Mohon tunggu...
Mardiana
Mardiana Mohon Tunggu... Penulis - Menulislah, walau sebait kata

Menuangkan segala dibenak menjadi tulisan yang bermanfaat bagi orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kekasih Ayah adalah Guruku

4 November 2020   07:06 Diperbarui: 4 November 2020   08:18 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Doc pribadi, gambar hanya pemanis saja

Teeeeeet....... Suara bel sekolah, pertanda pergantian jam pelajaran. Aku sudah tak sabar menunggu Guru cantik itu masuk ke kelas, tak lama kemudian masuklah seorang wanita berhidung mancung, dan menyapa kami.

Setelah Guru itu mengabsen kami, lalu Ia memberikan materi pelajaran dan  menjelaskan pelajaran tersebut.  Aku yang sedari tadi memperhatikan dengan jelas wajahnya mulai berhayal.

Bisa dikatakan wanita yang sedang berdiri di depan kelas itu, benar-benar perfect. Tak nampak cacat di wajahnya, rambutnya yang sedikit berwarna pirang, di hiasi jepit kecil berwarna merah  diatas kepalanya, menambah keindahan di rambutnya.

Tak terasa 2 jam pelajaran telah berlalu, Ia menutup pelajarannya dan meninggalkan kelas, serta diriku yang sedang terpesona akan kesempurnaan yang dimilikinya.

Entah apa yang dijelaskan saat belajar tadi, Aku tak menyimak. Aku lebih fokus memandang wajahnya ketimbang materi yang diberikannya.

***

"Rio" suara Ibu memanggilku dari kamarnya.

Aku pun berjalan menuju ke kamarnya, Ibu ku masih terbaring lemah di atas kasurnya, sudah hampir dua Minggu, namun belum ada perubahan.

Ibu tak mau dirawat di rumah sakit lagi, sudah capek harus bolak-balik kesana. Lebih baik dirumah, ada rasa nyaman, katanya. 

" Ada apa Bu?" Tanya ku

" Ibu minta tolong belikan sari kurma"

Aku menganggukkan kepala, dan beranjak dari kasurnya. Kemudian Aku ke dapur dan bilang ke pembantu dirumah Kami bahwasanya aku pergi ke toko.

Setelah berkeliling Aku mencari pesanan Ibu, akhirnya ada juga di toko Berkah. Saat ku langkahkan kaki keluar toko, ku lihat seorang wanita sedang berdiri di depan toko itu. Aku mengenalinya, walau hanya dari belakang Aku melihatnya, tetapi Aku sangat yakin Dia Guru cantik itu.

"Malam, Ibu cantik" ku beranikan diri menyapanya.

"Eh kamu Rio, ngapain disini?" 

"Ni lagi beli sesuatu" Aku sambil menunjukan kantong asoy berwarna hitam.

" Ibu cantik, lagi ngapain disini? Udah malam lho Bu, Nungguin seseorang ya?" Tanyaku

"Ah nggak" jawabnya 

Sepertinya Ia sedang berbohong padaku. Aku berpura-pura saja pergi duluan meninggalkannya. Tetapi saat ku coba menyalakan motor Ninja kesayangan, tiba-tiba Ia menghampiri ku dan menawarkan dirinya untuk diantar pulang.

Oh Tuhan, senangnya Aku bisa membonceng wanita cantik ini. Aku senyum-senyum diatas motor, saking bahagianya. Sesaat kemudian tangan wanita itu memegang pinggang ku, dag Dig dug Der rasanya mau lepas jantungku. 

Mungkin Ia mencoba memberanikan diri saja untuk bergantung di pinggang ku, kalian pasti tau kan motor Ninja itu seperti apa? Sudah pasti Ia takut jatuh.

Tak terasa kami sudah sampai di depan rumahnya. Kemudian Ia mengajakku mampir untuk sekedar minum teh, sebagai ucapan terimakasih karena telah mengantarkannya.

Sengaja Ku tolak tawarannya, karena Aku berharap suatu saat nanti Ia pasti akan menawarkan kembali, dan Aku bisa lebih dekat lagi dengan dirinya.

***

Suara mobil berhenti di depan rumah, mungkin Ayah pulang dari luar kota. Lalu ku intip dari kaca jendela kamar yang posisi kamarku menghadap ke teras rumah, jadi Aku lebih tau duluan siapa saja yang keluar masuk dari rumah ini.

Sebentar lagi pasti akan ku dengar suara ledakan dari dalam kamar orang tua ku, seperti itulah setiap kali Ayah pulang dari luar kota. Biasanya saat perang terjadi, ku nyalakan musik di kamarku agar telinga ku tak sakit saat bom akan meledak.

Tak lama kemudian, ku lihat ayah masuk ke dalam mobil, kemudian nampak Ibuku sambil memegang sesuatu dan melemparkannya ke arah Ayah, untung saja Ayah cepat masuk kedalam mobil, sehingga hanya pintu mobil yang kena sasaran, dan mobil itu melaju dengan kencang keluar rumah.

Buru-buru ku matikan tape recorder, dan ku berlari ke lantai bawah menghampiri Ibu yang sedang menangis.

Ibu langsung memeluk diriku, dan ku bawa menuju kamarnya yang sudah seperti kapal pecah karena ombak yang menghantam. Sedikit ku rapikan alas kasur, dan ku baringkan Ibu. 

Ada rasa dendam di hati atas perlakuan Ayah ke Ibu, andai Aku punya cukup keberanian ingin sekali Aku membalas sakit hati Ibu. Tapi suatu hari nanti pasti akan ku balas rasa sakit Ibu, jika Ayah tak juga berubah

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun