Mohon tunggu...
Mardian Hardipto
Mardian Hardipto Mohon Tunggu... Ilmuwan - Penyelidik Bumi di Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Kementerian ESDM

hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

"To See is To Believe", Metode Visual dalam Mitigasi Bencana Gunung Api

15 Januari 2023   00:00 Diperbarui: 15 Januari 2023   00:00 831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya ingat pepatah di atas, saat belajar bahasa Inggris di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP). To see is to believe, atau seeing is believing: melihat (itu) untuk percaya. Sekian puluh tahun kemudian, kata-kata itu sangat membantu dalam pekerjaan kami.

Dini hari, Minggu 4 Desember 2022, saya sedang tidur nyenyak di salah satu kamar mess Pos Pengamatan Gunung Api Semeru di Gunung Sawur, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur. Menjelang pukul tiga pagi dibangunkan oleh suara ketukan pintu tergesa-gesa dari seorang Pengamat Gunung Api. Bukan untuk memberitahu hasil pertandingan antara Argentina melawan Australia di piala dunia pagi itu, melainkan mengabari terjadinya Awan Panas Guguran (APG) Semeru.

“Pak, Pak, APG Pak!” diantara ketukan pintu kamar. Saya terbangun, membuka pintu, dan tanpa menunda waktu, menuju Ruang Monitoring yang belum genap dua jam saya tinggalkan, bergabung dengan teman-teman Tim Tanggap Darurat yang sudah standby di Ruang Monitoring, untuk menghadapi dahsyatnya APG Semeru.

Kemunculan Awan Panas Semeru sudah diprediksi Badan Geologi melalui Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) jauh-jauh hari, walau kapan tepatnya awan panas bakal terjadi, dan seberapa besar, tak bisa ditentukan. Ya, sudah sejak sekitar dua bulan sebelumnya kami membahas dan mengantisipasi kemungkinan “ulang tahun” Awan Panas Semeru. Bahkan kunjungan Polsek Candipuro ke Pos Sawur satu malam sebelumnya sedianya mengonfirmasi hotspot dari citra satelit, berkembang menanyakan kemungkinan kejadian Awan Panas dengan istilah yang sama: “ulang tahun”. Padahal tak dikenal istilah ulang tahun dalam kebencanaan. 

Namun sekarang, di pagi buta tepat setahun setelah Awan Panas 4 Desember 2021, menyadari bahwa memang kejadian yang sama mungkin berulang, kami bersiap. Seperti ilustrasi seorang senior kami: bila memang ini waktu untuk Semeru manggung, manusia harus tahu dan mau memberi ruang itu pada Semeru hingga berhenti dengan sendirinya.

Kami memantau menit demi menit, menyaksikan APG dari kilometer ke kilometer menuruni lereng. Adzan subuh belum juga terdengar, kami sudah berusaha menghubungi berbagai pihak, memperingatkan aparat terkait untuk bersiaga bahkan mengevakuasi warga yang mungkin terancam. Kami tidak bisa tahu kapan APG ini akan berakhir, dan seberapa jauh jarak luncuran akan terjadi.

Alhamdulillah, kami melihat beberapa keunggulan yang bisa digunakan pagi itu. Pertama, Badan Geologi sudah jauh-jauh hari menugaskan tim Tanggap Darurat di Pos Pengamatan Gunung Api Sawur. Pagi itu full team bersiaga dan berbagi tugas: (1) memantau perkembangan APG berdasar data dari berbagai instrumen dan (2) berkoordinasi dengan aparat setempat.

Kedua, saat itu dini hari menjelang pagi dan cuaca cerah. Warga sedang beristirahat, tapi paling tidak posisinya terkonsentrasi di rumah-rumah, lebih mudah untuk dijangkau  informasi tanggap darurat, bukan dalam posisi menyebar di sawah, kebun, ladang, atau sungai seperti bila terjadi di siang hari. Cerahnya cuaca membuat kami relatif dapat melihat APG itu menuruni lereng Semeru dari Ruang Monitoring. Ya, melihatnya melahap dengan mudah arah tenggara.

Ketiga: kami memiliki dua CCTV baru (Closed Circuit Television) yang dipasang di lokasi bernama Kamar A dan Kali Lanang (Besuk Lengkong), tepat mengapit jalur APG akan lewat.  CCTV ini dipasang oleh beberapa tim sebelum kami, persiapan menghadapi banjir lahar atau APG seperti ini. Memang tidak ada yg menakjubkan soal CCTV ini, tapi dengannya kami dapat memperkirakan jarak luncuran APG saat nanti terlihat di CCTV Kamar A dan di Kali Lanang. Dengan demikian, kami punya keunggulan pemantauan visual dan satu sisi lain yang sering kali terlupakan: keunggulan komunikasi. Di sini seeing is believing memberi clue.

Komunikasi di saat bencana, kadang menjadi hal terlupakan untuk disiapkan, padahal itu adalah mata rantai penting ketika pihak yang berwenang perlu menggerakkan orang seperti melakukan mobilisasi dan evakuasi. Di tengah kejadian bencana, hal yang paling tidak diinginkan adalah manajemen (penanggulangan bencana) yang meningkatkan risiko bencana, dan faktor utamanya bisa berupa rantai komunikasi yang buruk. Risk communication, atau komunikasi risiko bencana, terutama saat potensi (bencana) itu dekat dan nyata, menjadi kunci keberhasilan mitigasi. Dengan CCTV itu, kami memiliki keunggulan untuk melakukan risk communication yang lebih baik, dan inilah saat membuktikannya.

Pagi hari, APG belum juga mereda. Saat itulah Wakil Bupati (Wabup) dan Kepala Pelaksana (Kalak) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lumajang beserta rombongan bergabung di Pos Pengamatan Gunung Api Semeru di Sawur.  Setelah membahas perkembangan  APG dan menjelaskan peralatan, kami mengajak Wabup, Kalak BPBD, dan rombongan memantau via CCTV.  

Beruntungnya, saat itu, APG berulang kali terlihat di layar CCTV Kamar A, tapi belum sampai melewatinya. Kami dengan mudah memperlihatkan pergerakan APG kepada rombongan Wakil Bupati.

“Ini posisi CCTV Kamar A, Bu, dan ini di posisi CCTV Kali Lanang.” kami mengawalinya. Mengajak rombongan melihat apa yang terlihat di layar CCTV, juga membandingkan posisinya di peta. “Masih terlihat ujung APG di sini di CCTV Kamar A… artinya jarak luncuran sekitar 7 km dari puncak.”

Bukan tanpa sebab kami mengajak Wakil Bupati dan rombongan memantau melalui CCTV, tetapi justru karena alasan kesederhanaannya. To see is to believe, melihat itu untuk menjadi yakin, sangat membantu.

Pada saat yang sama, sebetulnya kami memiliki data kegempaan Gunung Semeru berupa rekaman tremor overscale di seismograf,  tren arah GPS dari lapangan, atau tren data tiltmeter. Data dari instrumen ini dapat bercerita lebih banyak tentang dinamika vulkanik yang terjadi dibanding hanya data visual. Tapi ketiganya membutuhkan penjelasan dan waktu untuk bisa dipahami. CCTV jauh lebih sederhana: cukup dengan memperlihatkan apa yang terjadi di lapangan.

Saat tanggap darurat dilakukan dengan tujuan tidak adanya korban jiwa, lebih mudah menjelaskan melalui data visual (seperti CCTV) kepada pengambil keputusan, dibanding data lain. Komunikasi visual melalui CCTV lebih sederhana: mereka yang awam terhadap gejala vulkanik sekalipun akan dapat menangkap informasi yang diberikan, dan itu mendorong pengambilan keputusan dengan lebih cepat. Data peralatan lain seperti rekaman seismograf, tiltmeter, GPS diposisikan sebagai validasi dan pendukung, dan akan lebih “berbunyi” nanti di saat penyelidikan dan analisis after-event-nya. Ini strategi risk communication yang kami pilih.

Rekaman CCTV juga memberi kita orientasi ruang, suatu jenis informasi yang disenangi hipokampus, bagian otak yang penting penyimpan ingatan. Melalui informasi visual dan orientasi ruang yang jelas, “siapapun”  bisa melihat ada ujung APG bergerak, lalu berhenti, lalu datang lagi dalam “gelombang-gelombang” berikutnya. Saat bagian terdepan APG akhirnya melewati ujung layar CCTV kamar A dan mulai nampak di layar CCTV Kali Lanang, kami tahu, APG hendak menjangkau jarak 8-10 km dari puncak.  Kami dapat dengan cepat membandingkan lokasi itu dengan peta cetak ataupun daring untuk memetakan pergerakan APG. Wabup dan jajarannya bisa lebih cepat mengambil keputusan dan berkoordinasi melakukan evakuasi atau langkah lainnya.

Hari itu, APG akhirnya berhenti setelah nyaris 11 jam berlangsung, meluncur sejauh 13 km ke arah tenggara dari puncak Semeru, melalui Besuk Kobokan, Kali Lanang, dan berakhir di bawah Jembatan Gladak Perak. Walau material APG menimbun dusun Kajarkuning dan memutus jaringan listrik di area sekitarnya, termasuk di Pos Sawur, alhamdulillah, tidak ada korban jiwa tercatat dalam peristiwa ini. Ya, cuaca gelap gulita, hujan abu, rasa lelah, dan semua tekanan yang ada, terbayar saat kami meyakini tak ada korban jiwa dalam peristiwa ini. Yang patut disyukuri, rantai komunikasi berjalan. Hal ini tak lepas dari kesiapan pemerintah daerah dan warga. Masyarakat yang sudah belajar tentang bencana Awan Panas Semeru, dapat dievakuasi saat diminta.

Pengalaman hari itu juga mengajarkan pentingnya pemantauan visual di gunung api. To see is to believe, tetap menjadi keunggulan yang sangat dibutuhkan dalam mitigasi bencana gunung api. Walau data visual hanya menjawab pertanyaan yang bersifat sederhana: Apakah terjadi letusan, APG, atau Awan Panas Letusan? Berapa tinggi kolom letusan? Apa warna kolom letusan? Kemana arah APG? Berapa jarak luncurnya? Tapi pertanyaan-pertanyaan itu penting untuk menentukan langkah mitigasi selanjutnya.

Kedudukan penting informasi visual juga menjadi penjelasan profesi memantau aktivitas vulkanik sejak awal disebut Pengamat Gunung Api, karena secara harfiah, sebelum adanya instrumen pemantauan gunung api canggih seperti sekarang, tugasnya memang mengamati gunung api secara visual, hari demi hari. Itu juga alasan Pos Pengamatan berada di sekitar gunung api: untuk sebisa mungkin menjangkau aktivitas vulkanik melalui visual.

Saat ini, metode pemantauan visual dibantu alat seperti CCTV, segala jenis teropong, foto udara, UAV/drone, citra satelit, dan mungkin nanti robot pembawa kamera. Ada beberapa fitur yang menguntungkan dari peralatan itu: kemampuan merekam data visual, menyertakan pilihan analisis lebih lengkap, dan kemampuan pemantauan visual jarak jauh (remote) yang memperkecil risiko saat bertugas.

Keunggulan piranti visual itu yang terbukti turut menyederhanakan tugas Tim Tanggap Darurat Letusan Gunung Api Semeru saat menghadapi kejadian APG 4 Desember 2022, baik untuk memantau pergerakan APG maupun melakukan risk communication. Bila CCTV saat itu belum dipasang, kami lebih sulit memantau pergerakan APG dan perlu menjelaskan APG lebih banyak melalui cerita data gempa, tiltmeter, atau GPS kepada Wabup dan BPBD. Skenario semacam ini bisa menghabiskan waktu, dan jauh lebih sulit karena pengambil keputusan belum tentu terbiasa (familiar) dengan istilah ilmu  kebumian. Bayangkan peningkatan risiko saat penjelasan saintifik dilakukan ketika keputusan harus cepat diambil.

Instrumen yang lengkap dan berfungsi dalam pemantauan gunung api adalah satu hal, lalu pemilihan lokasi yang tepat untuk instrumen itu adalah hal yang berbeda, dan penggunaan instrumen untuk mendukung kerja mitigasi adalah hal yang sama sekali berbeda pula. Rangkaian itu menjadi pelajaran yang diperoleh dari pemasangan CCTV yang berfungsi baik, di jalur yang tepat akan dilalui APG, dan digunakan dalam pemantauan maupun risk communication saat eskalasi bahaya terjadi, seperti yang baru saja kami lalui hari itu.

Namun, di tengah keunggulan metode pengamatan visual seperti yang kami dapati hari itu, sayangnya belum semua gunung api aktif di Indonesia memilikinya. Bilapun ada, maka peralatan pemantauan lapangan seperti CCTV masih rawan akan perusakan, vandalisme, atau pencurian. Lebih dari itu, tidak semua kasus krisis gunung api terbantu metode visual, karena kenyataannya tidak semua gejala peningkatan  aktivitas gunung api dapat dideteksi melalui pengamatan visual.

Saat kita bisa melihat apa yang terjadi, seperti lirik dalam sebuah lagu, kita tak perlu banyak berbicara untuk menjelaskan, karena rekaman gambar telah bercerita seribu kata. Sementara itu, (to) believe alias percaya dan yakin, adalah satu unsur pengambilan keputusan (decision making) yang vital bagi pihak  yang berwenang (decision maker), terutama di saat genting bencana terjadi: di saat kecepatan dan ketepatan keputusan menjadi pembeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun