Mohon tunggu...
Marcko Ferdian
Marcko Ferdian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pencinta Monokrom dan Choir

Love what you have || Kompasianer pemula

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Listrik yang Berkeadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, Benarkah?

13 Juni 2022   13:10 Diperbarui: 15 Juni 2022   06:51 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"PLN sebagai operator kelistrikan negara akan melaksanakan kebijakan yang telah diputuskan oleh pemerintah dan siap menyediakan pasokan listrik yang andal dan berkualitas bagi konsumen" demikian pernyataan Executive Vice President Komunikasi Koorporat dan CSR PLN yang dikutip dari Kompas.com (link berita)

Sebulan yang lalu pernyataan petinggi PLN disampaikan kepada khalayak umum untuk diperhatikan ketika pemerintah memutuskan menaikkan tarif listrik bagi pelanggan 3000 VA.

Kenaikan itu resmi berlaku bulan depan, tanggal 1 Juli, 2022 setelah sekitar 5 tahun tarif tidak dinaikkan sehingga negara harus menanggung beban lewat subsidi listrik sebesar Rp. 337,47 triliun.

Memang bisa diterima bahwa kenaikan tersebut hanya untuk pelanggan dengan golongan 3000 VA sehingga tidak terlalu menimbulkan polemik di masyarakat sebab golongan tersebut jumlahnya sedikit sekali.

Hanya saja persoalannya bukan pada kenaikan tarif listrik, tetapi pada seberapa profesional PLN menjalankan fungsinya sebagai satu-satunya perusahaan penyedia layanan listrik di Indonesia.

Teknisi PLN melakukan perawatan jaringan/Sumber: siwalimanews.com
Teknisi PLN melakukan perawatan jaringan/Sumber: siwalimanews.com

Suplai di Daerah 3T

Penetapan daerah 3T ditentukan berdasarkan kriteria seperti perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, kemampuan keuangan daerah, dan karakteristik daerah.

Provinsi Maluku memiliki beberapa daerah yang masuk dalam kategori ini, salah satunya Kabupaten Kepulauan Tanimbar, sebab kabupaten ini berbatasan dengan Australia.

Kabupaten ini didirikan di tahun 1999 hasil pemekaran dari Maluku Tenggara, dimana saat ini pembangunan masih dilakukan untuk mengejar ketertinggalan.

Mengenai layanan listrik, PLN Saumlaki adalah satu-satunya penyedia layanan yang menyuplai listrik untuk 4 pulau utama, yakni Pulau Yamdena, Pulau Larat, Pulau Selaru dan Pulau Seira.

Dari dulu permasalahan listrik di daerah ini adalah suplai listrik. Masyarakat yang menggunakan layanan memang wajib membayar tagihan listrik, mereka rutin setiap bulannya, setelah muncul token listrik masyarakat akhirnya beralih untuk membeli pulsa sesuai dengan daya yang mereka punya di rumah.

Begitu meteran listrik berbunyi, maka pembelian dilakukan, begitu seterusnya.

Akan tetapi bukan lagi menjadi rahasia umum bahwa layanan listrik tersebut sering mengalami kendala pemadaman. Bisa sehari pemadaman berlangsung, lantas masyarakat susah beraktivitas karena saat ini hampir semua rumah tangga peralatannya digerakkan oleh listrik.

Komputer, kulkas, alat masak, televisi, lampu, rice coocker, setrika, mesin cuci, dan lain sebagainya.

Persoalannya, mereka rutin membeli token untuk menjalankan semua aktivitas rumah, tetapi layanan yang diterima tidak se-andal dan berkualitas sesuai apa yang disampaikan Executive VP Komunikasi Koorporat tersebut di awal artikel ini.

Lilin sebagai penerangan akibat pemadaman lsitrik/Sumber: www.beritamalukuonline.com
Lilin sebagai penerangan akibat pemadaman lsitrik/Sumber: www.beritamalukuonline.com

Listrik yang Berkeadilan Sosial, Masih Berupa Mimipi

Saat kejadian pemadaman beberapa tahun lalu yang membuat presiden langsung hadir dalam rapat dengan PLN, pekerjaannya langsung dikebut sekalipun kerugiaannya sangat besar dirasa pelaku industri.

Sampai-sampai ada kompensasi bagi pelanggan yang mengalami kerugian. Itu di wilayah kota yang dekat dengan ibu kota negara, dimana dampaknya langsung terasa sekalipun mungkin kejadian tersebut hanya sekali dua terjadi.

Respon PLN-pun sangat cepat terlihat, sehingga masalah gardu atau kerusakan itu diperbaiki.

Mungkin karena dekat dengan ibu kota negara dan suplainya menjadi sangat penting, juga diliput banyak media, sehingga kalau lamban, kredibilitas perusahaan satu-satunya penyuplai listrik itu dipertaruhkan.

Lantas, bagaimana dengan masyarakat yang ada di daerah 3T ini? Apakah juga diperhatikan?

Peristiwa pemadaman di Saumlaki misalnya sebagai ibu kota kabupaten sering dilakukan, dengan alasan yang boleh dibilang cukup klasik yaitu perawatan jaringan sehingga pemadaman bisa berjalan sekitar 12 jam dari pagi sore. 

Padahal jika ditelusuri, seluas apa to cakupan wilayah Saumlaki jika dibanding cakupan wilayah saat peristiwa pemadaman yang membuat presiden marah?

Di wilayah Kota Larat misalnya, beda lagi kisahnya, pemadaman di kota kecamatan Tanimbar Utara itu terjadi dari pukul 6 pagi sampai nanti sekitar pukul 5 atau 6 sore baru listriknya nyala, dan itu terjadi setiap hari, bukan sekali atau dua kali saja.

Di Pulau Seira dan Selaru-pun sama nasibnya dengan Pulau Larat, nyala ketika jam 6 sore dan padam ketika jam 6 pagi. Jadi selama 12 jam listrik tak jalan.

Sehingga aktivitas di pagi dan siang boleh dibilang tanpa listrik kalaupun ada, mungkin itu genset pribadi atau swadaya masyarakat.

Pertanyaannya untuk Bapak/Ibu Kementerian ESDM dan Pimpinan PLN di Pusat, apakah masyarakat terdampak ini mendapatkan kompensasi sama dengan sesama saudara bangsanya di kota-kota besar?

Token listrik rutin dibeli, sekalipun daya dan mungkin tegangan yang dipakai tak sampai sebesar 3000 VA. Protes-pun tak dilakukan ketika pemadaman itu berlangsung, dan dijalani setiap hari untuk kasus di beberapa wilayah kecamatan.

Masyarakat hanya diam ketika diberitahukan ada perawatan rutin jaringan, atau masyarakat sudah lumrah jika listrik hanya nyala saat sore sampai jam 6 pagi sebab selain terjadi setiap hari, pemadaman itu sudah bertahun-tahun berlangsung.

Tapi bukankah itu sebuah bentuk ketidak-adilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia?

Saking lumrahnya, PLN dipelesetkan masyarakat menjadi Perusahaan Lilin bukan Listrik sebagaimana mestinya.

Sekali lagi, tulisan ini bukan mempermasalahkan naiknya tarif tapi tentang rasa keadilan. 

Coba bayangkan bagaimana aktivitas pasien di rumah sakit yang memerlukan tindakan operasi namun terhalang pasokan listrik? Bayangkan juga penerapan sekolah online sementara listrik untuk menambah daya gawai tidak jalan. Sesulit itu yang dialami masyarakat loh Pak/Ibu.

Apakah kami beda sehingga untuk masalah suplai listrik saja masih menjadi mimpi untuk kami? Padahal setiap saat meteran bunyi, listrik selalu kami beli dan setiap bulan rutin tagihan kami setorkan.

Referensi:

[1],[2],[3]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun