Mohon tunggu...
Margareza Dwi Wahyuni
Margareza Dwi Wahyuni Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis

Jangan pernah berhenti berkarya. Karena berhenti berkarya adalah berhenti bernapas.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ekplorasi Budaya Tari Lelaki dan Perempuan di Desa Penari Magelang Jawa Tenagah

19 Juni 2024   20:42 Diperbarui: 19 Juni 2024   20:58 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tari merupakan seni gerak yang mengandung ungkapan ekspresi jiwa dan hasilnya adalah unsur keindahan yang bisa dinikmati mata atau sebagai hiburan. Umumnya masyarakat mengetahui bahwa tari sangat mengedepankan gerak tubuh yang indah. Oleh karena itu, tari didominasi oleh kaum Perempuan. Jika membahas tentang tari, pelaku yang akan di notice mayoritas Perempuan. Tak heran jika banyak Perempuan yang menggemari tari. Namun dengan adanya hal itu, tidak bisa dikatakan bahwa tari adalah milik Perempuan. Tari diciptakan tidak hanya untuk satu gender melainkan semua yang tertarik boleh mencobanya. Setiap gerak tubuh dan aktivitas sehari-hari bisa dijadikan referensi sebuah tarian.

Tari adalah kesenian yang populer sejak dulu hingga saat ini. Seiring berkembangnya teknologi dan mengikuti kemajuan zaman, pagelaran atau pementasan tari sudah jarang ditemui jika tidak di tempat berbau kebudayaan. Budaya adalah hal yang seharusnya dirawat dan dilestarikan. Bahkan budaya harus diwariskan kepada anak cucu atau generasi selanjutnya sebagai penerus. Alasannya adalah agar budaya dan tradisi tetap terjaga dan tidak hilang ditelan zaman. Oleh karena itu, tari harus diteruskan kepada kaum muda sebagai pewaris budaya. Bukan hanya mengerti tentang tari tapi juga harus bisa menari khususnya tari asal daerahnya masing-masing. Di zaman sekarang orang-orang mungkin tau apa itu tari tapi untuk menari atau mencoba gerak tari sudah jarang anak muda yang bisa. Hanya beberapa penggiat tari saja dan itu tidak banyak. Senior atau sesepuh yang paham menari atau tarian sudah tidak bisa dibilang muda lagi. Oleh karena itu, generasi mudalah yang seharusnya belajar dan mempelajari tentang kesenian tari.

Alasan-alasan pewarisan budaya mungkin bisa diterima dan dianggap realistis di era saat ini. Tetapi berbeda dengan salah satu desa penari di Provinsi Jawa Tengah yang dimana mulai dari anak-anak hingga dewasa bahkan lansia bisa menari semua dan tidak memandang gender. Baik itu laki-laki maupun perempuan, tari adalah makanan sehari-hari. Sayangnya, mereka tidak mengeksplor kegiatannya di media sosial dan tradisi di desa penari tersebut hanya di salurkan kepada antar generasi di lingkungannya. Julukan desa penari tersebut diberikan pada Dusun Tutup Ngisor Desa Sumber Kecamatan Dukun Kabubapten Magelang Provinsi Jawa Tengah. Sejak kecil,  penduduk asli sana sudah membranding anak-anaknya untuk bisa menari. Menurut Bapak Bambang seorang tokoh masyarakat yang berpengaruh, bahwa kegiatan tari di dusun Tutup Ngisor biasanya diselenggarakan di Padepokan Seni Tjipta Boedaja, padepokan yang sudah didirikan sejak tahun 1937. Padepokan tersebut adalah tempat berkumpulnya masyarak umum, baik setempat maupun luar jika ada kegiatan kebudayaan. Selain orang lokal, yang sering mengunjungi padepokan tersebut juga dari luar negeri. Tujuannya adalah bentuk kunjungan ke tempat berbudaya. Kebudayaan dan kesenian yang ditampilkan bukan hanya tari tetapi wayang orang juga.

Kegiatan di dusun Tutup Ngisor yang menggunakan Padepokan Seni Tjipta Boedaja salah satunya adalah pada saat malam bulan Suro, Peringatan Maulid Nabi, dan Metik Dusun yang dikemas dalam bentuk tari. Selain itu beberapa kegiatan di hari besar seperti lebaran juga di lakukan dengan adanya pertunjukan tari. Yang diutamakan dalam kegiatan kesenian di Desa Penari ini adalah pementasan tari dari masyarakat mulai dari anak-anak, orang tua laki-laki dan perempuan, dan sesepuh di desa tersebut. Ditengah zaman modern yang dimana banyak anak muda kurang meminati budaya atau tradisi terdahulu, disisi lain masyarakat Dusun Tutup Ngisor Desa Sumber Kecamatan Dukun Kabubapten Magelang sangat mengedepankan budaya tari dan kesenian lainnya. Oleh karena itu, desa mereka dijuluki Desa Penari. Hal ini yang menjadikan warganya kompak di setiap kegiatan yang dilakukan. Selain itu pengurus kegiatan di padepokan setempat adalah masih ada hubungan kerabat. Artinya keluarga yang bersangkutan masih mewariskan budaya yang ada sampai generasi berikutnya.

Pak Bambang Santoso (68 tahun) selaku cucu dari pendiri Padepokan Seni Tjipta Boedaja juga mengungkapkan titipan dari kakeknya yang perlu disampaikan ke anak cucunya bahwa 'urip ojo ninggalake seni' artinya hidup jangan meninggalkan seni. Seni apapun itu jika kita masih bernapas harus melestarikan kesenian yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun