Mohon tunggu...
mardi yanto
mardi yanto Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menulis, ,Membaca, Berpikir

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Refleksi Ki Hajar Dewantoro: Menuntun Murid Mencapai Kodratnya

29 Juni 2024   10:53 Diperbarui: 29 Juni 2024   11:02 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Mardiyanto, M.Pd.

Arah pendidikan nasional kini memulai babak baru. Setidaknya pemikiran seperti itu yang ada dalam benak saya, betapa tidak? Hadirnya Kurikulum Merdeka yang mengambil pondasi dasar filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantoro (KHD) benar-benar mampu mendobrak kebekuan dunia pendidikan saat ini.

Bersyukur saya berkesempatan mengikuti pendidikan Guru Penggerak Angkatan 11 Kabupaten Wonosobo, pendidikan ini akan saya tempuh selama 6 bulan dari bulan Juni dan berakhir pada bulan Desember 2024. Hal yang sungguh menarik bagi saya adalah menarik sedikit mundur ke belakang, "membatin" dan merefleksi diri bahwa Kurikulum Merdeka saat ini yang kita laksanakan merupakan bentuk implementasi mendasar pemikiran KHD.

Pada tahap awal di pendidikan Guru Penggerak, kami mempelajari lebih dalam tentang pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantoro dalam bidang pendidikan. Seperti kita ketahui, KHD pada awalnya adalah seorang politikus yanga memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Namun, KHD banting stir dengan membaktikan dirinya berjuang dalam bidang pendidikan yang menjadi bagian dari konsen hidupnya.

Dalam beberapa bab referensi yang kami baca, KHD membaca bahkan berguru dengan tokoh-tokoh penting pendidikan dunia seperti Tagore dan Montessori yang kala itu dianggap sebagai tokoh besar pendidikan Barat. KHD tidak menolak pemikiran Barat, namun selektif, bahkan tak segan memberikan kritik tajam. Seperti pemikiran Montessori yang terlalu terfokus pada fisik dan keterampilan-keterampilan, namun mengabaikan jiwa, atau semangat-semangat religiusitas. KHD meletakkan dasar bahwa pendidikan seyogianya tetap berakar pada pondasi budaya dan sosial Masyarakat (kodrat alam dan kodrat zaman). KHD juga membedakan antara pembelajaran dan pendidikan, tugas guru yang menuntun segala kodrat pada anak, dan betapa pentingnya budi pekerti/pendidikan karater dalam pendidikan Indonesia.

***

Selama ini yang saya pahami dari pemikiran KHD sebatas Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani. Di bangku perkuliahan pun lebih banyak berkutat tentang kurikulum, pembelajaran, dan juga evaluasi. Pada akhirnya filosof dasar pendidikan tidak benar-benar dipahami dengan optimal.

Ketika saya di kelas saya memberikan pengajaran yang akan  membekali mereka untuk bisa bersaing di dunia kerja dengan sesekali menyisipi pesan-pesan moral tentang nilai nilai karakter. Akan tetapi kadang saya melupakan bahwa mereka memiliki potensi yang berbeda-beda, memiliki latar belakang keluarga, ekonomi, sosial yang berbeda-beda. Memberikan pengajaran dan pendidikan dengan melupakan berbagai aspek yang dalam pandangan KHD disebut kodrat alam dan kodrat zaman membuat saya kerap frustasi karena kerap dibuat gusar dengan pencapaian nilai yang cenderung rendah, kelas yang cenderung kurang hidup, dan nilai-nilai karakter yang tidak berkembang dengan baik.

Selama ini saya tidak mengenal istilah "menuntun" dalam penddikan, saya lebih mengenal mengajar, membimbing, atau mengarahkan murid untuk mencapai tujuan pembelajaran sesuai kurikulum. Maka, segala daya dilakukan oleh guru agar murid mampu mencapai kompetensi atau nilai yang diharapkan (mininal ssesuai Kriteria Ketuntasan Minimal). Hal ini saya lihat terjadi di hampir semua sekolah, perolehan nilai akademik masih menjadi target utama para guru, terlebih seleksi penerimaan siswa baru menggunakan nilai rapor artinya nilai akademik itulah yang menjadi patokan.

Saya tersadar bahwa hal ini jauh berbeda dari pemikiran KHD, KHD menggunakan kata menuntun, yaitu membimbing semua kodrat yang ada dalam diri anak untuk mencapai potensi terbaiknya. KHD menyebut anak bukanlah kertas kosong, namun sudah tampak samar-samar potensi yang ia miliki, tugas guru adalah menebalkan potensi tersebut sesuai dengan kodratnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun