Mohon tunggu...
Mardety Mardinsyah
Mardety Mardinsyah Mohon Tunggu... Freelancer - Pendidik yang tak pernah berhenti menunaikan tugas untuk mendidik bangsa

Antara Kursi dan Kapital, antara Modal dan Moral ? haruskah memilih (Tenaga Ahli Anggota DPR RI)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

WR Soepratman Bukti Kokohnya Bangsa Indonesia

18 Agustus 2021   14:56 Diperbarui: 18 Agustus 2021   15:03 3217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejarah memiliki arti yang sangat penting dalam kehidupan sebuah bangsa, karena peristiwa sejarah  masa lampau akan menjadi  pedoman untuk masa sekarang ataupun dimasa mendatang. Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno dalam salah satu pidatonya berpesan pada seluruh rakyat Indonesia agar “Jangan sekali-sekali melupakan sejarah.  Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya “.

Berbagai fenomena menunjukan bahwa di era milenial ini,  kecintaan generasi muda terhadap sejarah dan perjuangan pahlawan mulai memudar. Salah satu fenomena yang gampang dibaca, yaitu kurangnya pengetahuan generasi melenial tentang jasa-jasa para pahlawan. Dampak dari hal ini merosot rasa nasionalisme dan patriotisme  dan pada saatnya berakibat terhadap  kemerosotan moral bangsa. Muncul kenakalan remaja seperti tawuran, seks bebas, penyalah gunaan narkoba, geng motor lainnya.

Mengenang  jasa-jasa  pahlawan  akan memperkokoh  sikap nasionalisme dan patriotisme bagi generasi yang tumbuh di zaman ini.   Mereka perlu diajak untuk menghargai jasa-jasa pahlawan yang telah berjuang demi kemerdekaan Indonesia. Untuk  meningkatkan  kesadaran berbangsa dan bernegara, generasi muda perlu memahami jasa jasa pahlawan.  

Dalam rangka memperingati hari kemerdekaan  Republik Indonesia ke 76, tulisan ini akan  mengangkat  sejarah dan riwayat hidup  Wage Rudolf Supratman. Hingga kini, masih ada perdebatan tentang sejarah hidupnya, seperti tanggal dan tempat dia dilahirkan. Agama yang dianutnya, Islam atau Katolik.  Hanya satu hal yang  diakui, Wage Rudolf Soepratman adalah  pencipta lagu kebangsaan Republik  Indonesia “ Indonesia Raya”. Karenanya, Wage Rudolf Soepratman ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.

Lagu “ Indonesia Raya “ ciptaan  Wage Rudolf Supratman,  menjadi lagu kebangsaan Indonesia  yang ditetapkan dalam UUD 1945, Bab XV Pasal 36 B.   Lagu kebangsaan ini dinyanyikan pada acara-acara resmi negara,upacara bendera dan lainnya. Generasi milenial banyak yang tidak tahu  Wage Rudolf Supratman,  pahlawan nasional dan  pencipta lagu kebangsaan Republik  Indonesia.  
Sekilas riwayat hidup  Rudolf Supratman

Wage Rudolf lahir tahun 1903 dan meninggal tahun 1938, dimakamkan di jalan  Kenjeran Surabaya. Dalam usia yang teramat muda,  35 tahun, dia telah meninggalkan jejak -jejak   perjuangan untuk Indonesia merdeka. Untuk mengenang jasa beliau dibangun museum Wage Rudolf Supratman, di kota Surabaya.  Musium itu  berbentuk rumah sederhana,   berukuran 5x 10 meter dengan halaman yang sempit dan patung Wage Rudolf Supratman seukuran manusia di halaman tersebut. Di museum itu di simpan beberapa benda – benda peninggalan Supratman, termasuk replika biolanya.

Ayah Supratman  bernama Joemeno Kartodikromo (sersan di Batalyon VIII KNIL) dan ibunya bernama Siti Senen. Wage Rudolf Soepratman adalah anak ketujuh dari sembilan bersaudara. Pada umur 11 tahun  Soepratman ikut kakaknya Roekijem ke Makassar dan belajar bahasa Belanda di sekolah malam selama tiga tahun. Kemudian Soepratman  melanjutkan ke Normaalschool di Makassar sampai selesai. Ketika berumur 20 tahun, dia menjadi guru dan mendapat ijazah Klein Ambtenaar.

Nama Rudolf di depan nama Soepratman adalah pemberian kakak iparnya atau suami kakaknya Roekijem, Willem van Eldik. Nama Roedolf ini dipasangkan agar dia bisa bersekolah di Europese Lagere School (ELS) yang cuma menerima orang Eropa dan Belanda. Sayangnya, trik tersebut tak bertahan lama karena Soepratman  akhirnya ketahuan dan dikeluarkan dari ELS lalu pindah ke Sekolah Melayu.

Nama Rudolf yang dipasangkan di depan nama Soepratman merupakan nama Baptis, sehingga Soepratman dipandang sebagai penganut Katolik. “Tidak semua orang tahu bahwa pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya, Wage Rudolf (W. R) Soepratman merupakan seorang penganut agama Katolik.  Hal ini tertulis dengan sangat jelas dalam buku Sejarah Nasional Edisi Pertama yang ditulis oleh M. Sapija yang didukung oleh data Keuskupan Agung Jakarta “. (ikatolik.net ).

Tapi di berbagai teks menyebutkan bahwa  Wage Rudolf  Soepratman seorang  Muslim.    Nama Rudolf adalah nama yang ditambahkan kakak iparnya di Makassar agar ia dapat diterima di sekolah Belanda.  Lama persoalan  ini tak dimunculkan, tak ada yang mempersoalkan agama Wage Rudolf Soepratman, tapi dengan  berkembangnya permainan politik aliran saat, ini hal tersebut mulai  diungkit- ungkit.

 Dari Makasar, Soepratman pindah ke Bandung dan bekerja sebagai wartawan di harian “Kaoem Moeda” dan “Kaoem Kita”. Kemudian dari Bandung pindah ke Jakarta dan Soepratman tetap menjadi wartawan di Jakarta. Ketika menjadi wartawan, dia banyak bergaul dengan tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia  dan mulai  tertarik pada pergerakan nasional dan mulai mengeritik penjajahan. Kritiknya   terhadap penjajahan Belanda dituangkannya dalam buku “Perawan Desa “. Buku itu disita dan dilarang beredar oleh pemerintah Belanda.

Soepratman  senang bermain musik dan membaca-baca buku musik. Kegemarannya pada musik  adalah pengaruh kakaknya Roekijem yang senang bermain biola, main sandiwara dan sering mengisi pertunjukan kesenian di mess militer. Ketika Soepratman tinggal bersama kakaknya ini di Makasar dia  memperoleh pelajaran musik dari kakak iparnya yaitu Willem van Eldik  dan kemudian Soepratman menekuni  dunia musik.

Ketika Soepratman  membaca sebuah karangan dalam majalah “Timbul”, dia mendapat inspirasi untuk menciptakan lagu kebangsaan Indonesia. Salah satu penulis  di majalah tersebut  menantang ahli-ahli musik Indonesia untuk menciptakan lagu kebangsaan Indonesia.  Soepratman tertantang, lalu mulai menggubah lagu. Pada tahun 1924 lahirlah lagu Indonesia Raya. Soepratman musikus yang menjadi wartawan telah menciptakan lagu kebangsaan Indonesia.  

Oktober 1928 dilangsungkan Kongres Pemuda  di Jakarta.  Kongres itu melahirkan Sumpah Pemuda. Pada malam penutupan kongres, Soepratman memperdengarkan lagu ciptaannya secara instrumental di depan peserta kongres. Lagu Indonesia Raya diperdengarkan di kongres itu tanpa kata-kata, hanya alunan biola Soepratman. Pada saat itu untuk pertama kali lagu Indonesia Raya dikumandangkan di depan umum. Kemudian, teks lagu Indonesia Raya  dipublikasikan di media massa dan yang  pertama kali mempublikasikannya adalah  suratkabar Sin Po. Lagu Indonesia Raya ciptaan Soepratman cepat terkenal di kalangan pergerakan nasional. Masa itu, bila ada partai-partai politik mengadakan kongres, maka lagu Indonesia Raya selalu dinyanyikan, karena lagu itu merupakan perwujudan rasa persatuan dan kehendak untuk merdeka.

Setelah  menciptakan lagu Indonesia Raya,Soepratman selalu diburu oleh polisi Hindia Belanda.Dia ditangkap polisi Belanda,setelah menciptakan lagu matahari Terbit (1938) dan  menyiarkan lagu tersebut bersama pandu-pandu di NIROM Jalan Embong Malang, Surabaya. Soepratman ditahan di penjara Kalisosok, Surabaya. Kemudian meninggal pada tanggal 17 Agustus 1938 karena sakit.

 Wage Rudolf Soepratman, pencipta lagu kebangsaan ini, tidak sempat menikmati hidup dalam suasana kemerdekaan, tapi lagu-lagu  ciptaannya terus bergema sampai sekarang. Lagu “Ibu Kita Kartini” juga  ciptaan Soepratman yang setiap 21 April lagu ini selalu dinyanyikan. 21 April ditetapkan sebagai hari Kartini. R.A. Kartini adalah pahlawan nasional.  

Di tengah kehidupan bangsa Indonesia dijajah bangsa Belanda,  nasionalisme   Soepratman mengalir deras. Rasa nasionalisme itu membuahkan karya bernilai tinggi yang telah menjadi pembangkit semangat perjuangan pergerakan nasional. Soepratman yang  seorang pemusik dan juga seorang penulis, tertantang semangat nasionalisme untuk menciptakan lagu kebangsaan.

Mengenang pahlawan nasional,  Wage Rudolf Supratman, menyadarkan kita di zaman ini untuk terus  memperkokoh  jiwa nasionalisme dan patriotisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.  Menghargai  jasa Wage Rudolf Supratman yang telah berjuang demi kemerdekaan Indonesia akan   meningkatkan  kesadaran kita untuk meningkatkan persatuan bangsa. Tidak perlulah   neko-neko dengan apa yang beliau imani, tapi ingat jasanya terhadap NKRI.

Di kekinian, soal kebhinekaan di negara ini sudah tuntas. Hujan badai kehidupan telah menerpa, menguji dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Seluruh rakyat Indonesia sudah menerima perbedaan agama, suku dan Ras. Kalaupun ada oknum  yang mencoba menyenggol, mengulik dan mengadu domba masyakarat dengan sentimen  SARA, takkan berhasil. Masyarakat sudah paham,  hal demikian adalah kepentingan yang berlindung di balik sentimen SARA.

Sejarah  mencatat,  berbagai gelombang yang  menggoyang negara tidak meruntuhkan kesatuan bangsa.  Indonesia tetap utuh.  Pendidikan pancasila, bela negara dan  kebangsaan Indonesia yang telah diajarkan dari semua tingkatan sekolah sejak generasi sebelum generasi milenial telah menciptakan generasi yang tidak mempersoalkan perbedaan suku,agama dan ras. Dari generasi tersebut telah lahir generasi milenial yang fokus pada kemajuan teknologi yang ikut berperan menyatukan  bangsa ini. Bangsa Indonesia bangsa yang  kuat , namun tetap waspada.
Sekian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun