Mohon tunggu...
Maria Margan
Maria Margan Mohon Tunggu... Lainnya - Sekedar belajar menulis.

Live like a Dandelion. Never give up and always hope for everything in all circumstances.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jika Berbeda Warna Itu Indah, Kenapa Harus Sama?

4 Juni 2020   05:55 Diperbarui: 4 Juni 2020   06:36 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya orang Kristen....

Suatu siang saat jam istirahat kelas, seorang gadis kecil siswa kelas 4 SD dikerumuni teman-temannya dan ditanyai oleh seorang bapak guru : "Nia, kamu kalau hari minggu pergi ke gereja? Ke gereja mana kamu?" Tanya guru agama islam itu pada Nia, seorang murid yang beragama kristen di kelas itu, bahkan satu-satunya murid beragama kristen di sekolah itu.  

Nia yang baru berumur 9 tahun itu dengan sedikit ragu dan malu menjawab,"Saya tidak pernah ke gereja, Pak. Karena tidak ada gereja di sini, dan kalau ada jauh sekali tempatnya dari rumah saya. Harus ke daerah S dulu, Pak.

"Kemudian bapak guru itu kembali bertanya,"Lalu kamu Kristen tapi tidak pernah ke gereja untuk apa? Bukankah lebih baik kamu ikut mbah kamu pergi ke langgar dan belajar sholat?" Nia kecil sempat diam lalu dengan berani menjawab,"Saya orang kristen dan sudah dibabtis, jadi saya tidak boleh sholat,Pak." Sebenarnya Nia gemetar namun tetap menjawab pula dengan bahasa lugunya.

Keluarga Nia tinggal bersama orangtua ayahnya yang beragama muslim. Dan jarak dari rumah ke gereja terdekat sekitar 1,5 jam perjalanan, dan harus berganti dua kali angkot. Mungkin karena alasan jarak itulah, orangtua Nia tidak pernah mengajaknya ke sekolah minggu. Tetapi setiap malam mereka berdoa bersama dan membaca kitab suci. 

Layanan firman hanya didengar dari radio lokal "Bahtera Suara Yudha" yang menyiarkan kotbah dan lagu-lagu pujian. Begitulah keluarga Nia menghidupi iman mereka di tengah daerah mayoritas. Bahkan ketika harus mengurus surat kependudukan, petugas heran ternyata ada warganya yang berbeda agama. Bisa jadi keluarga Nia adalah satu-satunya keluarga nasrani di Kecamatan itu.

Sekelumit pengalaman saya 30 tahun lalu yang lekat di ingatan. Saya berbagi disini bukan untuk memprovokasi. Tetapi itu salah satu contoh diskriminasi pada minoritas yang pernah saya alami. 

Mungkin saja apa yang saya alami dulu sudah jarang terjadi, karena di sekolah-sekolah negeri saat ini sudah menyediakan guru agama khusus.

Contoh lain lagi di tempat saya berjemaat saat ini. Yang tidak kunjung mendapat ijin dari warga sekitar untuk mendirikan bangunan gereja. Padahal tanah tempat bangunan berdiri adalah milik pribadi yang dipersembahkan untuk dibangun gedung gereja. 

Dan biaya pembangunan juga dari persembahan jemaat. Dan mungkin saat ini ada banyak gereja lain yang menghadapi kesulitan serupa dengan tempat saya berjemaat. 

Sudah puluhan tahun sejak rumah tersebut difungsikan sebagai tempat ibadah, hingga sekarang belum mendapat ijin. Karena lokasinya berada di tengah-tengah lingkungan mayoritas. 

Tapi puji Tuhan, kami tetap bisa bertumbuh dan jadi berkat. Terbukti setiap ada pelayanan kesehatan gratis di "gereja"(kerinduan kami suatu saat nanti), warga sekitar dari berbagai golongan, dengan sukacita mau datang berobat. Hal itu membuat kami tetap merasa diterima oleh lingkungan sekitar.

Perlakuan diskriminasi ini mungkin juga masih bisa kita temui, bukan saja dalam hal beda agama. Suatu contoh maraknya aksi bully netizen terhadap seorang youtuber Rahmawati Kekeyi, yang saat ini sedang viral. Awalnya dia mendapat simpati karena dianggap menginspirasi pemirsanya. 

Namun mungkin juga karena aksinya yang mulai dianggap berlebihan,sekarang dia justru mendapat bully dari para netizen. Kadang netizen berkomentar negatif karena keadaan fisiknya yang berbeda. 

Tapi lucunya mbak Kekeyi ini cuek saja dan berkahnya justru ratingnya semakin tinggi. Dan popularitasnya melebihi selebritis lain yang harus kerja keras untuk meraih prestasi dan simpati publik. Di bully tapi tetap disukai ya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun