Mohon tunggu...
Margareta Siska
Margareta Siska Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas PGRI Kanjuruhan Malang

Telan lah egomu, sebelum ego menelanmu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Analisis gaya bahasa pada puisi "Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro?"

19 Mei 2023   13:39 Diperbarui: 23 Mei 2023   08:45 672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa yang tidak kenal dengan Sapardi Djoko Damono, beliau adalah seorang pujangga sekaligus sastrawan Indonesia yang karya-karyanya banyak dinikmati para pencinta sastra hingga saat ini. Salah satu novel karyanya yang berjudul Hujan Bulan Juni sempat dijadikan film bahkan buku trilogi puisi pada tahun 2017, selain itu masih banyak karya berupa puisi dengan sajak yang indah. 

Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro? merupakan kumpulan puisi Sapardi Djoko Damono yang diterbitkan pada tahun 2017 oleh PT Gramedia utama. Berbeda dengan sajak-sajak ciptaan beliau lainnya, puisi ini berisi dua belas sajak yang panjang dan menyerupai prosa dengan bahasa yang mengandung diksi-diksi indah. 

Yang menarik dari kumpulan puisi ini adalah berbentuk narasi atau puisi cerita dan terdapat banyak ayat, mulai ayat 1 sampai 24 yang disebut surah penghujan. Den Sastro sendiri menjadi tokoh yang dibahas dalam puisi ini, namun belum diketahui dengan jelas siapakah sebenarnya Den Sastro dan mengapa Pak Sapardi memakai nama tersebut sebagai tokoh dalam judul puisinya. 

Keunikan puisi ini juga terdapat pada setiap kata yang memiliki makna sangat dalam sehingga sulit untuk ditafsirkan bagi sebagian orang. Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro? ditulis oleh SDD (singkatan yang kerap dipanggil untuk sang pujangga) sebagai wujud dari kekesalannya terhadap media masa dalam menyampaikan berita yang menggunakan kata-kata tabu pada masa itu seperti "tewas", "senjata", "organ tubuh penting". Itulah yang membuat penulis meluapkan emosinya melalui kumpulan puisi ini.

Terlepas dari itu, puisi ini memiliki keindahannya sendiri, setiap sajak memiliki makna yang mendalam seperti pada penggalan bait "Angin yang bergeser dari musim ke musim, dari cuaca ke cuca, tak pernah lupa meletakkan daun tua ditebing sungai". Maksud dari bait ini adalah ingatan seseorang yang masih kuat tentang sesuatu dari masa ke masa. 

Terdapat gaya bahasa seperti makna kiasan atau majas berupa personifikasi dalam kumpulan puisi ini, majas personifaksi sendiri adalah gaya bahasa berbentuk perbandingan yang mengubah benda mati seolah-oleh hidup layaknya manusia. Adapun beberapa majas personifikasi dalam kumpulan puisi ini seperti pada bait "Sudah sejak lama cahaya pagi yang kaki-kakinya telanjang tidak pernah lagi menyapamu selamat pagi, ia hanya berjalan-jalan di depan rumahmu, tak dipahaminya timbulan huruf itu" pada kutipan tulisan cahaya pagi merupakan kata benda namun seolah-oleh memiliki kaki untuk berjalan, nampak pada tulisan kaki-kakinya telanjang dan ia hanya berjalan-jalan. Selanjutnya pada bait "Rabu dan sabtu mendesau masuk lewat celah pintu dan terjebak dalam rumah kita".

Rabu dan sabtu merupakan kata benda kategori benda mati yang menunjukan hari, sedangkan masuk dan terjebak adalah kata kerja yang hanya bisa dilakukan oleh benda hidup. Pada bait "Tampak angin selalu menyibak rambutmu terlebih dahulu  sebelum meletakkan daun tua itu di sana" juga menggunakan majas personifikasi. Angin adalah benda mati dan menyibak adalah kata kerja yang artinya memisahkan, disini penulis membuat angin seolah-olah hidup dan memisahkan rambut. "Ia sama dengan gerincing uang logam nenekmu yang suka menyanyikan dongeng-dongeng yang kau hapal", bait ini juga mengandung majas personifikasi dimana penulis seolah-olah membuat gerincing uang logam yang merupakan benda mati menjadi hidup dengan bisa menyanyikan dongeng-dongeng.

Selain menggunakan makna kiasan atau majas personifikasi, kumpulan puisi ini juga menggunakan majas metafora, majas metofora adalah gaya bahasa yang menggunakan perumpaan yang bukan arti atau makna sebenarnya. Majas metafora tersebut terletak pada bait "mengapa menggigil tiba-tiba, kau berhenti di lampu merah waktu gadis kecil itu bernyanyi dibalik jendela" penulis menggunakan perumpaan pada kata "mengapa menggil tiba-tba" makna sesungguhnya dari kata ini adalah kondisi dimana seseorang mengalami perasaan panik atau tidak tenang. Selain penggunaan majas personifikasi dan majas metafora, puisi ini juga mengandung diksi yang indah salah satunya adalah diksi konotasi. Diksi tersebut terletak pada bait "Kau juga membayangkan gang-gang buntu dan gapura yang tidak pernah ada penjaganya, tapi yang tak pernah bisa kau buka daunnya". Kata "daunnya" mengandung makna konotasi yang berarti pintu atau gerbang. Demikian ulasan singkat tentang analisis gaya bahasa yang terkandung dalam kumpulan puisi berjudul Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro? karya Sapardi Djoko Damono.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun