Dalam beberapa tahun terakhir, QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) menjadi solusi pembayaran non-tunai yang semakin populer di Indonesia. Sistem ini menawarkan kemudahan dan efisiensi dalam transaksi, baik bagi konsumen maupun pedagang. Namun, di balik manfaatnya, muncul fenomena tambahan biaya bagi konsumen yang menggunakan QRIS. Fenomena ini menimbulkan dilema antara konsumen yang merasa dirugikan dan pedagang yang harus menanggung biaya operasional.
Tambahan biaya ini berasal dari merchant discount rate (MDR), yaitu biaya administrasi yang dikenakan oleh penyedia layanan QRIS kepada pedagang. Besarnya sekitar 0,7% dari total transaksi untuk pedagang umum. Meski kecil, bagi pedagang kecil atau UMKM dengan margin keuntungan tipis, biaya ini cukup signifikan. Akibatnya, banyak pedagang memilih membebankan biaya tersebut kepada konsumen, baik melalui kenaikan harga barang maupun biaya tambahan yang dijelaskan secara terpisah.
Bagi konsumen, biaya tambahan ini sering dianggap tidak adil. Mereka merasa penggunaan QRIS seharusnya memberikan kemudahan tanpa menambah beban finansial. Akibatnya, konsumen terkadang enggan menggunakan QRIS dan kembali memilih transaksi tunai. Fenomena ini bertolak belakang dengan tujuan awal penerapan QRIS, yakni menciptakan transaksi non-tunai yang mudah dan terjangkau.
Di sisi lain, pedagang menghadapi dilema besar. Menanggung sendiri biaya MDR bisa mengurangi keuntungan, terutama bagi usaha kecil. Namun, membebankan biaya kepada konsumen berisiko menurunkan daya tarik mereka di pasar. Dilema ini membuat pedagang kesulitan menentukan langkah yang tepat, karena keduanya memiliki konsekuensi finansial maupun reputasi.
Untuk mengatasi masalah ini, beberapa solusi dapat dipertimbangkan. Edukasi kepada pedagang dan konsumen mengenai MDR dan manfaat jangka panjang penggunaan QRIS dapat membantu meningkatkan penerimaan. Pemerintah atau penyedia layanan juga dapat memberikan subsidi atau insentif kepada pedagang kecil untuk meringankan beban biaya. Selain itu, penerapan kebijakan nasional yang melarang pembebanan biaya tambahan kepada konsumen dapat membantu menjadikan QRIS lebih kompetitif dibandingkan pembayaran tunai.
QRIS merupakan inovasi penting dalam mendukung transformasi digital di Indonesia. Namun, tantangan seperti biaya tambahan perlu segera diselesaikan agar ekosistem pembayaran digital menjadi inklusif dan adil bagi semua pihak. Dengan kolaborasi antara pemerintah, penyedia layanan, pedagang, dan konsumen, diharapkan QRIS dapat semakin diterima dan diandalkan di berbagai lapisan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H