cerpen katu pos dari surga memiliki alur campuran. Yaitu campuran antara alur maju dan alur mundur. Di awal kisah, penggambaran peristiwa disajikan menggunakan alur maju. Kemudian alur mundur dipakai ketika menceritakan kisah masa muda Ren. Serta menceritakan peristiwa yang pernah Marwan alami.
Setting
- Tempat
Halaman rumah, ruangan-ruangan di dalam rumah Marwan, kantor Marwan
- Seperti capung ia melintas halaman. Ia ingin segera membuka kotak pos itu.
- “Enggak bisa tidur, ya? Mo tidur di kamar Papa?” Marwan menggandeng anaknya masuk.
- Marwan menatap Ita, yang tampak memberi isyarat agar ia melihat ke sebelah. Beberapa rekan sekantornya terlihat tengah memandang mejanya dengan mata penuh gosip.
- Waktu :
- Marwan melirik jam dinding kamarnya. Pukul 11.20.
- Marwan masih ngantuk karena baru tidur menjelang jam lima pagi, setelah Beningnya pulas,
- Ketukan gugup di pintu membuat Marwan bergegas bangun. Dua belas lewat, sekilas ia melihat jam kamarnya.
- Suasana
- Tongkat pel yang dipegangnya nyaris terlepas, dan Bik Sari merasa mulutnya langsung kaku. Ia harus menjawab apa? Bik Sari bisa melihat mata kecil yang bening itu seketika meredup, seakan sudah menebak, karna ia terus diam saja. Sungguh, ia selalu tak tahan melihat mata yang kecewa itu.
- “Mungkin Pak Posnya lagi sakit. Jadi belum sempet ngater kemari…” Lalu ia mengelus lembut anaknya. Ia tak menyangka, betapa soal kartu pos ini akan membuatnya mesti mengarang-ngarang jawaban.
- Marwan hanya diam, bahkan ketika anaknya mulai mengeluarkan setumpuk kartu pos dari kotak itu.
Menceritakan suasana rumah yang redup, para penghuni di dalamnya tidak merasakan keceriaan setiap harinya.
- Hawa dingin bagai merembes dari dinding. Bau wangi yang ganjil mengambang. Dan cahaya itu makin menggenangi lantai. Rasanya ia hendak terserap amblas ke dalam kamar.
- “Beningnya! Beningnya!” Marwan segera menggedor pintu kamar yang entah kenapa begitu sulit ia buka. Ia melihat ada asap lembut, serupa kabut, keluar dari lubang kunci. Bau sangit membuatnya tersedak. Lebih keras dari bau amoniak. Ia menduga terjadi kebakaran dan makin panik membayangkan api mulai melahap kasur.
Menggambarkan kepanikan Marwan dan Bik Sari dengan kondisi kamar Beningnya yang terkunci. Cahaya aneh yang terpancar, membuat keduanya berpikir ada kebakaran di dalam ruangan gadis kecil itu. Tetapi suasana disekitar ruangan juga ganjil dengan hawa magis. Sedangkan Beningnya terdengar sedang bercakap dengan riang di dalam ruangan.
Sudut pandang
Pengarang menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu.
- Beningnya tertegun, mendapati kotak itu kosong. Ia melongok, barangkali kartu pos itu terselip di dalamnya.
- Bik Sari merasa mulutnya langsung kaku. Ia harus menjawab apa? Bik Sari bisa melihat mata kecil yang bening itu seketika meredup,
- Marwan tak berani menatap mata anaknya, ketika Beningnya terisak dan berlari ke kamarnya. Bahkan membohongi anaknya saja ia tak bisa! Barangkali memang harus berterus terang.
Gaya bahasa
mudah dimengerti, sederhana, dan membawa emosi para pembaca.
- Di kelas, tadi, ia sudah sibuk membayang-bayangkan: bergambar apakah kartu pos Mama kali ini? Hingga Bu Guru menegurnya karena terus-terusan melamun.
- “Tadi Mama datang,” pelan Beningnya bicara. “Kata Mama tukang posnya emang sakit, jadi Mama mesti nganter kartu posnya sendiri….”
- Beningnya mengulurkan tangan. Marwan mendapati sepotong kain serupa kartu pos dipegangi anaknya. Marwan menerima dan mengamati kain itu. Kain kafan yang tepiannya kecoklatan bagai bekas terbakar.