang baik harus mampu mendengarkan anggotanya, memberikan arahan yang jelas, dan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk kolaborasi. Kedua, memperbaiki komunikasi internal dengan menyediakan saluran komunikasi yang terbuka dan transparan. Pertemuan rutin, diskusi terbuka, dan umpan balik konstruktif sangat penting untuk memastikan setiap anggota merasa didengar dan dihargai.

Ketiga, membangun budaya penghargaan dan apresiasi. Menghargai kontribusi setiap anggota secara adil dapat meningkatkan motivasi dan rasa kepemilikan terhadap organisasi. Selain itu, penting untuk mencegah klik dan favoritisme dengan mendorong inklusivitas dan kerjasama di antara semua anggota. Kegiatan yang memperkuat ikatan sosial dan menghilangkan batasan antar kelompok dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih harmonis. Terakhir, mengatur beban kerja dengan adil dan realistis. Pembagian tugas yang seimbang dan evaluasi rutin mengenai beban kerja dapat membantu mengurangi tekanan dan memastikan bahwa setiap anggota merasa mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkontribusi.

Organisasi kampus memiliki peran penting dalam pengembangan soft skill dan jaringan sosial mahasiswa. Namun, penting bagi organisasi tersebut untuk menjaga lingkungan yang sehat dan mendukung. Dengan mengatasi tanda-tanda toksisitas dan menerapkan strategi yang tepat, organisasi kampus dapat menjadi tempat yang positif dan bermanfaat bagi semua anggotanya. Upaya ini tidak hanya akan meningkatkan kesejahteraan mahasiswa, tetapi juga memastikan bahwa organisasi dapat mencapai tujuannya dengan efektif dan berkontribusi pada pengembangan komunitas kampus yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun