Pesta pora demokrasi pun akan segera menjemput puncak yaitu debat resmi para kandidat Pilkada DKI tanggal 13 Januari 2017. Seingat saya debat sebagai tradisi demokrasi Indonesia dimulai pada pilpres 2009, antara ketiga kandidat pasangan calon yaitu: SBY-Boediono, Megawati-Prabowo dan Jusuf Kalla-Wiranto. Dan yang menarik debat pertama dimoderatori oleh Anies Baswedan. Kali ini Anie menjadi pihak yang dimoderatori dan menurut dugaan saya akan menjadi "bintang" dalam debat pilkada kali ini.
Mari kita review satu persatu kemampuan "berdebat" para kandidat kali ini.
Paslon 1: AHY - Sylviana Murni
Suka atau tidak suka, AHY adalah calon dadakan yang tidak mempersiapkan diri sama sekali untuk pilkada kali ini. Saat diberitahukan tentang pencalonannya, AHY bahkan sedang sibuk berlatih tempur di Australia. Jangankan masyarakat, AHY pribadi mungkin kaget atas pencalonannya. Mari kita lupakan prosesnya dan fokus pada kemampuannya berdebat. Saya hanya ingin menggambarkan bahwa selama ini AHY tidak pernah mengasah kemampuan berdebatnya, sebuah kemampuan yang sama sekali tidak diperlukan dalam dunia militer tentunya.Â
Sekali saya melihat AHY "berdebat" yaitu pada acara Mata Najwa di MetroTV. Kali itu secara kejam AHY "dihabisi" oleh Najwa Shihab yang sudah terbiasa memainkan kata-kata dan mungkin saja punya agenda tersembunyi pada AHY. Sah-sah saja dalam politik. Banyak sekali AHY menemui jalan buntu saat berhadapan dengan Najwa dan bahkan beberapa kali terpancing emosinya oleh penggiringan yang dilakukan oleh Najwa. Sikap emosional pada saat berdebat tentu saja adalah kerugian yang luar biasa saat berdebat.Â
Tampak juga AHY kurang bisa melakukan jawaban-jawaban yang besifat diplomatis, bingung menghadapi manuver-manuver yang dilakukan oleh Najwa dan seringkali terjebak oleh jawabannya sendiri. Tradisi militer yang selama ini digeluti oleh AHY memang tidak mengajarkan sikap diplomatis, tetapi jelas hitam-putihnya dan menyampaikan segalanya secara gamblang. Mungkin hal ini yang harus diadaptasi dengan cepat oleh AHY.Â
Kekurangan menganga yang akan menjadi target bagi pertahanan AHY tentu saja pengalamannya yang minim politik dan administrasi negara, belum lagi apabila isu-isu seperti 212, makar dsb ditodongkan kearahnya, apakah beliau dapat menanggapinya dengan dingin atau terpancing emosinya? Seorang yang piawai seperti Prabowo dapat dipancing emosinya dengna mudah oleh Jusuf Kalla. Percaya atau tidak, peluru-peluru memancing emosi sudah disiapkan dua kandidat lainnya. Ada satu keunggulan AHY dibandingkan dua kandidat lainnya yaitu AHY adalah kandidat yang paling pekerja keras. Dia bekerja dengan sangat disiplin, hampir tidak pernah dia gagal hadir dalam kampanye yang sudah direncanakan, sesuatu yang tidak sempurna dijalani oleh para kandidat lainnya.Â
Dengan semangat demikian dan kemampuan intelektualnya mungkin bisa melengkapi kemampuan debat dengan belajar dan persiapan serius. Sebenarnya mudah bagi para kandidat lain, bak pemain catur cukup mempersiapkan langkah pembukaan yang tidak tertebak oleh tim AHY dan akan merepotkan sekali buat AHY karena sesungguhnya dia bukan pendebat alamiah. kita lihat sejauh mana hasil belajar AHY dan sejauh mana para kandidat lain "menjebak" AHY. Setidaknya mungkin AHY sudah mengurangi kebiasaan buruk seperti menggaruk-garuk kepala. He he.
Sylviana Murni? Beliau dipilih karena dianggap mewakili birokrat, Betawi dan perempuan bukan karena kemampuan berdebatnya. Saya belum pernah lihat track record beliau dalam berdebat, tapi melihat komunikasinya dalam kampanye rasanya beliau tidak lebih baik ketimbang AHY. Syukur-syukur tidak ada yang menggiring pada topik keterlibatan suaminya, yang mungkin akan ditanggapi secara berlebihan oleh beliau.
Taktik paling realistis bagi AHY-Sylviana Murni adalah mengikuti gelombang, membiarkan pertempuran terbuka terjadi pada kedua paslon lainnya dan mengiringinya saja serta menjawab peluru-peluru tajam pada mereka dengan jawaban-jawaban yang "mbulet" dan sebisa mungkin dilemparkan kembali pada kedua kandidat lain. Mungkin memang tidak akan meyakinkan pada debat pilkada ini tapi setidaknya tidak terjebak pada kebodohan-kebodohan. Tidak perlu terlalu bernafsu pada debat karena "menang" debat tidak menjamin perubahan elektibilitas yang berarti. Sejarah sudah membuktikan itu: Jusuf Kalla yang sangat lincah di debat pilpres 2009 tidak memenangkan pilpres dan jokowi yang terbata-bata pada debat pilpres 2014 juga tidak kalah dalam pilpres.
Prediksi: Juara 3