KONSUMEN YANG SUKA TAWAR MENAWAR, APAKAH BERDAMPAK PADA KEUNTUNGAN PENJUAL?
Tawar menawar sudah menjadi ciri khas orang ketika bertransaksi jual beli, tawar menawar adalah bentuk negosiasi antara pembeli dan penjual guna menentukan harga barang yang lebih murah atau sesuai dengan kantong pembeli. Tawar menawar ini juga sudah sering terjadi di sekitar kita, terutama transaksi yang terjadi di sekitaran pasar-pasar tradisional. Pasar tradisional merupakan tempat para pedagang-pedagang menjajakan barang dagangan serta jualan mereka demi memenuhi kebutuhan sekunder dan primer mereka sehari-hari. Akan tetapi bagaimana jika konsumen yang menawar harga penjual dengan harga yang sangat rendah akan berdampak banyak kepada keuntungan si penjual?
Menawar jualan dari seorang pedagang dengan menawar harga yang sangat miring (sadis) itu akan menyebabkan dampak yang besar pula kepada si penjual, kita tidak tahu apakah si penjual sedang membutuhkankan sekali uang dari penjualan barang dagangannya itu. Tetapi ketika ada yang ingin membeli, si pembeli menawar daganganya dengan harga sangat murah dan itu berdampak pada keuntungan yang akan di dapatkan oleh sang penjual.Ā
Mengapa selama berbelanja selalu ada tawar menawar?. Ahmad Sarif Abdullah (2017) berpendapat ātujuan jual beli dengan tawar-menawar adalah kesepakatan antara kedua belah pihak dan peluang mendapat keuntungan yang besar dari sisi pembeli sedangkan dari sisi penjual dapat mendapatkan barang dengan harga yang murahā.
Menurut pandangan ulama tentang tawar menawar
Menawar barang yang ditawar orang lain hukumnya adalah haram berdasarkan hadis dan kesepakatan ulama. Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, āJanganlah seorang muslim menawar barang yang ditawar oleh muslim yang lain.ā (HR Muslim, no.3886).
Dari Suwaid bin Qois berkata, āSaya dan Makhramah Al-Abdy mengambil kain dari āHajarā dan saya membawanya ke Mekkah. Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam mendatangi kami, lalu beliau menawar celana dan membelinya.ā (HR. Tirmizi, no.1305 dia mengatakan Hasan Shahih. Abu Daud, no. 3336, Nasaāi, no. 4592, Ibnu Majah, no. 2220 dan dinyatakan shahih dalam Shahih Abi Daud)
Praktek tawar menawar barang antara penjual dan pembeli dan menentukan harganya, sebagaimana disebutkan dalam An-Nihayah (2/425). Sama dengan kata mumakasah dan mufashalah.
Penawaran yang wajar, menunjukkan kedewasaan, berakal dan mengetahui harga pasar. Seperti ini sangat terpuji karena orangnya tidak mudah dibohongi, ditipu dan dipermainkan dalam jual beli. Oleh karena itu para ulama fiqih mengatakan, āKedewasaan anak bisa diketahui dari anak pedagang yang mampu memilih dalam jual beli serta menawarnya.ā (āAl-Mausuāah Al-Fiqhiyyah ) (22/215).
Menurut pandangan saya tawar menawar merupakan hal yang lumrah terjadi di dalam transaksi jual beli, jika pembeli suka dengan barang yang dijual oleh pedagang dan si pembeli menawar harga dagangan penjual dengan harga yang masih masuk akal dan di terima-terima saja oleh sang penjual dengan harga yang sudah di tawar oleh pembeli atas dasar mencari keuntungan maka tawar menawar tersebut sah karena penjual dan pembeli saling sama sama suka dan setuju dengan harga yang telah di sepakati oleh kedua belah pihak.
Tetapi jika menawar barang dagangan si penjual dengan harga yang sangat sadis maka itu akan sangat berdampak kepada ekonomi penjual dagangan tersebut, sehingga tidak memiliki keuntungan yang di dapatkannya untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga. Dan jika seandainya si pedagang adalah tulang punggung keluarga, ia sudah menjajakan jualannya dari pagi hingga sore hari tidak ada yang laku sama sekali dan ada orang yang menawar harga jualannya dengan sangat murah dan si penjual pun terpaksa menjualkan barang dagangannya dengan harga yang sudah ditawar harga murah untuk membawa sepeser uang untuk dibawa pulang. Maka janganlah menawar dagangan orang lain dengan harga murah demi keinginan mendapatkan harga murah.
Dari penjelasan di atas ialah diperbolehkan melakukan tawar menawar di segala kegiatan transaksi jual beli agar tidak ada salah satu yang merasa di rugikan karena telah menjual ataupun membeli barang tetapi berdasarkan suka sama suka sehingga tawar menawar menjadi lebih efektif, sama-sama ridho satu sama lain atas barang dan harga yang telah di Ā sepakati bersama.
Penulis menyadari masih banyak terdapat kesalahan dalam penyusunan artikel ini, baik dari segi penulisan maupun pembahasannya. Oleh karena itu, penulis memohon kritik dan saran yang membangun sehingga dapat menyempurnakan artikel yang penulis buat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H