Mohon tunggu...
Fitria Al Bisyri
Fitria Al Bisyri Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

An English Department's student at State University of Jakarta. Love reading and writing. \r\nLihatlah kebawah untuk kesejahteraan dan kekayaan duniamu, tp lihatlah keatas untuk ilmu, amal dan akhiratmu..Read my stories-> marelfityant.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kampanye Politik dan Obsesi Politisi

13 Juni 2014   00:31 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:00 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pesta demokrasi Indonesia kini masih berlangsung. 9 April lalu, masyarakat Indonesia menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu Legislatif dan masih setia menanti Pemilu Presiden Juli nanti. Seperti biasa dalam setiap Pemilu, berbagai bentuk kampanye mulai dari spanduk, baliho, kaos, pin, stiker, sampai iklan hiruk pikuk di Televisi, jalanan, pohon, tiang listrik sampai papan iklan raksasa. Hampir semua media dimanfaatkan oleh tim sukses demi kemenangan kandidat yang diusungnya. KPU pun memberikan wewenangnya seperti dalam PKPU No. 15 tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD pasal 1, “Pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye adalah penyampaian pesan-pesan kampanye oleh Peserta Pemilu kepada masyarakat melalui media cetak dan elektronik secara berulang-ulang berbentuk tulisan, gambar, animasi, promosi, suara, peragaan, sandiwara, debat, dan bentuk lainnya yang berisi ajakan, himbauan untuk memberikan dukungan kepada Peserta Pemilu.” Entah berapa besar dana yang harus dikorbankan untuk semua itu. Yang perlu dikritisi adalah seberapa efektif sistem kampanye tersebut. Apakah setelah mengeluarkan dana dengan jumlah fantastis untuk kampanye, kandidat pasti akan menang dalam Pemilu atau sebaliknya.

Faktanya, dalam PKPU 2013 tidak ada pasal yang mengatur tentang seberapa besar kandidat harus mengeluarkan dana untuk kampanye dan tampak bahwa kampanye politik di Indonesia telah mengalami pergeseran makna. Rogers dan Storey (1987) mendefinisikan kampanye sebagai “Serangkaian tujuan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu”. Lalu menurut Wikipedia Indonesia (2014), Kampanye politik adalah sebuah upaya yang terorganisir bertujuan untuk memengaruhi proses pengambilan keputusan para pemilih. Berdasarkan penjelasan tersebut, jelas bahwa pada hakikatnya kampanye politik harus terkandung unsur komunikasi yang memaparkan visi dan misi kandidat. Apa dasar dan tujuan kandidat memutuskan turut berjuang dalam pemilihan umum. Apakah karena niat tulusnya ingin membangun Indonesia lebih baik atau hanya obsesi meraup keuntungan dengan menjadikan titel perwakilan rakyat sebagai profesi.

Lalu apakah kampanye kandidat politik sudah dikemas dengan baik dan sesuai dengan hakikat kampanye yang seharusnya sehingga dapat menunjukkan visi, misi, karakter, dan niat yang sesungguhnya dari calon-calon pemimpin Indonesia dalam pemilu? Jawabannya sangat jelas. Belum. Karena pada kenyataannya, kampanye politik yang sudah berjalan sejauh ini lebih banyak membawa mudharat daripada nilai positifnya. Kampanye politik Indonesia lebih banyak menjual materi daripada kesungguhan dari pada calon pemimpin Indonesia. Hal ini terbukti dari dampak kampanye kandidat politik yang meninggalkan citra, visi, misi, karakter, dan niat kandidat di akhir pemilu yang berujung pada kekalahan. Seperti yang ditulis dalam Tempo (2014), “...ada caleg dari Kabupaten Sidoardjo mengalami goncangan jiwa yang hebat. Suka teriak-teriak, ngomel, dan kemudian telanjang. Belakangan diketahui caleg ini mengaku sudah mengeluarkan uang Rp 700 juta yang diberikan ke tim suksesnya. Namun, uang sebesar itu habis dan caleg bersangkutan tidak lolos menjadi anggota DPRD Sidoardjo.”

Inilah fakta. Inilah kondisinya. Bagaimana sistem kampanye dan pemilu yang ada tidak dapat menolong bangsa Indonesia menemukan pemimpinnya. Pemimpin yang berdedikasi tinggi, berkarakter baik, berniat hanya untuk mensejahterakan rakyat, dan bervisi misi yang berwujud kelak. Masyarakat tidak akan dapat mengenali bagaimana sosok calon pemimpinnya karena tidak akan pernah muncul citra, visi, misi, karakter, dan niat yang sesungguhnya jika wujud kampanye politik masih hanya berpusat pada materi yang sesungguhnya menunjukkan ketidaklayakkan seseorang. Pada intinya, ada dua pilihan. Pemimpin dengan dedikasi atau pemimpin dengan obsesi. Cerdas dalam memilih adalah pilihan terbaik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun