Kebersamaan dan kesatuan kita sebagai sebuah bangsa yang plural belakangan kembali tercoreng dengan adanya insiden Tolikara, Papua. Sebuah kelompok massa melarang dan mencoba membubarkan umat muslim melaksanakan salat Idul Fitri saat hari Lebaran, kemarin.
Parahnya, massa yang dihalau dan berusaha dibubarkan polisi justru malah brutal dan melakukan pembakaran sejumlah toko hingga sebuah musala. Hal ini tentu langsung menjadi isu nasional dan menuai reaksi dari berbagai kalangan.
Konflik atas nama keyakinan atau agama tak cuma kali ini saja terjadi di Tanah Air, bahkan di berbagai belahan dunia luar negeri.
Sejak dulu kala, umat manusia kerap terlibat konflik hingga perang yang menimbulkan korban jiwa hanya atas nama keyakinan. Sebut saja misalnya perang perebutan Kota Jerusalem atau yang biasa dikenal dengan nama Perang Salib.
Ambisi menguasai memang tak bisa dilepaskan dari pribadi manusia. Dalam teorinya, manusia pasti memiliki sifat ingin lebih berkuasa atas manusia yang lain, begitu juga golongan.
Konflik tesebut ada yang berlatarbelakang, agama, ekonomi, kekuasaan, dan lain sebagainya. Padahal sesungguhnya alangkah damainya bumi ini jika umat manusia menyampingkan segala egonya demi kebersamaan dan kedamaian.
Terlebih, menurut saya konflik yang didasari atas nama agama atau keyakinan adalah sebuah konflik yang tak masuk dalam logika pikiran. Mengapa?
Masing-masing individu yang beragama pasti menganggap Tuhan dan agama yang diyakininya adalah yang paling benar ketimbang yang lain. Egoisme itulah yang lantas kerap memicu gesekan dan konflik dengan umat lain.
Namun, apakah Tuhan dan agama mengajarkan umatnya untuk saling bertikai, membantai dan membunuh demi egoisme itu? Bukankah agama-agama mengajarkan cinta kasih dan kedamaian?
Dalam Islam diajarkan soal menghargai sesama, toleransi dan saling bantu membantu tanpa melihat siapa orang dan golongan orang itu. Dalam kristen diajarkan soal kasih kepada sesama manusia dan mahluk hidup.
Di Buddha umatnya diajarkan untuk memancarkan metta atau kasih sayang dan cinta kasih kepada semua mahluk tanpa kecuali. Di Hindu diajarkan agar umatnya dapat memanusiakan alam dan lingkungan untuk mendapatkan keseimbangan. (Maaf jika ada yang salah silakan dikoreksi).
Dan agama-agama lain yang tak bisa disebutkan satu persatu. Dari semua pemahaman saya mengenai ajaran agama, tak ada satu pun yang mengajarkan agar manusia saling membantai dan saling menzalimi.
Tapi mengapa kita sebagai mahluk berpikir justru saling bertikai dan membantai demi sebuah agama dan Tuhan yang kita yakini? Apakah agama dan Tuhan hanya menjadi alasan pembenaran untuk kita melancarkan ambisi dan hawa nafsu menguasai?
Beberapa dekade lalu seorang seniman barat bernama John Lennon sempat mengungkapkan kegundahannya pada sebuah lagu berjudul 'Imagine'.
Bagi saya, lirik lagu tersebut begitu menohok saya sebagai manusia berpikir. John membayangkan jika tak ada surga, tak ada agama, tak ada negara, semua umat manusia tak akan terpecah belah dan bakal bisa bersatu tanpa adanya konflik dan peperangan.
Ya, lirik tersebut sangat menohok, bahkan banyak orang menilai lirik tersebut adalah sebuah bentuk atheism, alias bentuk tak percaya pada Tuhan. Namun, saya mencoba berpikir beda.
Menurut saya, lirik itu adalah bentuk kegelisahan yang teramat mendalam atas apa konflik dan peperangan yang terjadi di berbagai belahan bumi dari zaman dulu hingga masa hidup John.
Meski begitu, saya yakin dan tahu tak semua manusia berpikir dan bertindak anarkis atas nama agama. Masih banyak manusia baik yang menghargai satu sama lain dan hidup damai dengan manusia lain.
Karena, kedamaian adalah sebuah kebutuhan, damai adalah sebuah keniscayaan. Jadi buanglah semua egoisme atas nama apapun demi kehidupan yang damai dan lebih baik. Soal agama dan Tuhan, cukup antara pribadi dengan sang pencipta alam semesta. :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H