Di matanya yang ceria, ayahku, pahlawanku, penaung di bawah langit biru dalam dunia yang penuh warna.
Matamu bersinar, menunjukkan kehangatan kasih yang tulus.
Meskipun kadang-kadang keras kepala, kusadari bahwa itu adalah cinta yang benar.
Dari pagi hingga malam, ayahku, batu karang yang kuat, mengajarkanku tentang kehidupan.
Saat saya mengatakan, "Aku bisa sendiri", Anda tertawa dengan kesabaran dan berkata, "Tapi kita melakukannya bersama."
Anda selalu ada, menopang dalam diam, meskipun kadang-kadang aku selalu diam jika tersulut amarahku membuat Anda terdiam.
Aku tahu bahwa saya kadang-kadang seperti angin yang tidak dapat dikontrol, tetapi engkau, Ayah, adalah pilar dalam badai dan pelindung yang tak terkalahkan.
Keras kepala ini, yang berasal dari darah yang kita bagikan, dan sebagian karakteristik yang kita warisi, merupakan bukti bahwa kita adalah satu sama lain.
Meskipun perdebatan kita sering terjadi seperti badai, Anda tetap menjadi yang paling terang pada akhirnya.
Terima kasih atas nasihat dan senyuman Anda, ayah. Anda telah mengajarkan saya arti sebenarnya dari kata "rumah".
Ayah, engkau kekasih terbaik dan pelindung sepanjang masa, dalam pelukanmu aku menemukan kehangatan yang abadi.
Dari anakmu yang keras kepala.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H