2. Pelecehan lisan termasuk ucapan verbal/ komentar yang tidak diinginkan tentang kehidupan pribadi atau bagian tubuh atau penampilan seseorang, lelucon dan komentar bernada seksual
3. Pelecehan isyarat termasuk bahasa tubuh dan atau gerakan tubuh bernada seksual, kerlingan yang dilakukan berulang-ulang, isyarat dengan jari, dan menjilat bibir
4. Pelecehan tertulis atau gambar termasuk menampilkan bahan pornografi, gambar, screensaver atau poster seksual, atau pelecehan lewat email dan moda komunikasi elektronik lainnya
5. Pelecehan psikologis/emosional terdiri atas permintaan-permintaan dan ajakan-ajakan yang terus- menerus dan tidak diinginkan, ajakan kencan yang tidak diharapkan, penghinaan atau celaan yang bersifat seksual.
Pelecehan seksual pada tenaga kerja perempuan
Komnas Perempuan pada tahun 2012 menemukan terdapat 216.156 kasus kekerasan seksual di Indonesia; di antaranya diterima oleh tenaga kerja wanita sebanyak 2.521 kasus (Priharseno, 2013). Kasus pelecehan seksual di tempat kerja yang paling sering dialami tenaga kerja perempuan berada di dalam pabrik yang dilakukan oleh atasan mereka, atau rekan kerja laki-laki (Priharseno, 2013).Â
Salah satu ancaman yang digunakan oleh pelaku adalah kontrak kerjanya tidak akan diperpanjang jika tidak mau memenuhi permintaan seksual atasannya (Priharseno, 2013). Tidak hanya itu, para tenaga kerja juga dapat menjadi obyek pelecehan seksual di luar pabrik, seperti: ketika para tenaga kerja itu pulang pada malam hari karena lembur dan kantor tidak menyediakan transportasi yang aman sehingga rentan terkena pemerkosaan (Priharseno, 2013).
Pelecehan seksual yang terjadi pada tenaga kerja perempuan beragam modusnya, mulai dari pelecehan fisik yang mengarah ke perbuatan seksual (seperti mencium, mencubit, menepuk dan lain-lain), pelecehan secara lisan, pelecehan isyarat (seperti: bahasa tubuh yang mengarah hubungan seksual), pelecehan tertulis atau gambar porno, serta pelecehan psikologis misalnya ajakan berhubungan seksual secara terus menerus dan tidak diinginkan (Herdiyani, 2013).
Banyak tenaga kerja perempuan belum memahami bahwa pelecehan seksual adalah salah satu bentuk dari kekerasan terhadap perempuan (Herdiyani, 2013). Tenaga kerja perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual biasanya merasa terhina, malu dan takut melapor.Â
Pada beberapa kasus, jika ia memutuskan untuk melapor, bisa jadi malah mendapatkan berbagai bentuk intimidasi bahkan ancaman dipecat oleh atasan dan pihak perusahaan karena dianggap merusak nama baik perusahaan (Herdiyani, 2013).
Pelecehan seksual pada tenaga kerja laki-laki
Pelecehan seksual tidak memandang jenis kelamin. Laki-laki juga bisa mendapatkan pelecehan seksual baik oleh sesama laki-laki maupun pelaku perempuan. Survey oleh Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) menemukan ada sekitar 11% laki-laki dari 62.224 responden mengaku pernah mengalami pelecehan seksual (Pusparisa, 2019).
Namun, beban korban pelecehan seksual laki-laki mendapatkan stigma yang lebih berat. Sering kali, mereka tidak dipercaya telah mengalami pelecehan seksual. Pada masyarakat seksis dan konservatif, laki-laki dianggap harus kuat dan tidak mungkin dilecehkan, kalau sampai dilecehkan artinya dia "bukan laki-laki sejati". Akibatnya, setelah mengalami pelecehan seksual, korban justru malu mengakui kejadian yang dialaminya, karena sulit menerima mengapa dia sebagai laki-laki bisa menjadi korban pelecehan seksual.Â