Oleh:
Mardiyanto, M.Pd*
Â
Pembelajaran berdiferensiasi saat ini perlahan-lahan mulai banyak diterapkan oleh guru-guru di Indonesia, apalagi bagi kami sebagai Calon Guru Penggerak (CGP) pembelajaran berdiferensiasi menjadi ruh dalam setiap proses pembelajaran di kelas. Pembelajaran berdiferensiasi adalah model pembelajaran yang menyesuaikan materi, metode, dan pendekatan pengajaran sesuai dengan kebutuhan, minat, dan kemampuan setiap siswa. Pembelajaran berdiferensiasi bertujuan untuk mengakomodasi perbedaan individu siswa dalam belajar, seperti kesiapan belajar, minat, dan potensi. Pembelajaran ini tidak hanya berfokus pada produk pembelajaran, tetapi juga pada proses dan konten/materi.
Lantas bagaimana pelaksanaannya di kelas? Sebagai sebuah konsep yang masih tergolong baru, pembelajaran berdiferensiasi cukup menarik untuk dibahas karena acapkali guru mendapatkan berbagai macam kendala, tantangan, bahkan kebingungan saat penerapan di dalam kelas.
Saya pun mengalami hal tersebut, saya sempat mengalami beberapa miskonsepsi tentang pembelajarana berdiferensiasi ini. Awalnya saya menganggap bahwa pembelajaran berdiferensiasi adalah pengelompokkan murid berdasarkan minat, bakat, ataupun profil belajar dia. Lalu memberikan tugas yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat pengetahuan mereka terhadap sebuah materi.
Pemahaman secamam itu kurang tepat, sebab dalam diskusi kelompok rekan-rekan yang dipandu oleh instruktur bahwa tidak ada diferensiasi asesmen. Artinya bahwa guru tetap memberikan materi maupun tugas yang sama kepada setiap murid. Membagi kelompok berdasarkan tingkat penguasaan materi, minat, dan profil murid bukan berarti guru lantas membuat materi atau penugasan yang berbeda-beda tiap kelompok.
Dengan demikian, di dalam pembelajaran berdiferensiasi hal pokok yang dilakukan oleh seorang guru adalah menyusun strategi, ataupun metode yang tepat berdasarkan kebutuhan murid. Di dalam teori pembelajaran berdiferensiasi dikenal dengan istilah equalizer yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan murid. Misalnya, dalam satu kelas guru dapat melakukan tes diagnostik dengan mengajukan pertanyaan pemantik, ternyata 50 persen murid sudah memahami materi yang akan disampaikan sementara 50 persen murid belum memahami. Dengan demikian, ada 50 persen murid yang perlu mendapatkan metode atau strategi yang berbeda agar mereka mampu memahami materi dengan tepat. Guru bisa membagi 50 persen murid yang sudah memahami dalam kelompok-kelompok kecil melalui tutor sebaya. Pada akhirnya semua murid mampu mencapai tujuan pembelajaran secara keseluruhan. Bagi murid yang sudah memahami akan menguatkan dan mematangkan pemahaman mereka sebagai tutor sebaya, sementara bagi murid yang belum mamahami materi akan mendapatkan pencerahan dari rekan mereka.
Itu merupakan gambaran sederhana pembelajaran berdiferensiasi yang bisa kita lakukan. Di dalam praktik tersebut saya hanya menggunakan diferensiasi proses. Sementara diferensiasi konten dan produk tidak saya lakukan. Hal ini, tentu saja bukanlah hal yang keliru, karena di dalam pembelajaran berdiferensiasi tidak harus konten, proses, dan produk itu berdiferensiasi. Kita bisa memilih satu jenis saja bentuk diferensiasi yang bisa kita lakukan, secara bertahap. Jika kita sudah cukup mampu mengelola kelas maka dapat menerapkan pembelajaran berdiferensiasi secara lengkap melibatkan konten, proses, dan produk.
Lantas pertanyaan yang perlu dijawab yakni, apakah pembelajaran berdiferensiasi tersebut mampu membantu siswa untuk mencapai hasil belajar yang optimal? Penerapan pembelajaran berdiferensiasi sejauh pengalaman saya dalam menerapkan di ruang-ruang kelas dapat membantu mengoptimalkan belajar murid. Misalnya, dalam diferensiasi proses dengan melibatkan tutor sebaya, hal tersebut membantu murid memperdalam pengetahuannya dengan transfer ilmu kepada murid yang lain. Begitu pula dengan murid yang belajar kepada rekannya, mereka lebih leluasa dalam bertanya dan menanggapi. Untuk diferensiasi produk, meskipun belum begitu ragam, tetapi murid bisa memahami dengan baik bahwa sebuah hasil pemahaman bisa ditampilkan dalam beragam produk, bisa dalam bentuk teks, video, grafis, dan sebagainya sehingga mereka dapat lebih mengasah kreativitas.