Banjir kecil menyapu habis tanaman pertanian sehingga anak usia 13 tahun harus menelan pil pahit karena dipaksa menikah oleh keluarganya agar berkurang 1 mulut untuk diberi makan.
Gambaran peristiwa tersebut dialami oleh seorang anak perempuan di Propinsi Nsanje Malawi.
Bisa dibayangkan bagaimana perasaan sang anak mendengar keputusan keluarganya berkaitan dengan musibah gagal panen akibat banjir tersebut.
Sadar atau tidak perubahan iklim ini berdampak bagi perempuan. Banyak kasus pemerkosaan, kekerasan dalam rumah tangga, perceraiain serta pernikahan paksa terjadi dan lagi-lagi perempuan harus menjadi korbannya.
Kerentanan Perempuan Terhadap Perubahan Iklim
Budaya Indonesia umumnya meletakkan sosok perempuan sebagai sumber hidup, sebab dari merekalah kehidupan itu bermula.
Perempuan dikaruniai kodrat untuk mengandung, melahirkan dan menyusui dimana dari kodrat tersebut sudah sepantasnya ditopang dengan asupan nutrisi yang cukup.
Ketika climate change terjadi, pola cuaca sulit diprediksi dengan pasti. Akibatnya tanaman banyak yang mengalami gagal panen.
Musim panas yang berlangsung lama membuat beberapa daerah mengalami kekeringan yang parah sehingga tanaman yang dibudidayakan sulit hidup karena kekurangan air.
Sementara itu ketika hujan dan volume air berlebihan, banjir merendam kawasan pertanian dan lagi-lagi gagal panen.
Gagal panen beberapa komoditas pertanian punya hubungan dengan ketersediaan nutrisi yang diperlukan perempuan pada umumnya apalagi jika dalam kondisi hamil.
Asupan nutrisi selama masa kehamilan menjadi penting guna perkembangan sang buah hati yang dikandung. Tak sedikit bayi yang lahir premature, atau mengalami kelainan tertentu karena asupan nutrisi yang kurang ketika masa kehamilan.
Dengan kata lain, gagal panen karena perubahan iklim mendatangkan kerawanan pangan dan berujung malnutrisi pada perempuan.
Belum lagi kasus-kasus yang dilaporkan oleh lembaga internasional di beberapa negara seperti hewan ternak ditukar dengan anak perempuan, membeli ikan dengan uang dan dengan seks, dimana peristiwa memilukan ini terjadi di Kenya menurut laporan International Union for Conservation of Nature (IUCN).
Kerasnya Perubahan Iklim Terhadap Perempuan
India, dengan populasi manusia terpadat di dunia merupakan negara berkembang yang mana sekitar 80% perempuannya terlibat aktif bekerja di sektor pertanian.
Sektor pertanian seperti diketahui merupakan sektor yang secara langsung terdampak akibat perubahan iklim.
Perubahan iklim dan contoh kasus yang terjadi di India itu memperlihatkan bahwa perempuan adalah pihak yang rentan akibat perubahan iklim.
Sebab kondisi iklim yang ekstrim jelas mengancam produksi pertanian tempat mereka bekerja untuk menambah pengahasilan keluarga membebani mereka belum lagi barus ditambah dengan beban mental saat hamil, pascabersalin dan menjaga anak.
Lain dengan India, Etiopia punya cerita pilu yang berbeda. Saat musim kemarau parah, air menjadi barang mahal, sementara petani di sana harus mencukupi kebutuhan air tanaman.
Akibatnya dengan terpaksa anak-anak perempuan di Etiopia dan Sudan Selatan dijual untuk dinikahkan dengan imbalan hewan ternak.
Di sisi lain, saat musim panas, sumber-sumber air di wilayah bumi bagian selatan terjadi peningkatan kekeringan dan meluasnya permukaan gurun.
Kekeringan tersebut menambah beban perempuan-perempuan di sana sebab pekerjaan mencari air umumnya dilakukan mereka. Sumber air terdekat pastinya akan hilang tanpa bekas, dan mau tidak mau perjalanan panjang yang melelahkan harus ditempuh mereka untuk mendapatkan sumber air.
Inilah beberapa dampak perubahan iklim terhadap perempuan secara umum. Perubahan iklim ini terjadi karena banyak faktor namun sumbangan terbesarnya adalah dari aktifitas antropogenik.
Sebagai negara kepulauan, iklim akan sangat mempengaruhi Indonesia, dibanding negara-negara di Afrika yang didominasi gurun, Indonesia punya potensi besar terhadap sektor pertanian, dan ketersediaan air.
Akan tetapi potensi tersebut juga terancam karena perubahan iklim tadi sehingga kekhawatiran tentang peristiwa-peristiwa yang dialami kaum perempuan di belahan dunia lain bisa saja dialami perempuan Indonesia.
Untuk itu diperlukan kebijakan yang mampu menciptakan suasana yang inklusif untuk mengakomodasi kebutuhan perempuan dalam menghadapi kondisi yang terjadi akibat perubahan iklim.
Referensi :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H