Mohon tunggu...
Marcko Ferdian
Marcko Ferdian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pencinta Monokrom dan Choir

Love what you have || Kompasianer pemula

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Silent Forest, Hutan Tanpa Kicau Burung

5 Juni 2022   02:04 Diperbarui: 18 Juni 2022   20:51 1524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Zosterops palpebrosus musuh alami serangga/Sumber: indiabiodiversity.org

Dari 1.818 spesies burung yang dimiliki Indonesia, 177 spesies berada dalam ancaman kepunahan. Beberapa hal yang menyebabkan kepunahan atau systematic driver salah satunya adalah over eksploitasi seperti diburu, dijerat, dan ditangkap.

Padahal di alam, burung memiliki peran sebagai penjaga keberlangsungan ekosistem hutan serta pemberi ciri khas suara di hutan.

Apa hubungan antara penciri khas suara di hutan dan keberadaan burung ? serta bagaimana fungsi burung sebagai penjaga ekologi ?

Ilustrasi hutan yang sunyi tanpa kicauan burung/by Zetong Li/Sumber: www.pexels.com
Ilustrasi hutan yang sunyi tanpa kicauan burung/by Zetong Li/Sumber: www.pexels.com

Hutan Tanpa Kicauan Burung

Apa yang dirindukan jika jogging atau hiking lewati hutan kota ataupun hutan sepanjang jalur pendakian ? Minimal suara kicauan burung yang beraneka ragam bukan ? Nah, bagaimana jika satu saat hutan yang dilewati tiba-tiba sunyi tanpa kicauan burung ?

Sudah jadi hal biasa ketika perlombaan kicauan burung diadakan saat menyongsong hari-hari besar kenegaraan atau hari-hari tertentu di wilayah pedesaan serta perkotaan. Bahkan dalam perlombaan tersebut terdapat sponsor-sponsor besar yang memberi hadiah dalam jumlah tertentu bagi pememang lomba.

Penilaiannya beragam, dari kicauan burung terindah, warna bulu yang eksotis sampai pada berapa lama burung mampu berkicau secara terus-menerus.

Karena faktor "ekonomi" tersebut, perburuan burung di alam semakin marak. Ratusan bahkan ribuan burung ditangkap dan diperdagangkan untuk permintaan memelihara burung entah karena kicauan atau karena keindahan bulunya.

Tren perlombaan kicauan burung yang disebutkan sebelumnya dan "budaya" mengoleksi untuk menikmati alunan kicau dan keindahan bulu membuat perburuan burung semakin marak dengan harga yang fantastis per individu burung.

Tanpa sadar, perburuan untuk permintaan tersebut menyebabkan banyak hutan menjadi sepi bahkan disaat keadaan hutan sangat baik. Kondisi tersebut adalah sebuah fenomena yang dikenal dengan Silent Forest Phenomenon.

Padahal keberadaan burung-burung yang diburu itu punya peranan besar bagi kelestarian hutan, menjaga keberlangsungan ekologi dan secara tidak langsung sebagai pengendali alami dari populasi hama.

Cica daun besar (Chloropsis sonnerati)/by: Alan Ow Yong/Burung Indonesia/Sumber: www.mongabay.co.id 
Cica daun besar (Chloropsis sonnerati)/by: Alan Ow Yong/Burung Indonesia/Sumber: www.mongabay.co.id 

Penjaga Kelestarian Hutan  

Keberadaan spesies burung di hutan menunjukkan kesesuaian mereka terhadap satu habitat yang mendukung kehidupannya.

Dengan adanya dukungan tersebut populasi burung meningkat karena habitat berperan baik untuk menyediakan makanan, sebagai tempat berlindung, dan tempat bersarang untuk berkembang biak.

Kehadiran spesies burung juga berperan dalam kelestarian alam. Untuk itu, burung sering disebut sebagai penjaga ekologi. Seperti apa penjaga ekologi itu ?

Rufous Hummingbird sebagai agen penyerbuk/by Stan Tekiela/Sumber: naturesmartimages.com
Rufous Hummingbird sebagai agen penyerbuk/by Stan Tekiela/Sumber: naturesmartimages.com

Pertama: Pollinator Agent (Penyerbuk Alami)

Beberapa spesies burung menyantap nectar, sehingga ketika mengambil nektar pada bunga, tanpa sengaja benang sari menempel pada bulunya.

Ketika berpindah ke bunga lain, benang sari yang menempel tersebut dimungkinkan untuk berpindah ke kepala putik sehingga penyerbukan terjadi.

Penyerbukan berjalan, dan akhirnya bunga berubah menjadi buah. Di dalam buah terdapat biji yang kemudian dimakan hewan lain dan biji tanaman hutan disebarkan sesuai arah pergerakan hewan ketika dieksresikan hewan tersebut.

Cucak kutilang sebagai agen penyebar biji/Sumber: assets.petpintar.com
Cucak kutilang sebagai agen penyebar biji/Sumber: assets.petpintar.com

Pergerakan hewan tersebut memungkinkan penyebaran tanaman hutan untuk tersebar dan selanjutnya tumbuh menjadi pepohonan.

Dari tugas sederhana sebagai pemburu nectar, burung berperan sebagai pollinator agent atau agen penyerbukan untuk menjaga agar hutan tetap lestari.

Kedua: Seed Dispersal Agent (Penyebar Biji)

Beberapa spesies burung juga berperan sebagai agen penyebar biji tanaman atau seed dispersal agent. Rangkong misalnya, atau cucak kutilang serta burung pemakan biji dan buah lainnya.

Ketika buah atau biji yang dimakan masuk dalam sistem pencernaan mereka, disitu tubuhnya mulai bermetabolisme dan mengeluarkan sisa-sisa makan dalam bentuk feses.

Dalam feses burung sering dijumpai biji-biji tanaman yang tanpa sengaja akan tersebar di hutan untuk tumbuh menjadi pepohonan.

Zosterops palpebrosus musuh alami serangga/Sumber: indiabiodiversity.org
Zosterops palpebrosus musuh alami serangga/Sumber: indiabiodiversity.org

Ketiga: Pengendali Hama

Pernah melihat persawahan yang terdapat rumah burung di tengah-tengah sawah ?

Itu adalah rumah bagi burung hantu yang sengaja dilatih sebagai musuh alami tikus. Keberadaan burung hantu yang dilatih cukup efektif menekan populasi tikus.

Di hutan juga demikian. Beberapa jenis burung berperan sebagai musuh alami untuk menekan populasi serangga. Tikus dan serangga sering merusak budidaya tanaman yang sengaja dibudidayakan di perkebunan dekat kawasan hutan.

Keberadaan serangga yang merugikan dapat dikendalikan dengan adanya spesies Zosterops palpebrosus atau burung kacamata yang mampu mendeteksi keberadaan serangga dan larva serangga yang tersebunyi di dalam pepohonan yang melapuk atau yang bersebunyi di balik kulit kayu tanaman.

Infograsif populasi burung di Indonesia/by Burung Indonesia/Sumber:www.mongabay.co.id
Infograsif populasi burung di Indonesia/by Burung Indonesia/Sumber:www.mongabay.co.id

Mengingat peran dan tugasnya untuk menjaga ekologi, ada kekhawatiran jika aktivitas perburuan terus dilakukan tanpa terkendali, satu saat proses revegatasi hutan secara alami akan sulit dilakukan, sementara undang-undang perlindungan satwa punya keterbatasan pada satwa tertentu.

Dengan demikian untuk memitigasi permasalahan tersebut, diperlukan pendekatan multidisiplin ilmu seperti konservasi dan antropologi serta ilmu-ilmu yang terkait agar memberi pehamanan kepada masyarakat tentang "budaya" perlombaan kicauan burung dan dampaknya bagi keberlanjutan kelestarian alam.

Referensi :

[1],[2],[3]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun