Penolakan terhadap pernikahan poligami telah lama muncul dalam  masyarakat. Ada yang memandang  poligami menafikan kemanusiaan perempuan. Perempuan tidak dianggap sebagai manusia utuh dengan segenap potensi kemanusiaannya, tapi dianggap seperti barang yang bisa diperlakukan seenaknya. Dalam kaca mata perempuan kontemporer, poligami dilihat sebagai sikap zalim terhadap perempuan.
Di Negara-negara Islam seperti Tunisia, Siria, Turki, Mesir dan lainnya telah melakukan refornasi terhadap hukum poligami. Tunisia menjadi negara Arab pertama yang melarang poligami dan memandang poligami sebagai tindakan kriminal. Di Indonesia pemikiran mengenai reformasi hukum  nikah dan poligami pernah dicanangkan tim gender streaming Departemen Agama Republik Indonesia pada tahun 2004,tapi  menuai kontroversi, sehingga kerja tim dibatalkan.
Pada zaman Sitti Nurbaya, perkawinan poligami di Minangkabau didukung masyarakat adat. Sebagian besar penghulu berpoligami. Simak  sebuah dialog dalam novel Sitti Nurbaya.Â
- "Apa yang telah diberikan istrimu itu kepadamu,  hingga tidak tertinggalkan olehmu perempuan itu.  Kaki tanganmu telah terikat padanya . Sekalian Penghulu di Padang ini beristri dua, tiga, sampai empat orang. Hanya engkau sendirilah yang dari dahulu, istrimu satu saja, tidak  bertambah. Bukankah orang besar itu harus beristri banyak?. Bukankah baik orang besar itu beristri berganti-ganti, supaya kembang keturunannya? Bukankah hina, jika  beristri hanya seorang saja? Sedangkan orang kebanyakan, yang tiada berpangkat dan tiada berbangsa, terkadang kadang sampai empat istrinya, mengapa pula engkau tiada?"Â
- " Hanya hewan yang banyak bininya, manusia tidak. Kalau perempuan tak boleh bersuami dua
        tiga, tentu tak harus laki-laki beristri banyak."
 Pro kontra perkawinan poligami hingga kini masih ketat dalam masyarakat . Di Indonesia, wacana penerbitan undang undang kesetaraan gender menimbulkan banyak polemik, karena dalam undang undang tersebut, pasti  ada penghapusan poligami. Penghapusan perkawinan poligami  sudah menjadi tuntutan berbagai pihak, Poligami menyengsarakan perempuan.
Membaca  ulang  novel  Sitti Nurbaya dalam konteks zaman sekarang, terbuka mata terhadap kenyataan.  Teknologi internet  mengembuskan kesadaran gender. Laki laki dan perempuan sama sama mendapat akses internet. Tidak ada yang lebih unggul.Tergantung kemauan dan latihan. Bisnis online terbuka bagi perempuan dan telah kena aura perempuan. Perempuan bisa mengakses ekonomi berbasis digital sehingga perempuan  tidak lagi dilihat sebagai beban finansial yang dijadikan salah satu alasan perkawinan poligami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H