Google mengingatkan kita saat tanggal 26 maret 2017 lalu berkaitan dengan hari kelahiran seorang maestro seniman pencipta lagu anak yang sudah sangat melegenda namanya. Beliau yang juga adalah pemusik, guru musik, penyiar radio, dramawan serta seniman batik Indonesia. Lagu-lagu yang diciptakannya sangat terkenal di kalangan pendidikan Taman Kanak-kanak Indonesia. Lagunya yang ceria dan patriotik membuat anak-anak selalu bersemangat dan gembira.
Banyak lagunya yang menjadi lagu anak Indonesia yang populer abadi, beberapa diantaranya adalah: Hai Becak, Burung Kutilang, dan Kupu-kupu, Tik Tik Bunyi Hujan. Sementara lagu wajib nasional yang diciptakannya adalah: Berkibarlah Benderaku dan Tanah Airku. Lagu-lagunya yang lain banyak yang juga tetap populer hingga kini, seperti: Nenek Moyang, Lagu Gembira, Kereta Apiku, Lagu Bermain, Menanam Jagung, Pergi Belajar, Himne Kemerdekaan, dll.
Pulau ini tak jauh dari kota (daratan) makassar, sekitar 15 (lima belas) menit perjalanan dengan menggunakan sebuah Katinting milik beberapa penduduk pulau Kallang. Pulau ini mempunyai pesona khusus, selain indah, di pulau ini terdapat peninggalan sejarah berupa adanya beberapa bungker (tempat berlindung saat perang) masa penjajahan Jepang beberapa puluh tahun lalu.
Hari minggu itu, bertepatan dengan hari ulang tahun almarhumah ibu Sud, sanggar Kelapa mengundang seorang pendongeng atau storyteller yaitu kang Bugi (seorang pendongeng biasanya mendapat sebutan kakak, tapi karena beliau berasal dari Jawa Barat, jadi lebih kerap menyapanya dengan sapaan khas Sunda, yaitu 'kang' - yang juga berarti kakak).
Memang sudah menjadi bagian dari cara mendongeng kang Bugi – yang satu sesi mendongeng biasanya berdurasi sekitar 45 – 60 menit, bahwa selalu disiapkan skenario dan 'message' yang ingin disampaikan kepada audiens dongengnya, yang disampaikan dengan cara bercerita, berdialog, bernyanyi dan bergoyang bersama anak-anak. Jadilah saat itu kang Bugi berinteraksi dengan anak-anak diiringi beberapa lagu ciptaan ibu Sud. Sungguh riang dan ceria suasana yang diciptakan kang Bugi. Anak-anakpun terlihat sangat senang dan gembira.
Kang Bugi, yang sehari-harinya adalah peneliti di kantor Litbang Kementerian Kehutanan di Makassar, saat mendongeng, selalu ‘ditemani’ seekor primata ‘Orang Utan’.
Seekor Orang Utan? Tenang, Orang Utan yang sering menemani kang Bugi ber-storytellingini, yang dinamai dengan si Otan, hanyalah sebuah boneka.Tapi bukan sembarang boneka, karena si Otan ini adalah sebuah boneka tangan (hand puppet), artinya, tangan si pendongeng dapat dimasukkan dari bagian bawah boneka untuk menggerakkan bagian tubuh boneka – dalam hal ini mulut boneka Orang Utan.
Sehingga, dengan cara ini, si Otan menjadi ‘hidup’ dapat bercakap-cakap dan berdialog dengan anak-anak audiens mendongengnya. Disamping itu, dikedua tangan si Otan-pun dilengkapi sebuah tongkat kecil layaknya tongkat kecil yang biasa ditemukan pada wayang kulit maupun wayang golek. Tongkat kecil ini berfungsi sebagai alat bantu dalam menggerakkan kedua tangan siOtan.
Ketika kami tanyakan kepada kang Bugi mengapa memilih boneka berbentuk Orang Utan dalam mendongengnya – seperti pertanyaan banyak penanya-penanya lain, kang Bugi, yang keahlian ber-storytelling-nya ini dipelajari secara otodidak, selalu menjawabnya dengan sederhana, yaitu,”karena Orang Utan adalah primata khas indonesia yang saat ini keberadaannya hampir punah, dengan menggunakan boneka orang utan ini saya turut mengkampanyekan ajakan melestarikan habitat orang utan asli secara khusus dan secara umumnya adalah melestarikan fauna dan flora Indonesia.”