Tantri berdiri di sana. Dengan wajah berang. Mas Rama buru-buru pamit dan meninggalkan kami. Aku memandangi kepergiannya hingga ia hilang di antara kerumunan orang di Bandara.
Aku kemudian dikejutkan oleh segerombolan karateka yang sama-sama baru kembali dari Samarinda bersama Adila. Mas Adnan juga ada di sana. Mereka segera saja membaur dengan kami.
"Siapa tadi, Rien?" Mas Adnan bertanya sambil kami sama melangkah ke luar Bandara.
"Bukan siapa-siapa, Mas. Cuman temen."
"Aku tahu siapa dia, sempai," Adila nimbrung.
"Oya?" aku menggamit tangan Adila.
"Dia itu kemungkinan mantan pacar Sempai Ririen..."
Aku tersenyum getir. Saat ini kami memang tidak pernah berhubungan sama sekali. Putus kontak. Tapi, secara resmi berpisah pun kami tak pernah melakukannya. Kami pisah, atau tepatnya dipisahkan, begitu saja.
"Udah nggak usah dipikirin soal yang tadi. Ayo kita pulang."
"Sempai belum lupa janji 'kan?"
"Oya? Janji apa?"