Mohon tunggu...
Marcko Ferdian
Marcko Ferdian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pencinta Monokrom dan Choir

Love what you have || Kompasianer pemula

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Penyakit Mulut dan Kuku: Ratapan Peternak Sapi

13 Juni 2022   02:39 Diperbarui: 15 Juni 2022   14:32 1409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peternak menggiring ternaknya memasuki pasar hewan Tuban | By Hamim via asset.kompas.com

Covid-19 belum lenyap, kini ditambah dengan wabah Penyakit Mulut dan Kuku semakin menyengsarakan peternak sapi.

Karena merebaknya penularan PMK, banyak pasar hewan yang akhirnya menutup aktivitas jual-beli mereka. Seperti di Jawa Timur yang akhirnya menutup pasar hewan di beberapa kabupaten di provinsi tersebut. Bak pil pahit yang harus ditelan, banyak peternak yang akhirnya merugi.

Peternak menggiring ternaknya memasuki pasar hewan Tuban | By Hamim via asset.kompas.com
Peternak menggiring ternaknya memasuki pasar hewan Tuban | By Hamim via asset.kompas.com

Pil Pahit yang Terpaksa Ditelan

Penutupan pasar berarti ada gangguan kecil dalam perputaran ekonomi para peternak dan juga penjual daging sapi. Padahal mendekati hari kurban saat ini seharusnya permintaan sementara ada dalam kondisi sangat baik.

Bulan ini merupakan bulan yang seharusnya dipenuhi sukacita peternak sapi karena hewan ini merupakan pilihan ketika datangnya Idul Adha. Akan tetapi karena merebaknya penyakit mulut dan kuku, apa mau dikata, yang diharapkan tidaklah semestinya.

Peternak sapi sejatinya mendapatkan berkah dari hewan yang dipelihara dan dirawat dengan sepenuh hati. 

Keinginan untuk merasakan keberkahan itu pun harus sirna seketika saat melihat gigi, kuku kaki hewan mengelupas dan tak sedikit yang akhirnya lepas.

Sapi bagi sebagian orang merupakan harta yang berharga apalagi untuk peternak kecil yang hanya memiliki seekor saja. 

Sebagai harta satu-satunya, hewan tersebut diperhatikan dengan baik, sampai-sampai untuk mencegah pencuri, mereka merelakan memasukkan sapi tersebut ke dalam rumah saat malam hari.

Sebagai satu-satunya harta tersisa, mereka menggantungkan harapan tinggi agar segera wabah ini berakhir dan harga jual kembali normal.

Namun realitanya, tak banyak juga yang merugi karena harga jual menjadi sangat rendah dibanding saat membeli dan biaya perawatan sampai saatnya "panen" ternak.

Semuanya itu terpaksa mereka jalani agar bisa bertahan di tengah situasi sulit yang dialami.

Infografis wabah PMK pada ternak | Sumber: blue.kumparan.com
Infografis wabah PMK pada ternak | Sumber: blue.kumparan.com

Mimpi Buruk di 1887 Terulang di Tahun 2022

Sekitar 1 abad yang lalu, tepatnya 1887, PMK pertama kali terdeteksi di Malang, Jawa Timur dan selanjutnya di tahun 1907 sebanyak 1.201 ternak terserang PMK di Pulau Jawa.

Kemudian di era modern saat ini, data Kementan 2 Juni 2022 lalu, menyebutkan bahwa terdapat sekitar 57. 773 ternak mengalami PMK di 127 kabupaten/kota dan 18 propinsi di Indonesia.

Akibat wabah tersebut, produksi susu dan daging ikut mengalami penurunan karena PMK ikut menyerang sapi perah, sementara sapi yang terjangkit terpaksa dipotong dan dagingnya dijual dengan harga rendah.

Penyakit ini menyebabkan hewan terlihat sangat kurus. Permasalahan yang masih diperdebatkan adalah amankah daging dikonsumsi? 

Sejauh ini banyak artikel yang membahas keamanan daging sapi terjangkit PMK masih aman untuk dikonsumsi.

Namun, menurut Prof. Wasito, dari FKH UGM, yang dilansir dari bbc.com, daging dan susu sapi yang terinfeksi PMK tetap mengandung virus, sehingga tidak disarankan mengonsumsinya.

Konsumsi daging sejatinya membantu menyuplai protein bagi tubuh manusia akan tetapi ketika sapi terinfeksi PMK, protein dan asam amino di daging telah dipakai virus untuk berkembang dalam tubuh sapi, sehingga bisa jadi ketika mengonsumsi, malah protein dan asam aminonya sudah tidak ada, jadi seperti memakan daging kosong semata.

Pesatnya penularan PMK ini tidak serta-merta dihadapi dengan pemberian vaksin secara sporadic misalnya, sebab pemberian vaksin-pun harus didasarkan pada tipe atau jenis virus.

Untuk itulah, virus harus dipelajari dengan cara menemukan dan mengisolasinya. Umumnya virus punya kemampuan untuk bermutasi sehingga perlu memahami cara kerjanya.

Langkah pertama yang dilakukan adalah menemukan virus itu, diisolasi, kemudian dipelajari dan selanjutnya setelah ditemukan serotype-nya, vaksin baru bisa diberikan.

Penularan PMK saat ini memang sudah mengkhawatirkan. Bayangkan saja, setelah lebih kurang 1 abad setelah ditemukan pertama kali, dan tiga dekade belakangan, akhirnya PMK kembali melanda Indonesia.

Tiga dekade itu waktu yang cukup lama sehingga terdapat kekhawatiran jangan-jangan mutasi virus ini bisa saja terjadi. 

Waktu yang cukup lama ini pun membuat orang menjadi kurang siap dan siaga terhadap ancaman PMK, akibatnya ketika muncul kembali, banyak yang mengalami kerugian.

Semoga dari pengalaman ini, banyak pelajaran penting yang dapat diambil untuk mencegah potensi rugi akibat wabah yang sama di masa depan.

Referensi :

[1],[2],[3]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun