Psikologi forensik dapat membantu untuk menyelidiki penyebab kematian yang diduga bunuh diri, yaitu dengan melakukan Otopsi Psikologis (psychological autopsy).Â
Apa otopsi psikologis?
Otopsi psikologis adalah metode ilmiah yang dilakukan untuk memahami penyebab kematian yang diduga "bunuh diri". Otopsi psikologis dilakukan oleh ahli perilaku/psikologi/psikiatri forensik dengan mengumpulkan data riwayat (retrospective information) tentang korban yang diduga meninggal bunuh diri.
Data riwayat diambil dari keluarga, kerabat atau orang terdekatnya, juga dari klinisi/ahli medis yang memberikan perawatan di masa terakhir hidup seseorang. Tujuan otopsi psikologis adalah untuk mendapatkan gambaran situasi hidup, kepribadian, kondisi kesehatan mental dan layanan kesehatan yang pernah diakses korban sebelum akhir hidupnya.
Otopsi psikologis telah dijadikan standar pemeriksaan dalam kasus kematian tiba-tiba yang diduga disebabkan bunuh diri di berbagai negara, seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia, New Zealand, Israel, Taiwan, India dan negara-negara di Eropa.
Harapannya, dengan pemeriksaan otopsi psikologis, dapat diketahui apa dan bagaimana sehingga seseorang memutuskan mengakhiri hidupnya sendiri.
Sejarahnya, upaya memahami bunuh diri sudah dilakukan di Paris tahun 1920-an dan di New York tahun 1930-an, dimana penelitian dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang korban bunuh diri dari berbagai sumber (Isometsa, 2001). Otopsi psikologis mulai masuk dalam proses penyelidikan secara sistematis pertama kali tahun 1956-1957, dalam rangka memahami penyebab 134 kasus bunuh diri di St. Louis, Amerika Serikat.
Sejak saat itu, prosedur otopsi psikologis mulai digunakan untuk menentukan apakah korban meninggal karena bunuh diri atau karena sebab lainnya (misalkan: pembunuhan yang terkesan bunuh diri, atau kecelakaan).
Secara umum, hasil otopsi psikologis dinilai dapat membantu untuk memahami mengapa seseorang melakukan bunuh diri.
Prosedur otopsi psikologis
Secara umum otopsi psikologis memiliki dua prosedur utama:
1. Interview mendalam pada keluarga/kerabat/orang terdekat dari korban.
2. Mengumpulkan informasi/riwayat medis, psikologis, psikiatrik dan semua informasi yang dianggap penting untuk menjelaskan riwayat hidup korban.
Interview dengan keluarga dan orang terdekat biasanya akan dilakukan setelah mendapatkan persetujuan keluarga.
Proses interview akan dipandu dengan standar wawancara klinis yang bertujuan untuk: 1) memahami pola perilaku dan keseharian korban; 2) faktor situasi relasi korban dengan keluarga/orang terdekatnya; 3) apakah terjadi penggunaan zat adiktif/alkohol; 4) apakah pernah ada upaya bunuh diri dan mencari bantuan sebelumnya, atau pernah mengkomunikasikan ide mengakhiri hidup; dan 5) apakah ada kejadian penting atau stress sebelum kematiannya.
Penting dipahami bahwa wawancara ini harus dilakukan dengan orang yang sungguh memahami korban, misalkan pacar/pasangan atau teman dekat. Tidak selalu keluarga inti akan memahami korban secara mendalam.