Mohon tunggu...
Mas Dian
Mas Dian Mohon Tunggu... -

Hidup adalah tantangan jalani hidup ini sebaik mungkin dan selalu enjoy dalam mengerjakan apapun .....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Matinya Nelayan Tradisional"

24 Januari 2012   19:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:29 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13274323341879058452

Semakin jelaslah kegagalan pemerintahan saat ini dengan semakin tergantungnya pemenuhan kebutuhan pangan domestik baik untuk konsumsi maupun industri pengolahan terhadap ikan impor. Tahun 2011, setidaknya hingga bulan September, volume impor telah menembus angka 210 ribu ton. Celakanya sebanyak 40 dari 79 jenis produk perikanan yang diimpor dapat diproduksi di dalam negeri. Diantaranya ikan gembung, tuna, tongkol, belut, nila dan udang. Oleh karenanya sudah sepantasnya mendapat protes dari segenap rakyat Indonesia!

Dengan membanjirnya ikan impor dan melihat kondisi ini makin terus berlanjut dari tahun ke tahun telah menambah daftar panjang penghambat bangkitnya ekonomi nelayan. Mulai dari sulitnya mendapat akses permodalan, sulitnya mendapatkan bahan bakar minyak bersubsidi, maraknya pungutan liar di Tempat Pelelangan Ikan dan sebagainya, yang menandakan masih tingginya biaya produksi yang ditanggung oleh nelayan tradisional Indonesia.

Hal ini sangat berbanding terbalik dengan negara-negara asal ikan impor, seperti Cina, India, termasuk negara terdekat Malaysia, dimana harga jual ikan impor lebih murah dibanding hasil tangkapan nelayan tradisional. Sebut saja harga ikan kembung lokal hasil tangkapan nelayan tradisional bisa mencapai Rp 20.000 per kilogram, sedang ikan kembung impor hanya berkisar Rp 10.000-Rp 12.000 per kilogram.

Yang menjadikan ikan impor dapat merajai pasar tradisional dikarenakan harganya murah, jenis komoditasnya sama dengan yang menjadi konsumsi rakyat Indonesia, serta, lemahnya pengawasan pintu dan distribusi impor ikan di Tanah Air. Padahal perlu diketahui juga ikan impor yang masuk tidak memenuhi standar minimum kualitas kesehatan produk perikanan yang diperbolehkan baik terkait kadar air, kandungan logam berat, maupun penggunaan formalin.

Pada bulan Maret hingga minggu ketiga April 2011, Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menahan 12.060 ton atau 245 kontainer (Kompas, 25/4/2011). Alasannya, selain tidak memiliki ijin, ikan-ikan tersebut juga diketahui tidak memenuhi standar minimum kualitas kesehatan produk perikanan yang diperbolehkan baik terkait kadar air, kandungan logam berat, maupun penggunaan formalin. Hal ini ternyata masih berlangsung karena pada Setember 2011, KKP masih menemukan sebanyak 191,2 ton ikan impor berformalin milik PT BAS.

Dalam kondisi demikian itu, kehadiran ikan-ikan impor di pasar-pasar tradisional akan memberi dampak buruk terhadap asupan protein bagi rakyat Indonesia pada umumnya. Padahal, konsumsi ikan di Tanah Air belakangan ini terus melonjak, hingga lebih dari 30 kg per kapita per tahun.

Dapat dipastikan performa industri perikanan di dalam negeri tidak akan pernah bangkit. Setidaknya, industrialisasi perikanan tidak akan mampu menjadi solusi bagi pembangunan ekonomi nasional, terlebih dalam rangka mewujudkan kesejahteraan keluarga nelayan jika kualitas ikan impor yang buruk dan implikasi dari membanjirnya impor ikan tidak segera direspon cepat oleh pemerintah. Apalagi belakangan diketahui, impor ikan juga syarat dengan praktik kejahatan perikanan.

Seperti yang disampaikan oleh Suhana dalam “Refleksi 2011 dan Proyeksi 2012 Agenda Kelautan dan Perikanan” diketahui bahwa terdapat selisih yang besar antara nilai ekspor ikan asalCina ke Indonesia yang tercatat di Cina pada tahun 2010 lalu, dengan nilai impor ikan dari Cina yang tercatat di Indonesia di tahun yang sama.

Cina mencatat nilai perdagangannya sebesar US$ 170 juta lebih. Di Indonesia, nilai yang tercatat atau dilaporkan hanya sebesar US$ 83 juta. Dengan demikian ada selisih sekitar US$ 87 juta yang tidak dilaporkan di Indonesia. Hal ini mengindikasikan praktik impor ikan ilegal asal Cina saja sudah mencapai 43 ribu ton atau sekitar 51 persen dari total impor Indonesia dari Cina. Belum lagi volume impor ikan yang tidak tercatat yang bersumber dari negara lain, semacam Thailand, Malaysia, termasuk India.

Dalam hal kebijakan impor ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah mengeluarkan instrumen hukum yakni Permen Kelautan dan Perikanan No.17 Tahun 2010 tentang Pengendalian Mutu dan Kemananan Hasil Perikanan yang masuk ke dalam wilayah Republik Indonesia. Melalui Permen ini pemerintah menjalankan peran strategisnya untuk melindungi kualitas produk ikan impor yang aman untuk di konsumsi oleh rakyat Indonesia.

Tidak hanya itu, pemerintah juga telah mengeluarkan daftar komoditas ikan yang tidak boleh diimpor melalui Keputusan Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Nomor 231 Tahun 2011 tentang Pengaturan Jenis-jenis Ikan yang dapat diimpor.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun