Akhir-akhir ini saya sering tercekat melihat fenomena dimana orang tega menyakiti orang lain dengan alasan nilai moral dan keyakinan yang dianutnya. "Dalam keyakinan saya, mereka harus dihukum karena telah salah melanggar aturan, kebenaran harus ditegakkan!" dengan lantang berteriak.Â
Pihak yang "dihukum" juga berteriak "Apa salah kami? Mengapa kalian kalian jahat pada kami?" Di antara mereka, banyak orang memilih menjadi penonton bingung dan pasif, "Apakah yang benar yang harus saya lakukan? Manakah yang benar?". Masyarakat kita terpecah-pecah dalam mencari moralitas.Â
Ini adalah tantangan besar yang sedang dihadapi bangsa Indonesia. Hal ini membuat saya bertanya, dari mana asal moralitas sehingga kita tahu mana benar dan salah? Apakah ada hubungan antara moralitas dan kejahatan?Â
Tulisan ini akan menguraikan beberapa pandangan saya terkait moralitas dan apa yang bisa dilakukan untuk mengelola kebaikan serta mencegah kejahatan. Menurut saya, tidak cukup hanya menalar moralitas, tapi juga sangat penting mengasah emosi moral, agar kita terhindar melakukan kejahatan atas nama moralitas.
Apakah moralitas?
Secara umum, moralitas diartikan sebagai prinsip yang memandu manusia dalam membedakan benar dan salah, atau perilaku baik dan jahat. Moralitas dari Bahasa Latin "moralitas" yang berarti karakter, sikap dan perilaku yang benar.Â
Moralitas dibedakan dari imoral (immorality) yang berarti perilaku menentang moralitas secara aktif; dan juga berbeda dari amoral (amorality) yang berarti ketidaktahuan atau penolakan terhadap suatu nilai/standar moralitas. Baik imoral dan amoral bisa menjadi dasar munculnya kejahatan.
Dalam kajian psikologi, filsafat dan etika, banyak muncul perdebatan tentang arti moralitas, sehingga sulit menemukan konsensus definisi moralitas. Menurut Jonathan Haidt, moralitas adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penekanan keinginan diri dalam rangka memunculkan kerjasama.
Penalaran moral: Etika normatif berdasarkan konsekuensi dan batasan perilaku
Dalam melakukan perilaku moral, manusia biasanya menggunakan berpikir atau menalar tindakannya. Secara umum, ada dua cara penalaran moral dalam perspektif etika normatif: berpikir tentang konsekuensi dan berpikir tentang batasan perilaku.
Penalaran etika normatif pertama adalah kita berbuat baik karena akan menghasilkan kebaikan dan manfaat pada orang yang lebih luas (pendekatan konsekuensi atau utilitarian). Salah satu tokohnya Jeremy Bentham. Maka sebelum membuat perilaku moral, manusia harus mempertimbangkan apa dampak tindakan pada orang lain secara meluas, bukan hanya pada diri sendiri (the happiness for the greatest number).Â