Mohon tunggu...
Marcko Ferdian
Marcko Ferdian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pencinta Monokrom dan Choir

Love what you have || Kompasianer pemula

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pelajari dan Miliki Beberapa Hal Ini, Jika Ingin Menjadi Mahasiswa di Yogyakarta

25 Juni 2022   17:47 Diperbarui: 26 Juni 2022   08:47 1625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Tugu Pal Putih Yogyakarta|Sumber: Shutterstock via Kompas.com

Agustus besok merupakan bulan yang dinanti-nantikan banyak calon mahasiswa baru (Maba) sebab di bulan tersebut tahun ajaran baru dimulai.

Tahun ajaran baru untuk para newbie akan sangat terasa bedanya. Jika selama SMA pelajaran "disuapkan" oleh Bapak dan ibu Guru, ketika masuk dunia perkuliahan, mereka dituntut untuk mandiri dan belajar sendiri.

Sesuai pengalaman pribadi, menjadi maba saat kuliah dulu diperhadapkan dengan beberapa kondisi yang sangat jauh berbeda dengan kondisi saat ini.

Akan tetapi sekalipun beda, namun sepertinya esensi menjadi mahasiswa perantau masih tetap sama, yaitu bagaimana membawa diri sebagai mahasiswa perantau untuk berhasil "menaklukan" pendidikan di Kota Pelajar.

Beberapa Abdi dalem Kraton Yogyakarta|Sumber: Ferganata Indra Riatmoko/kompas.com
Beberapa Abdi dalem Kraton Yogyakarta|Sumber: Ferganata Indra Riatmoko/kompas.com

Di Mana Bumi Dipijak, Di Situ Langit Dijunjung 

Masih ingat pepatah lama di atas? 

Tak bisa dipungkiri, setiap wilayah Tanah Air memiliki budaya dan karakter masyarakat yang berbeda. Yogyakarta misalnya.

Yogyakarta sejak dulu dikenal sebagai provinsi yang beriklim ideal bagi pelajar perantau. Harga kos-kosan dan biaya hidup masih terbilang murah serta kondisi masyarakat yang sangat welcome bagi pendatang.

Kondisi yang ideal tersebut didukung pula dengan beragam institusi perguruan tinggi baik negeri maupun swasta dengan berbagai jurusan yang terakreditasi sehingga layak untuk dipilih calon mahasiswa.

Selain iklim lingkungan studi yang ideal dan beragam pilihan institusi perguruan tinggi, Yogyakarta juga punya beragam lokasi liburan untuk melepas penat jika sewaktu-waktu bertemu kebuntuan dalam hal pendidikan.

Yogyakarta memiliki budaya dan karakter masyarakat yang sangat kental dengan rasa dan filosofi. Budaya dan karakter tersebut tergambar dari tutur kata, pakaian dan tata-cara hidup sehari-hari mereka.

Sebagai perantau, budaya dan karakter masyarakat tujuan studi harus dihargai. Seumpama tamu, jika bertamu ke rumah orang, hendaknya sikap dan perilaku dijaga agar tidak menyinggung tuan rumah yang sudah menerima dengan tangan terbuka.

Tak sedikit loh, kasus dimana mahasiswa akhirnya bermasalah dengan warga dan berujung pengusiran dari lokasi kos.

So, bagi Pembaca yang berencana melanjutkan studi di Yogyakarta, jangan lupa untuk menghargai tuan rumah yang sudah menerima kita sebagai tamu sementara di Kota Pelajar ini dengan menjaga sikap, tutur kata, kesopanan, norma, dan etika masyarakat setempat.

Ilustrasi bertegur sapa/freepik/Sumber:asset-a.grid.id
Ilustrasi bertegur sapa/freepik/Sumber:asset-a.grid.id

Jangan Pelit Bertegur Sapa dengan Warga

Jadi satu ketika ada kejadian jambret yang dialami seorang mahasiswi, penghuni salah satu kosan dekat kos saya.

Kejadian ini bermula ketika anak kos itu ingin membeli sarapan pagi di warung soto. Ternyata dia sudah dibuntuti oleh pengendara motor dari jauh, nah saat lengah, pengendara tadi langsung menjambret handphone yang dipegangya.

Alhasil, anak kos inipun kena panic attack beberapa saat dan berteriak pun sudah telat. Penjambret sudah cukup jauh, padahal tidak jauh dari TKP, kondisi warung soto sementara penuh dengan pembeli.

Betul memang korban berteriak minta tolong cuma ketika diuber-uber pelakunya sudah tidak bisa dikejar lagi.

Cerita punya cerita belakangan baru diketahui jika korban ini setiap jalan, sangat tak acuh dengan warga yang dilaluinya, seolah-olah asik sendiri dengan handphone sehingga saat peristiwa tersebut, banyak juga yang bersikap sama terhadapnya.

Dari cerita itu hikmah yang bisa diambil adalah, bersikap ramah itu dapat dimulai dari langkah sederhana yaitu menyapa warga sekitar kos.

Dengan menyapa, secara tidak langsung membuat pribadi kita dengan masyarakat mulai akrab dan saling kenal. Bahkan saat kita buru-buru dan lupa, terkadang mereka menyapa duluan.

Jika demikian, ketika ada tindakan kejahatan, bisa jadi masyarakat sekitar tak tanggung-tanggung memberi pertolongan.

Suasana Malioboro/By Wisang Seto Pangaribowo/Sumber:asset.kompas.com
Suasana Malioboro/By Wisang Seto Pangaribowo/Sumber:asset.kompas.com

Pelajari Bahasa Jawa, Berguna Nantinya loh

Nah, biasanya sebagai mahasiswa perantu, kita akan meraba-raba apa arti pembicaraan teman-teman sekelompok yang menggunakan bahasa Jawa bukan?

Untuk mahasiswa pendatang ketika berteman dengan teman-teman yang berbahasa Jawa hal pertama yang dilakukan adalah diajarkan untuk berbahasa Jawa.

Pada proses ini, biasanya bagi lingkaran pertemanan yang cukup akrab, kita diajarkan kata-kata yang boleh dibilang sangat jauh artinya dengan apa yang kita maksudkan jika diucapkan dalam bahasa Jawa. Dengan kata lain kita diusilin atau diprank oleh teman-teman.

Tapi lambat laun kita jadi mengerti bagaimana berbahasa Jawa yang baik sesuai dengan tingkatan bahasanya.

Setidaknya perbekali diri dengan bahasa daerah tujuan studi. Semisal di Yogyakarta, bahasa Jawa hari-hari, minimal harus dikenal atau dikuasai agar gak menjadi sasaran empuk dari teman-teman usil saat kumpul bersama.

Pelajari bahasa Jawa juga dapat menolong kita ketika bertransaksi oleh-oleh di sepanjang Malioboro. Tak mengapa awalnya agak kaku, namun pelan-pelan pasti lancar kok.

Oh iya, bahasa Jawa juga akan penting, minimal untuk kata-kata umum sehingga tak canggung saat KKN atau turun lokasi penelitian di desa-desa.

Semakin paham dan pandai memakai tingkatan bahasa yang halus, semakin lancar pastinya berkomunikasi dengan warga desa yang masih fasih berbahasa Jawa halus.

Ilustrasi kebiasaan suka menunda/Sumber:cita-citaku.com
Ilustrasi kebiasaan suka menunda/Sumber:cita-citaku.com

Jangan Suka Menunda

Permasalahan umum yang sering dialami mahasiswa adalah keinginan untuk menunda mengerjakan tugas dengan alasan "nanti sajalah, masih ada waktu seminggu lagi kok"

Nah, saat alasan tersebut muncul dan mempengaruhi pikiran, percayalah, saat sisa satu hari pengumpulan, tugas tersebut bisa saja selesai, tapi belum tentu diselesaikan dengan baik.

Menunda mengerjakan tugas akan membiasakan kita untuk memiliki sikap tak terpuji seperti plagiarism.

Tinggal copas, tanpa menyertakan sumber asli, terkadang juga mispersepsi karena dikutip berulang-ulang sehingga mengaburkan makna kutipan, dan berbagai hal teknis lainnya yang menyebabkan tugas yang dikerjakan tersebut kurang maksimal.

Sikap suka menunda inipun akan berdampak saat menyelesaikan tugas akhir berupa tulisan karya ilmiah.

Pagi hari bimbingan di kampus, malamnya diajak kawan untuk kumpul di kafe, dan akhirnya hasil bimbingan yang masih panas di kepala menjadi dingin, karena hasil bimbingan yang hangat tidak "dipanaskan" ulang entah di laptop, computer, atau di buku catatan kecil.

Hasil bimbingan biasanya berupa potongan-potongan kata hasil diskusi bersama pembimbing, yang selanjutnya perlu dirangkai kembali untuk menjawab permasalahan yang ditemui di lapangan misalnya.

Ketika tidak dipanaskan lewat merangkai kembali hasil diskusi, tentu hasil tersebut lama-kelamaan hilang di kepala, keburu dingin dan lenyap.

So, kalau ingin merantau sebagai mahasiswa, perbiasakan untuk mengurangi dan menghilangkan kebiasaan suka menunda pekerjaan ya.

Ilustrasi Prioritas/Sumber:grammartop.com
Ilustrasi Prioritas/Sumber:grammartop.com

Ingat Kembali Apa Prioritas dan Tugas Utama

Masalah menjadi seorang mahasiswa itu berarti melatih diri untuk beberapa hal yakni urusan pribadi, urusan perkuliahan, dan kegiatan organisasi.

Berorganisai memiliki nilai tambah yakni melatih sisi softskill mahasiswa. Akan tetapi tak sedikit yang akhirnya kerepotan menyelesaikan studi karena organisasi dan akademik kurang selaras jalannya.

Tak sedikit juga yang terlalu fokus dengan masalah organsisasi sehingga kuliah menjadi terbengkalai dan akhirnya mengundurkan diri dan pindah kampus lain.

Menjadi mahasiswa juga terkadang dihadapkan dengan faktor pribadi seperti masalah percintaan. Di saat-saat seperti inilah kedewasaan seseorang diuji.

Usia rata-rata mahasiswa baru adalah 17-18 tahun. Itu umum sih, yang mana pada usia tersebut banyak yang sudah memiliki pasangan, dalam konteks pacaran.

Dalam sebuah artikel di hipwee.com terbitan tahun 2019, disebutkan bahwa banyak pemuda dengan rentang usia 17-18 mengalami depresi akibat masalah percintaan dibanding kuliah.

Bahkan, urusan percintaan lebih banyak berdampak negatif dan merusak dibanding masalah kuliah.

Kuliah jarang berdampak negatif terhadap percintaan, sebaliknya percintaan membuat orang rela mengabaikan kuliah, lebih prioritaskan pacar dibanding tugas kuliah, atau parahnya depresi karena putus hubungan dengan pacar sehingga kuliah menjadi berantakan.

Jika demikian, boleh banget patah hati apalagi dalam sebuah hubungan, boleh sedih juga karena itu adalah ekspresi jiwa tapi ingat jangan larut dan terpuruk sehingga rela mengorbankan kuliah.

Ingat skala prioritas, tujuan awal ke Yogyakarta adalah kuliah, bukan dihabiskan untuk urusan percintaan.

Jika tak mempan dengan skala prioritas, coba langkah berikut ini, bayangkan keringat, doa dan wajah orangtua yang menaruh harapan tinggi agar anak-anak mereka berhasil melewati masa-masa kuliah dan lulus dengan baik.

Skala prioritasmu menentukan posisi dan keputusanmu jadi, pandai-pandailah mengatur waktu, dan porsi tujuanmu.

Selain 5 poin utama tadi, ada juga satu poin yang perlu ditiru oleh semua perantau yang sementara menuntut ilmu dan mengejar cita-cita. Apa itu?

Ilustrasi video call bersama anak/Shutterstock/Sumber:akcdn.detik.net.id
Ilustrasi video call bersama anak/Shutterstock/Sumber:akcdn.detik.net.id

Sempatkan Waktu untuk Bertegur Sapa dengan Orangtua

Sesibuk apa nanti ketika merantau untuk kuliah, jangan lupa bahwa ada harapan dan penantian dari orangtua di kampung halaman.

Sempatkan sesekali di akhir pekan untuk menelepon dan mendengar serta melihat wajah mereka di gawai.

Memberanikan untuk menyekolahkan anak jauh dari dekapan orangtua itu pilihan yang sulit bagi sebagian mereka. Sempatkan menghubungi setidaknya mengurangi rasa kangen mereka sekalipun mungkin mereka tak menyebutkannya.

Menelepon dan melihat wajah orangtua memberi angin segar dan merefresh kembali pikiran setelah 5 hari penuh dengan aktifitas perkuliahan dan organisasi.

Menghubungi dan melihat wajah orangtua memberi semangat dan motivasi baru ketika mentok saat menulis draft tugas akhir. Jadi sesibuk apapun, jangan lupa sempatkan waktu untuk orangtua di rumah.

Doa dan air mata mereka ketika bersujud dalam sembah adalah nafas hidup bagi kita anak-anaknya di rantau.

Demikian beberapa hal yang dapat ditiru, dipelajari, dan dimiliki oleh calon maba dan mahasiswa perantau jika menentukan pilihan sekolah di Yogyakarta.

Tulisan ini beberapa bagian didasarkan pada pengalaman pribadi saya, semoga bisa bermanfaat teristimewa bagi adik-adik calon mahasiswa yang akan datang ke Yogyakarta.

Referensi 

[1]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun