Ketika tersiar berita bahwa Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) menawarkan kurikulum paradigma baru pada tahun 2022  menggantikan  Kurikulum 2013 (K-13), saya gembira  mendengar berita ini. Kurikulum paradigma baru ini  disebutkan lebih fokus pada materi yang esensial dan tidak terlalu padat materi, persis seperti yang diharapkan dulu oleh  almarhum dosen saya Slamet Iman Santoso.
Beberapa tahun yang lalu dosen saya di Filsafat UI, almarhum Dr. Slamet Iman Santoso, Bapak Psikologi Indonesia, dalam suatu diskusi kelas filsafat pernah mengatakan  bahwa kualitas pendidikan di Indonesia sangat rendah, karena pembelajaran di sekolah tidak  fokus pada materi yang esensial tapi  padat materi, sehingga guru  tidak memiliki  waktu untuk pengembangan karakter dan kompetensi siswa. Institut Keguruan ilmu Pendidikan  (IKIP) yang memproduksi para guru  perlu bertanggungjawab terhadap masalah ini, guru berkualitas siswa cerdas, lanjut Almarhum.
Kurikulum paradigma baru yang ditawarkan Pemerintah  mengandung dua hal  penting  untuk meningkatkan kecerdasan siswa, yaitu  kegiatan intrakurikuler dan kegiatan proyek. Dalam kurikulum paradigma baru ada kegiatan intrakurikuler berupa tatap muka dalam kelas dan ada kegiatan proyek yang dilakukan untuk mencapai Profil Pelajar Pancasila. Kurikulum Paradigma Baru  tidak menetapkan jam pelajaran perminggu seperti yang selama ini berlaku dan tidak berbasis materi. Kurikulum yang memiliki materi yang terlalu banyak, menyebabkan guru tidak bisa mengembang karakter dan kompetensi siswa dan tidak ada ruang bagi siswa untuk memahami materi dan  melakukan refleksi pembelajaran.
Dengan kurikulum paradigma baru ini, tentu kita mengharapkan  kurikulum yang  padat materi dengan  sistem hapalan tidak ada lagi. Guru memiliki  waktu untuk pengembangan karakter dan kompetensi siswa sehingga dapat meningkatkan kemampuan literasi dan kecerdasan siswa.
Bicara tentang kecerdasan, saya dapat tulisan menarik di sosmed yang diposting  seorang nitizen yang mungkin ada korelasinya dengan rencana penerapan kurikulum paradigma baru di Indonesia. Tulisan itu begini bunyinya. Â
Setelah Mao wafat, Deng tampil berkuasa. Yang pertama dia lakukannya  berkunjung ke AS. Di sana Deng bertanya kepada profesor AS.
 " berapa IQ manusia normal." Tanya Deng
" 90-109 " jawab profesor
" Berapa IQ orang AS .?
" diatas 100 rata 98". Ya di-atas IQ Gorilla yang IQ nya berkisar 75-95 & Simpanse 30-50", jelas profesor.
Setelah kembali dari lawatan di AS, Deng minta agar di-adakan Test IQ rata-rata Orang - China. Hasilnya, 80-90. Deng Terkejut. Bagaimana China bisa bersaing kalau IQ nya setara dengan Gorilla. Deng bertanya kepada ahli Pendidikan.
" mengapa IQ orang China saat itu rendah atau sama dengan Gorilla ?
" Karena sistem pendidikannya yang lebih kepada standar dan hafalan. Itu metode pendidikan untuk Hewan. Kalau sistem Pendidikan dengan metode tematik akan membuat Kecerdasan orang berkembang. "
Deng membuat keputusan Revolusioner dalam sistem Pendidikan Nasional China, yaitu menghapus sistem pendidikan hafalan dan menghapus standardisasi metode pengajaran. Semua kembali kepada lokal. Dengan sIstem seperti itu, bisa dibedakan antara kemampuan dan pengetahuan.  Artinya China tidak mendidik orang mendapatkan pengetahuan di Sekolah, tapi mendidik mereka memiliki kemampuan atas apa yang mereka ingin capai. Metodenya ?.  Tematik, model Pembelajaran terpadu menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Kini IQ rata rata orang China 105 sama dengan  rata- rata  orang Jepang, tapi masih  di bawah rata-rata  orang Korea (106) dan  Singapura (108). Data dari World Populatiom Review menyebutkan bahwa tingkat IQ orang Indonesia  di posisi di peringkat  80 dunia dengan rata-rata IQ sebesar 85. Jadi sama dengan Koko, Gorilla yang memiliki IQ antara  75 sampai 95.
Bila pendidikan di China menghapus sistem  pendidikan hafalan dan menghapus standardisasi metode pengajaran,  di  Kanada pembelajaran disesuaikan dengan ketertarikan dan kebutuhan siswa serta melibatkan pembelajaran berbasis pengalaman melalui proyek masyarakat di samping meningkatkan perangkat digital. Pendidikan di Finlandia juga terkenal hebat. Di Finlandia tidak ada ujian standar nasional. Tiap anak belajar secara personal sehingga anak membuka potensi dirinya sendiri. Pembelajaran anak dinilai dari  berbagai metode kualitatif.
Dengan  kurikulum paradigma baru di Indonesia kita berharap  siswa dapat  diperkuat dengan literasi dan numerasi. Disamping itu, perlu  perubahan didaktik, dari menjejali siswa dengan banyak materi kepada belajar secara mandiri. Guru bertindak sebagai fasilitator dan fokus pada pengembangan karakter dan penanaman rasa senang belajar. Pembelajaran berorientasi pada siswa dengan memanfaatkan teknologi. Pengajaran berdasarkan level kemampuan siswa atau kurikulum berdasarkan kompetensi. Dan guru berkualitas melahirkan siswa cerdas.
Kemampuan  memecahkan masalah sebagai keterampilan inti  adalah keterampilan yang  paling dicari di  masa mendatang. Itu hanya bisa diperoleh dengan tingkat kecerdasan atau IQ yang memadai (tidak sama dengan IQ Gorila).  SDM unggul yang dibutuhkan di masa depan  tidak bisa diciptakan  dengan metode pembelajaran yang dibentuk berdasarkan  tren masa lalu (Kurikulum 2013).  Pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai,dan kemampuan inti  siswa  perlu dikembangkan agar Indonesia dapat maju dan sejahtera pada tahun 2030.
Sekian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H