Kira-kira ketika mendengar Kota Pelajar, apa yang dipikirkan ?
Sekiranya jawaban yang muncul adalah suasana yang tenang, nyaman atau paling tidak iklim yang kondusif bukan ?
Belum lama Yogyakarta hebih dengan kekerasan jalanan yang dilakukan orang tak bertanggungjawab dengan membacok pengendara khusus roda dua di jalanan Yogyakarta.
Sampai-sampai Polda DIY serta Gubernur DIY harus angkat bicara terhadap persitiwa tersebut. Tak lama berselang, terjadi lagi kekerasan dengan korban luka-luka berat terjadi di Kota Pelajar ini.
Rentetan kekerasan yang sangat jauh dari kesan Kota Pelajar memunculkan banyak opini masyarakat.
Pendatang lagi-lagi menjadi sasaran gunjingan masyarakat lokal karena kekerasan yang baru saja terjadi disinyalir pelaku dan korbannya adalah pendatang.
Entah sampai kapan kekerasan ini berulang terjadi, namun yang jelas kesan iklim yang sesuai dan kondusif untuk label Kota Pelajar kembali dipertanyakan Masih Relefankah Label Kota Pelajar ?
Kronologi Peristiwa
Kejadian seperti diberitakan dan dikutip dari tribunnews.com bermula ketika sekelompok orang selesai mengunjungi tempat hiburan namun tidak membayar tagihan biaya karaoke, sehingga pihak manajemen menghubungi keamanan dan terjadi cekcok dan perkelahian.
Dari bentrok tersebut beberapa orang menjadi korban dengan luka sabetan senjata tajam. Buntutnya masing-masing kelompok kembali saling serang sehingga sempat menghambat aktifitas masyarakat di daerah Babarsari, Yogyakarta.
Melihat kiriman foto korban, aduh sungguh seram dan banyak narasi-narasi yang kesannya sungguh mencekam, seolah-olah Yogyakarta sedang terjadi kerusuhan besar.
Kota Pelajar apakah Relefan Label Tersebut?
Inilah pertanyaan utama, apakah masih relefan label Kota Pelajar disematan pada Yogyakarta?
Saat awal masuk kuliah di tahun 2011, Yogyakarta dipilih karena alasan kondisinya yang aman, nyaman dan tentram.
Saat itu mencari kos-kosan bukan pekerjaan sulit karena pemilik kosan menerima para pendatang dengan tangan terbuka.
Mahasiswa yang menghabiskan malam mingguan dengan jalan-jalan di Alkid (Alun-Alun Kidul Kraton Yogyakarta), Malioboro, family karaoke, dan kafe-kafepun tidak dihantui dengan suasana mencekam.
Tapi akhir-akhir ini suasana tersebut seolah-olah mulai pudar. Peristiwa pembacokan jalanan yang dikenal dengan sebutan "klitih" (bukan klitih dalam pengertian asli bahasa Jawa), pengeroyokan dan yang paling anyar bentrok dua kelompok di Babarsari seakan-akan membaurkan citra Yogyakarta sebagai Kota Pelajar.
Kota Pelajar umumnya merupakan kota dengan berbaurnya para pelajar yang study di kota tersebut. Pelajar punya kesan terpelajar, pemikir, cukup dewasa dan bijak serta mampu mengontrol emosi dan mengedepankan diskusi ketimbang kekerasan.
Perlu dipertanyakan ulangkah label tersebut?
Sebab awal tahun ajaran baru sebentar lagi, namun khawatirnya peristiwa ini memberi ketakutan kepada orangtua untuk mengirimkan anak-anak mereka study lanjut di Yogyakarta.
Gubernur DIY sudah menitahkan untuk pengusutan tindakan kriminal secara hukum kepada aparat penegak hukum sekalipun upaya dialog dan mendamaikan kedua pihak juga dilakukan.
Tapi apakah hal tersebut bisa mengatasi masalah ini terulang dikemudian hari ?
Bentrok dua kubu ini terjadi antara kelompok pendatang dari Wilayah Timur Indonesia, dan beberapa imbas sudah dirasakan, misalnya saat mencari kosan hal yang ditanya pertama adalah dari mana asalnya dibuktikan dengan KTP.
Ada pemilik kosan yang akhirnya tidak menerima calon penghuni dari Indonesia Timur karena dampak dari peristiwa-peristiwa kekerasan selama ini.
Padahal tidak semua pendatang dari Timur Indonesia punya karakter yang suka membuat onar dan keributan. Tapi apa mau dikata, hanya karena ulah beberapa orang, efeknya menyengsarakan semuanya.
Kondisi Terkini
Saat ini kondisi sudah membaik, pelan tapi pasti Yogyakarta pulih kembali karena upaya dialog dan rekonsiliasi telah dilakukan oleh sesepuh kedua belah pihak yang bentrok.
Upaya tersebut dilakukan banyak pihak selin sesepuh kedua belah pihak, ada jug unsur aparat keamanan, BIN DIY, bahkan Gubernur DIY Sri Sultan HB X bersedia turun langsung sebagai mediator perdamaian.
Yogyakarta telah membuktikan kemampuannya untuk pulih dari setiap peristiwa-peristiwa yang melandanya. Gempa, letusan Merapi, bahkan bentrokan massa yang dulu terjadi akhirnya bisa diatasi dan suasana kota kembali pulih seperti sediakala.
Sehingga istilah atau label Kota Pelajar biarlah tetap seperti itu, dia mau menerima semua pendatang yang ingin melanjutkan pendidikan di kotanya.
Namun untuk semua pendatang, ayo pulihkan kembali status Kota Pelajar dengan hidup menyesuaikan diri, ikuti kebiasaan penduduk setempat, dan miliki karakter pelajar yang mengedepankan dialog dibanding otot serta sama-sama membangun Yogyakarta yang adalah milik bersama.
Karena di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.
Referensi :
[1]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H