Dibanding tumbuhan darat, alga yang adalah spesies yang hidupnya di perairan memiliki kemampuan untuk tetap hidup pada kondisi lingkungan sangat ekstrim.
Karena punya kemampuan bereproduksi secara cepat, dan mampu hidup dalam keadaan ekstrim maka kehadirannya cocok sebagai kandidat energi terbarukan dan berkelanjutan, serta punya peran untuk mengendalikan pencemaran lingkungan (Suganya et al, 2016).
Bagaimana status terkini dan potensinya di masa depan?
Dari sisi lingkungan dan energi terbarukan, alga sebagai alternatif pengganti bahan bakar fosil sangat sesuai dikembangkan. Namun metode konversinya  harus melewati tahapan-tahapan yang dari sisi ekonomi, sangat mahal serta perlu investasi sangat besar.
Akan tetapi kemahalan itu dapat diatasi jika semua produk sampingannya dimanfaatkan secara optimal ( Adeniyi O. M., et al., 2018).
Sehubungan dengan pemanfaatan alga sebagai alternatif biofuel, Komisi Energi Eropa menetapkan bahwa industri penerbangan di wilayahnya diwajibkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GHG) sampai 30% dengan memanfaatkan bahan bakar ramah lingkungan sejak dua tahun lalu.
Dengan kata lain tahun 2020 lalu, keberlanjutan ekonomi dan ekologi khusus untuk bahan bakar industri penerbangan telah diarahkan untuk pengembangan dan penggunaan bahan bakar biojet berbasis alga yang telah direkayasa genetiknya.
Jauh sebelum 2020, di tahun 2008, sebuah perusahaan energi terbarukan di California berhasil memproduksi bahan bakar jet pertama di dunia dengan komposisi utama alga. Hal ini kemudian menjadi angin segar bagi pengembangan biofuel alga di masa depan.
Jika alga punya potensi dikembangkan di masa mendatang, apa keuntungannya dibanding biofuel basis nabati lain?