“Cause I.. I.. I’m with the stars tonight
So watch me bring the fire and set the night alight”
(Dynamite – BTS)
Siapa di sini yang membaca lirik tersebut sambil bernyanyi?
Bila iya, kalian sudah ikut terkena demam BTS, yang selama 6 minggu ini menduduki peringkat utama di Billboard dengan single “Dynamite” sejak pertama rilis.
Single Dynamite pun mengantarkan BTS meraih berbagai penghargaan seperti First Korean Pop Artist in History to debut #1 on Billboard, Most-Viewed Music Video in first 24 Hours, dan Biggest Spotify global debut of 2020.
Lagu dengan irama yang sangat menarik bisa membuat siapapun yang mendengarnya otomatis bergoyang. Liriknya pun menggunakan bahasa Inggris, sehingga bisa dinyanyikan oleh banyak orang.
Bangtan Sonyeondan (Bulletproof Boyscout) atau yang biasa disingkat BTS, merupakan salah satu boy grup K-Pop yang debut pada tahun 2013.
Setelah debut, perlahan-lahan BTS mulai memiliki fans, yang tergabung dalam sebuah fandom dan disebut sebagai A.R.M.Y (Adorable Representative M.C for Youth).
Dalam bahasa Inggris, ARMY memiliki arti tentara, yang menunjukkan bahwa BTS dan para fansnya merupakan orang-orang yang kebal peluru.
Sesuai dengan pesan-pesan yang termuat dalam lagu BTS, yaitu mencintai diri sendiri, menikmati hidup, dan menghadapi masa-masa sulit dengan gagah berani. Apakah kamu termasuk ARMY, Sahabat? Kalau saya sih, iya. :)
Kesuksesan BTS dalam merajai dunia musik, tak lepas dari jasa ARMY yang senantiasa mendukung idolanya dalam berbagai bentuk. Banyak para ARMY yang tak segan begadang untuk streaming video klip BTS, maupun menonton berbagai reality show mengenai keseharian para anggota BTS.
Banyak ARMY yang rela merogoh koceknya begitu dalam untuk membeli berbagai album maupun merchandise BTS. Ada pula ARMY yang sampai fanwar di sosial media bila ada yang menghina idola mereka atau bertengkar dengan sesama ARMY karena rebutan bias (sebutan untuk anggota yang paling disukai).
Bagaimana sih perilaku ngidol itu? Apakah wajar atau malah tidak wajar?
Begini ya, Sahabat, mengagumi idola merupakan hal yang manusiawi. Perilaku ngidol ini biasanya lebih kuat dialami oleh para remaja. Bila dikaitkan dengan tahap perkembangan psikososial remaja, yaitu pembentukan identitas (Santrock, 2002), maka remaja sudah mulai mengenali dirinya dan memiliki preferensi akan hal-hal yang disukainya.
Oleh karena itu, remaja sudah mulai membentuk kesukaan yang kukuh akan suatu hal, seperti genre musik, selera berpakaian, dll.
Selain itu, remaja pun akan lebih mudah menjadikan sosok selebriti sebagai panutan, karena terpukau oleh penampilan mereka yang dianggap keren. Tergabung dalam fandom tertentu pun memperkuat identitas remaja, sebagai individu maupun bagian dalam kelompok (Lacasa, dkk, 2017).
Dalam Psikologi, dikenal istilah pemujaan selebriti, yaitu perilaku kaum awam yang menunjukkan keterikatan pada selebriti, seperti musisi, artis, atlet, maupun figur publik lainnya. Mc.Cutchcheon (dalam Mc.Chutcheon dkk, 2016) membagi pemujaan selebriti menjadi tiga tingkatan, yaitu (1) entertainment-social, (2) intense-personal, dan (3) borderline-pathological.
Berikut adalah penjelasan tiap tingkatan berikut :
1. Entertainment-social
Pada tingkat ini, fans biasanya menjadikan aktivitas ngidol sebagai bentuk hiburan. Fans tingkat 1 suka mendengarkan lagu-lagu idola saat mengerjakan tugas atau membersihkan rumah, melihat tayangan idolanya sepulang bekerja atau di saat istirahat, dan suka membicarakan mengenai idolanya dengan orang lain, terutama dengan sesama fans. Tahap ini tergolong wajar dan sebagian besar orang melakukannya.
2. Intense-personal
Di tingkat ini, fans merasa memiliki keterkaitan khusus dengan sang idola dan seolah bisa merasakan apa yang tengah dialami sang idola.
Fans yang bisa ikut sedih saat idolanya diterpa gosip, idolanya putus cinta, atau geram saat idolanya dihina, bisa jadi sudah berada di tingkat ini.
Fans di tahap ini pun kerap merasa bersalah bila menganggap tidak bisa mendukung idolanya, seperti terlambat streaming video atau terlupa menonton satu episode reality show. Fans tahap 2 juga kerap memaksakan orang lain untuk turut menyukai idola mereka.
3. Borderline-pathological
Pada tingkat ini, fans sudah membentuk suatu keyakinan bahwa idolanya adalah pusat kehidupannya. Mereka memiliki fantasi bahwa ia memiliki kedekatan khusus dengan sang idola dan saat ia mengalami kesulitan, idola tersebut akan datang membantunya.
Fans pada tahap ini dapat dikategorikan sebagai fanatik, karena ia akan melakukan apapun untuk membuktikan cintanya pada sang idola.
Fans di level 3 bisa mendedikasikan hidupnya untuk idola, seperti menghabiskan seluruh waktu, uang, dan perhatiannya pada sang idola. Beberapa di antara mereka bahkan bisa menguntit idolanya ke mana pun.
Beberapa fans meneror sang idola maupun orang-orang yang dekat dengan sang idola, karena menganggap idolanya adalah “suami” atau “istri” dan tidak boleh ada yang memiliki idola tersebut.
Semakin tinggi tahapan pemujaan, individu dapat dikatakan sudah mengalami adiksi, yang menyebabkannya gagal mengendalikan dorongan diri, cenderung tidak fokus menjalankan aktivitas rutin, dan kesulitan untuk menjalin relasi dengan orang lain, terutama relasi romantis, secara sehat (Mc.Cuthcheon dkk, 2016).
Ngidol adalah suatu fase kehidupan yang umum dialami oleh tiap individu. Ngidol bisa mendatangkan manfaat, seperti sarana rekreasi untuk menghilangkan penat, memiliki topik obrolan yang menarik dengan teman-teman sesama fans, dan menjadi sumber inspirasi untuk berkarya, maupun mencontoh perilaku baik dari idola.
Ngefans itu boleh saja, asal tidak menjadi fanatik. Sahabat, coba cek diri kalian masing-masing, apakah perilaku ngidol kalian masih tergolong wajar atau sudah keterlaluan?
Bila kalian mulai menunjukkan keterlibatan emosional yang tidak sehat dengan idola, coba jalankan tips-tips berikut ini yuk!
1. Semua orang punya selera
Sahabat, kita perlu memahami bahwa semua orang itu unik dan punya selera masing-masing. Sah-sah saja kok kalau orang lain punya kesukaan yang berbeda dengan kita.
Semua orang boleh punya selera, seperti warna favorit, genre musik, film kesukaan, klub sepakbola, dll, dan selama masih taraf wajar, ya tidak masalah.
Boleh kok mengajak orang lain untuk menyukai kegemaranmu, tapi tidak memaksakan, Jangan juga menghina kesukaan orang lain bila berbeda denganmu.. Tetaplah saling ngidol dalam damai! :)
2. Idolamu itu manusia
Bagi seorang fanatik, idolanya tersebut merupakan sosok dewa, orang suci, atau tokoh paling ideal yang harus dijunjung setinggi-tingginya. Dikarenakan hebatnya gambaran sang idola, para fanatik menganggap idolanya tidak mungkin berbuat kesalahan.
Oleh karena itu, pada beberapa kasus fanatisme, sang idola diancam, dilukai, bahkan dibunuh oleh pelaku fanatik yang merasa kecewa karena sang idola tidak sesuai dengan gambaran idealnya. Selain itu, para fanatik bisa berbuat agresif bila ada yang mengkritik idolanya.
Sahabat, secantik, seganteng, atau sekeren apapun idolamu, mereka semua manusia biasa. Mereka bisa salah, berada dalam kondisi rapuh, bahkan bisa punya skandal.
Kesan yang ditampilkan di media sudah dipoles sedemikian rupa untuk meningkatkan penjualan. Mereka juga punya hak untuk berpacaran, menikah, maupun menikmati waktu pribadi mereka.
3. Kalian hidup di dunia berbeda
Sahabat, kalian dan idolamu berada di dunia berbeda. Pahamilah saat kalian sibuk bertengkar karena idolamu, idolamu bahkan tidak memikirkan kamu.
Bahkan mereka tidak tahu bahwa kamu ada (sakit memang tapi itu kenyataan). Memang idola itu bisa besar karena fans, tapi mereka kan tidak ingat satu-persatu dengan fans mereka.
Boleh kok menghibur dengan mendengarkan musik, menonton video atau film, maupun membaca berita tentang idolamu, tapi jangan lupakan tugas-tugas dan tanggung jawabmu.
Batasi waktumu untuk ngidol, lalu gunakan sebagian besar waktumu untuk belajar, bekerja, beribadah, berdoa, dan bercengkerama dengan keluarga maupun sahabatmu di dunia nyata.
Jadikanlah ngidol sebagai bentuk hadiah bila sudah menyelesaikan tanggung jawab kalian. Sesuaikan juga standarmu akan pasangan hidup maupun lingkungan sosial, dengan realita
4. Tren terus berganti
Sekarang orang-orang sedang terkena demam K-Pop, tapi dulu pernah menjangkit demam Jepang, Mandarin, dll. Demikian juga dengan genre musik yang terus datang silih-berganti. Trend akan selalu berubah.
Bila suatu trend dianggap keren di suatu masa, bisa jadi akan dianggap norak di masa berikutnya. Oleh karena itu, ikutilah trend dengan secukupnya. Tidak perlu memaksakan diri untuk mengeluarkan uang, menghabiskan waktu serta tenaga, bahkan merusak silaturahmi, untuk trend yang cepat sekali berganti.
Bisa saja loh sesuatu yang kamu cintai habis-habisan saat ini akan berubah menjadi sesuatu yang kamu benci. Oleh karena itu, sukailah sesuatu dengan sedang-sedang saja.
Yuk, Sahabat! Kita ngidol asyik tanpa fanatik!
Sumber referensi :
CNN. 2020. BTS Jadi K-Pop Pertama Rajai Hot100 Billboard. (diakses 6 Oktober 2020)
Lacasa, P, dkk. 2017. Teenagers, Fandom, and Identity. Persona Studies Vol 3 : 51-65.
Mc.Cutcheon, dkk. 2016. Intimate Relationships and Attitudes Toward Celebrities. Interpersona Vol 10 (1) : 77-89
Santrock, J.W. 2002. Perkembangan Masa Hidup (Edisi Kelima). Jakarta : Penerbit Erlangga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H