Mohon tunggu...
Maria Margan
Maria Margan Mohon Tunggu... Lainnya - Sekedar belajar menulis.

Live like a Dandelion. Never give up and always hope for everything in all circumstances.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Diary Incovid Part-5 (Ruang Isolasi)

17 Desember 2020   21:56 Diperbarui: 17 Desember 2020   22:20 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung Pavilyun RSSA Malang yang dikhususkan untuk perawatan pasien Incoivd (sumber foto dari: mmc.tirto.id/rssa)

Tiba di rumah saya segera mandi, beristirahat dan minum obat. Bagaimana pun juga saya tidak boleh sakit. Setiap hari saya juga tetap konsumsi multivitamin agar tetap sehat. Dan berusaha makan teratur. Meskipun saat itu nafsu makan saya mulai turun karena tenggorokan saya mulai sakit.

Jumat, 04 Desember 2020

Pagi hari kami bangun seperti biasa, saya dan papa bersiap untuk kembali ke RS. Dan hari itu papa saya memutuskan untuk berangkat lebih pagi ke RS, supaya bisa menyuapi mama sarapan pagi.

Sebenarnya hari itu saya merasa tubuh saya sedang dalam kondisi yang kurang sehat. Tetapi saya tetap bersiap untuk menyusul papa saya di RS, untuk menemani beliau merawat mama selama di UGD.

Sekitar pukul 08.30, telepon saya berdering. Telepon dari dokter Reizal yang mengabarkan bahwa hasil tes PCR/ Swab mama saya positif Covid-19. Dan karena itu mama harus segera dipindahkan ke ruang isolasi. Meskipun kami sebenarnya sudah menduga hasil tes tersebut, dan sudah mempersiapkan mental. Namun tetap saja ketika hal itu dipastikan oleh dokter yang merawat mama, saya pribadi merasa shock.

Segera saya berangkat ke RS, dan minta dokter mau memberi penundaan waktu supaya saya bisa bertemu mama saya dulu sebelum beliau dipindahkan ke ruang isolasi Incovid. Setelah tiba di UGD RS, saya segera ke ruang mama saya di rawat. Kemudian saya bicara sebentar dengan beliau.

Saya gantikan pakaian mama dan popoknya dengan yang bersih. Kemudian pelan-pelan saya bicara dengan mama bahwa beliau segera dipindahkan ke ruang perawatan isolasi. Dan kami keluarga tidak bisa menjaga, merawat atau menengok beliau langsung. Untuk sementara kami hanya bisa berkomunikasi dan bertemu lewat telepon saja. Saya juga berusaha menguatkan beliau bahwa ini hanya proses yang harus dilewati untuk kesembuhan mama. Dan mama tidak sendirian, ada keluarga yang selalu suport dan berdoa untuk kesembuhan mama.

Saat itu mama seperti bisa menerima dan minta segera dipindahkan dari ruang UGD, yang memang keadaan di ruang tersebut sangat mengkhawatirkan kalau menurut saya.

Setelah itu kami menunggu adik saya datang dari luar kota, agar bisa bertemu dengan mama sebelum beliau dipindahkan. Jujur perasaan kami sebagai keluarga yang salah satu anggota keluarganya divonis positif Covid-19. Dan harus dirawat sesuai protokol yang berlaku. Keadaan ini seperti saat yang mungkin saja adalah saat terakhir kami akan bertemu muka dengan muka dengan mama. Bisa saja ini akan jadi saat terakhir kami bisa menyentuh dan menyapa beliau langsung. Tapi kami juga berharap proses ini bisa menyembuhkan mama dan bisa berkumpul kembali dengan kami dalam keadaan sehat.

Akhirnya adik kami datang, dan menemui mama sebentar. Tepat pukul 12.30 WIB mama dipindahkan di ruang perawatan isolasi Incovid RSSA. Kami sedih tetapi juga berharap mama bisa menyesuaikan diri. Dan bisa tetap melalui prosesnya dengan semangat dan berserah pada Tuhan.

Ada sebuah perdebatan antara saya dengan dokter saat mama dinyatakan positif Covid-19. Karena saat saya meminta untuk diperlihatkan hasil Lab yang menegakkan diagnosa tersebut. Dokter sempat menolak, dengan alasan hanya pasien yang berhak mengetahuinya. Tetapi kami sebagai keluarga yang juga bertanda tangan dan bertindak sebagai penanggung jawab pasien juga merasa berhak untuk boleh melihatnya. Dengan sedikit perdebatan, dokter menyatakan akan memperlihatkan hasilnya, dengan catatan hanya pada orang yang terdekat. Dan orang tersebut akan bertanggung jawab secara hukum apabila ada kejadian penyalahgunaan catatan rekam medis hasil tes PCR tersebut. Tetapi saya tetap setuju, meski sebenarnya saya hanya orang awam hukum. Saya sendiri tidak mengerti pelanggaran seperti apa tepatnya yang akan mengakibatkan sangsi hukum terhadap diri saya dengan melihat hasil tes tersebut.

Kondisi Mama Hari – 1

Setelah mama dipindahkan ke ruang perawatan isolasi. Apa yang kami khawatirkan terjadi. Mama merasa gelisah karena merasa diasingkan. Bahkan mama menelepon minta pulang paksa, bila tidak dipulangkan mama akan bunuh diri. Tapi kami berusaha untuk menguatkan mama terus. Saat-saat seperti ini dukungan dan semangat dari keluarga sangat dibutuhkan oleh pasien penderita Covid-19. Terutama mereka harus mengalami trauma diisolasi. Dalam kondisi lemah dan terbatas, butuh bantuan orang lain untuk merawat. Tetapi mereka kesulitan meminta pertolongan perawat di dalam ruang isolasi tersebut.

Kondisi mama saya memang tidak bisa bangun sendiri. Harus ada orang yang membantu mama untuk bergerak. Mama tidak lumpuh atau stroke, hanya saja tubuhnya telah banyak kehilangan elektrolit dan mengalami mal nutrisi, sehingga secara fisik sangat lemah. Dan butuh waktu untuk memulihkan kondisinya. Ditambah lagi mama penderita Diabetes, itu memperburuk kondisinya.

Dan saat itu mama sampai kelaparan karena ternyata ada kesalahan koordinasi. Saat di ruang UGD mama sudah tidak mendapat ransum makan siang dengan alasan dari perawat, bahwa mama akan mendapat ransumnya di ruang isolasi. Tetapi di ruang isolasi juga tidak diberikan ransum makan siang karena pasien masih di UGD.

Tentu saja kondisi terisolasi hari pertama. Dengan perasaan masih shock. Dan kelaparan, sementara perawat di ruang isolasi tidak selalu berjaga dan jarang ke kamar pasien. Membuat mama kesulitan mendapat pertolongan. Yang bisa mama lakukan menelepon kami keluarganya dan minta pulang paksa, hingga ancaman mau bunuh diri. Tapi kami juga tidak bisa berbuat apa-apa.

Sementara kami juga tidak henti-hentinya meminta bantuan melalui dokter kepala team yang menangani mama saya. Tetapi sekali lagi karena ada birokrasi prosedur pemberian makan ada jamnya, jadilah mama harus menahan lapar dan menunggu hingga jam makan berikutnya.

Sementara jika kami ingin membelikan makanan dari luar tidak bisa membawa masuk ke dalam. Karena sekali lagi ada birokrasi jadwal penitipan barang kiriman untuk pasien. Jadi tidak bisa sewaktu-waktu kami bisa menitipkan barang untuk pasien di ruang isloasi.

Tetapi kami hanya bisa berdoa supaya mama mendapat perawatan dan pertolongan yang layak. Atas kemurahan Tuhan malam itu mama bisa tidur dengan baik. Kami keluarga juga pulang ke rumah. Karena tidak ada lagi yang bisa dilakukan untuk merawat mama di ruang isolasi. Semua sudah sepenuhnya tergantung dengan perawatan pihak RS.

Bersambung...

Note: Artikel ini saya tuliskan bukan untuk merugikan pihak manapun. Artikel ini hanya sebagai jurnal pribadi saya yang mengalami terinfeksi virus Covid-19. Sebagai sebuah kesaksian dan saya berharap dengan berbagi menambah wawasan bermanfaat bagi pembacanya tentang pandemi yang saat  ini terjadi. Tulisan ini juga dibuat ketika saya juga sedang dalam masa karantina mandiri dan penyembuhan dari gejala Covid-19.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun