Mohon tunggu...
ruangduniaku
ruangduniaku Mohon Tunggu... Lainnya - Sepatah kata yang terlintas dalam benak

Menuangkan sebuah fiksi bukan hanya sekedar imajinasi namun suatu yang di dalamnya akan terdapat pelajaran yang tak terduga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah Kasih Mbak Santri

15 Maret 2022   07:15 Diperbarui: 15 Maret 2022   07:18 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

      Kulihat jendela kamar tampak sekelompok burung melintasi langit pagi yang cerah. " Zahro Ayo Berangkat Diniyah!". Teriak Anis temanku yang membuat diriku terbangun dari lamunan "Ah iya ada kelas nahwu hari ini kita harus cepat bergegas jika tidak nanti kita akan terkena takziran". Hari yang indah seindah keberuntunganku,  nampaknya sang ustadz belum terlihat di dalam kelas. "Assalamualaikum" ucap ustadz Hilmi selaku kepala Diniyah AR Rahman setelah memasuki ruang kelas "Wa'alaikumsalam" jawabku serentak " Perkenalkan ini ustadz Ali pengganti ustadz Rahim karena beliau sedang sakit, sekian terima kasih ."  Ustadz Ali mempunyai pesona yang membuat santriwati terhipnotis, wajahnya yang  cerah, hidungnya yang mancung, kulitnya yang matang ditambah dengan lesung pipinya yang elok nan menawan.

      Selain menuntut ilmu di kelas aku mengabdikan diri kepada keluarga ndalem. Hingga tiba saat di mana diriku dengan putra sang kiai yang kerap di panggil Gus Umar ini telah terjebak dalam kerumitan hati yang tak bisa diutarakan oleh apa pun. Hari berganti hari, bulan berganti bulan tak terasa empat tahun berlalu. Perasaan yang tak seharusnya tumbuh tak kunjung sembuh, sedikit harapan yang seharusnya tak kumimpikan muncul, wanita mana yang jika diperlakukan bak putri tak jatuh hati meskipun hanya sebatas seorang santri biasa.

      Udara dingin menyelimuti malam, keheningan memenuhi seluruh ruangan, namun pikiranku tak kunjung sinkron, hafalan yang sejak tadi ku pegang hanyalah sebagai pajangan belaka. Satu hari yang berat telah berlalu tanpa hadirnya, besok pagi sudah lagi tak ku buatkan kopi manis untuk sang putra kiai. " Zahro tidur besok jamaah subuh jangan sampai terlambat, oke!" Bisik Anis yang lagi-lagi selalu membuyarkan lamunanku " Siap, boskuh!" balasku sambil bergegas ke tempat tidur. 

      Seperti biasa pagiku di awali dengan menyapu ruangan ndalem, menyiapkan sarapan, mencuci pakaian, dan hal yang sekiranya bisa kulakukan untuk keluarga pak kiai. " Mbak" Panggil sorang kang santri yang berdiri di pintu belakang sambil mengulurkan tangannya yang berisikan amplop putih yang mungil itu, " Apa ini kang? Lantas untuk siapa jni? Dan dari siapa?" Jawabku spontan " Ini surat buat mbak pesannya di baca saat sendiri, wajib dibalas dan berikan padaku" Ujar kang Ali " Nggeh" jawabku singkat. Kang Ali beliau yang saat itu pernah mengajar nahwu di kelas diniyah untuk menggantikan ustadz yang berhalangan hadir. 

      Karena ini di lingkungan pesantren untuk menemukan tempat di mana aku bisa membaca surat hanyalah di kamar mandi, setelah menyelesaikan semua tugasku sebagai abdi ndalem, aku langsung bergegas ke kamar mandi yang tentunya bukan untuk mandi melainkan untuk membuka amplop putih yang mungil itu " HAH!!" Teriakku kaget " Sungguh apakah ini mimpi? Ataukah sungguhan tidak mungkin apakah benar ini dari beliau Gus Umar?" gumamku dalam hati. Seketika aku meneteskan air mataku, antara bahagia dan sedih telah berkecamuk menjadi satu. Berkat Kang Ali komunikasiku dengannya sangatlah lancar, aksi balas membalas surat berlangsung selama Gus Umar pergi ke luar kota karena di utus sang kiai yaitu ayahnya untuk mengurus pesantren yang ada di kota itu.

       Saat aku sedang membuat secangkir kopi hangat, tiba-tiba ada seseorang datang di belakangku sehingga mengalihkan perhatian, " HAH!!" Teriakku sedikit tertahan dan membuat kopi yang sedang kubuat tergelincir dari tanganku, pemandangan yang mengagetkan karena tidak ada informasi apa pun bahwa beliau telah pulang dari luar kota. Namun beliau hanya tersenyum dan hanya mengatakan " Buatkan saya kopi seperti biasa"

      Kebahagiaan yang seharusnya tak kumiliki datang kembali, namun tak lama hatiku dihancurkan hanya dengan obrolan singkat sang ayah dengan sang putra meskipun sang ayah sudah mengetahui bagaimana hubungan putranya denganku dan tak menutup kemungkinan bahwa bisa diakui aku termasuk santri yang memiliki kelebihan dalam menyerap ilmu yang telah diberikan selama mengaji kepadanya. Hal pertama yang kudengar hanyalah fakta bahwa Gus Umar akan di jodohkan dengan putri satu-satunya dari teman ayahya karena permintaan teman ayahnya dengan alasan yang kuat hingga ayahnya tak bisa menolak, jikalau beliau menolak maka akan terjadi suatu hal besar yang membuatnya tak nyaman. Di saat bersamaan Gus Umar sedang berusaha menolak secara halus namun hasilnya nihil.

      " PRANK!" Suara gelas yang terjatuh dari tanganku, " ah bodohnya aku" gumamku dalam hati. Sesegara mungkin kubereskan pecahan gelas itu dan bergegas keluar, di sana tampak Gus Umar melihatku dan hendak mengejar namun beliau tahan karena tempatnya yang tidak tepat, " Argh" ucap Gus Umar frustasi sambil mengacak-acak rambutnya yang hitam legam. Secepat kilat aku meninggalkan tempat itu dan bergegas ke kamar mandi hanya untuk menangis, karena hal yang telah kutakutkan telah datang dan sungguh ini sangat sakit menjalar keseluruh bagian tubuhku tanpa terkecuali. Kakiku tak kuat lagi untuk menahan berat tubuhku hingga ku terjatuh duduk di lantai kamar mandi menangis tersedu-sedu diiringi suara gemercik air kran yang sama derasnya dengan air mataku. 

      Tak seorang santri yang tahu hubunganku dengan Gus Umar selain Kang Ali sahabat dekat Gus Umar, yang secara otomatis mengetahui bahwa hubunganku dengannya sedang berantakan. Suatu hari di warung tak sengaja bertemu dengan Kang Ali dan beliau hanya bisa menatap tanpa kata yang biasanya meledekku dengan sahabatnya sekarang hanya bisa diam karena tahu hubungan sahabatnya itu sedang tidak baik-baik saja.

      Kabar perjodohan sang putra kiai pun langsung tersebar luas ke seluruh penjuru pesantren. Aku hanya bisa menahan sekuat tenaga untuk terlihat baik-baik saja, hingga suatu hari di mana Gus Umar menemuiku dan berkata " Maafkan aku...." kepalaku tak bisa kuangkat akibat bendungan air dalam kelopak mataku dan pompa dalam jantungku kian meledak namun aku hanya bisa terdiam sampai beliau pergi meninggalkan diriku sendirian. Setelah sekiranya Gus Umar balik badan dan beranjak pergi aku hanya bisa terjatuh duduk dan meluapkan tangisku yang telah ku tahan sejak tadi, Sugguh lemah dan bodohnya diriku mencintai seorang yang tak seharusnya ku gapai adalah hal yang paling menyakitkan sekalipun saling mencintai.

      Satu hari sebelum pertunangan mereka berdua, aku pamit untuk mukim dan pulang ke rumah dengan alasan dipanggil untuk mengajar di sebuah madrasah kecil. Setelah mendengar kabar tersebut dari Kang Ali, Gus Umar langsung mengejarku hingga ke terminal dan pada saat bersamaan beliau berpapasan dengan sang calon istri di depan gerbang namun beliau mengacuhkannya, hal ini membuat sang calon istri penasaran akhirnya membuntuti Gus Umar. Saat sampainya di terminal setelah di telusuri akhirnya bertemu denganku dan beliau berkata, " Please Zahro jangan tinggalkan aku seperti ini, tolong tinggal lebih lama lagi, aku hanya bisa mencintaimu seorang.." Matanya mengucapkan hal yang sama namun hal ini tak bisa dilawan karna diriku hanyalah seorang santri biasa, " Tidak bisa, aku harus pulang dan mengajar di madrasah, anak-anak membutuhkanku!" jawabku terlihat tegas " Bohong! Aku tahu kamu berbohong! Maafkan aku Zahro, akan saya buktikan akan saya perjuangkan ayo kembali bersamaku.." jelas Gus Umar, dilihat dari mataku memang sangat terlihat jelas aku sedang berbohong " Tidak bisa Gus ini sudah keputusan saya dan engkau tidak bersalah tak perlu minta maaf, sekali lagi permisi saya mau pulang dan bus akan segera berangkat. Ah iya terima kasih karena telah meluangkan banyak waktu untukku, dan terima kasih telah menjadi penyemangat hidupku untuk waktu yang singkat itu, semoga engkau bahagia, Assalamu'alaikum Gus.." Jelasku singkat sembari menahan air mata " Tidak jangan pergi!.. Maafkan aku..!" teriak Gus Umar. Aku hanya bisa terdiam dan menangis lagi, sungguh lemah diriku.

       Dua minggu telah berlalu, Ku ayunkan kaki melangkah keluar dari madrasah tiba-tiba mendarat di hadapanku selembar surat undangan pernikahan laki-laki yang dulu dan sampai saat ini masih ku cintai, meskipun selama dua minggu ini ada seorang yang selalu berusaha menghiburku meski di waktu yang sibuk, gemetar aku memegang surat undangan itu, dan seorang itu menguatkanku. Seorang itu adalah sosok yang dekat dengan Gus Umar sosok yang mengantarkan selembar amplop putih yang mungil, seorang yang sangat baik hati dan setia seorang yang hampir sempurna namun entah mengapa aku masih dibutakan oleh cinta lamaku yang sudah pasti akan menikah minggu depan.

     Hatiku tak serapuh dulu namun hatiku hati biasa dan respon tubuhku sangat cepat hingga aku langsung duduk terjatuh hilang keseimbangan. Karena darurat seorang itu yang bernama Kang Ali membantuku agar bangun dan duduk di kursi, kemudian mengambil air minum untuk menenangkan diri. Benar sekali Kang Ali yang selama ini menemaniku dan mensupport agar bisa bangkit dan bersemangat lagi. Karna Zahro yang ceria, Zahro yang semangat, Zahro yang kuat, telah hilang selama beberapa minggu yang lalu.

     Setelah menenangkan diri aku angkat bicara " Kang tolong sampaikan salamku kepada Gus Umar dan calon istrinya selamat dan maaf tidak bisa hadir" pintaku, Kang Ali yang mengerti akan keadaan dan tidak berani membujukku untuk saat ini hanya menganggukkan kepala dan berkata " Nggih mbak, akan saya sampaikan salammu." Jawab Kang Ali singkat.

Satu bulan telah berlalu...

       Ternyata di balik semua itu ada sosok lelaki yang sangat kuat menjagaku dalam doanya, hari ini aku akan menikah dengannya seorang yang selalu menjagaku baik dalam doa maupun dalam keseharian tanpa aku sadari, dan semuanya terungkap pada saat dia berkunjung ke rumahku bersama dengan kedua orang tuanya, dia yang dulu menyukaiku namun demi sahabatnya dia diam, dan demi sahabatnya dia rela jadi pengantar amplop kecil yang mungil, namun karena kesabaran dan kegigihannya dia membuka gembokku yang telah hilang kuncinya sejak dua bulan yang lalu, dan saat itu juga aku benar-benar manusia yang sangat bodoh akan semua hal, tak menyadari bahwa selama ini orang yang di sampingnya sangatlah berati dan dia juga putra dari seorang kiai yang masih sahabatnya kiai dari pondokku dulu.

    Bodohnya lagi diriku masih mempunyai rasa dengan Gus Umar yang tiba-tiba muncul di acara resepsi pernikahanku dengan menggandeng sang istri yang sedang mengandung, tak disengaja mataku dan matanya saling menatap, tatapannya masih sama seperti di saat kita masih bisa bersama " Gus... Aku masih mencintaimu, maafkan aku Ya Allah kenapa aku masih mencintainya sedangkan aku belum bisa sepenuhnya membuka gembok hatiku untuk suamiku," Mas Ali yang telah tersadar akan hal itu langsung menggandeng dan memberiku kekuatan " Mas Ali maafkan Zahro..." ucapku lirih yang langsung dirangkul hangat oleh suamiku. Sebaliknya Gus Umar pun bergumam dalam tatapannya " Aku masih mencintaimu Zahro.. maafkan aku" pada saat bersalaman dan mengucapkan selamat Gus Umar berkata pada Mas Ali " Tolong jaga Zahro bahagiakan dia jangan tangisi dia dan perlakukan dia bak tuan putri..." uajrnya "Tak perlu kau ajarkan itu sudah jadi kewajibanku sebagai suaminya" jawab tegas Mas Ali sambil bergurau. Namun diriku tak kuasa hingga kuteteskan air mataku yang dibalas dengan pelukan hangat suamiku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun