Sepertiga dari garis pantai global ditempati oleh pantai berpasir dimana sebagai negara dengan panjang garis pantai terbesar, Indonesia memiliki pesona wisata bahari dengan pantai berpasir putih yang bernilai sosial ekonomi tinggi.
Nilai sosial ekonomi ini berhubungan dengan rekreasi, pariwisata dan ekosistem. Selain merupakan penghubung antara lautan dan daratan, pantai memberi perlindungan dari badai laut serta angin topan.
Namun keindahan dan perlindungan tersebut terancam, dimana setengah dari pantai berpasir di dunia berpotensi hilang di akhir abad ini akibat erosi dan kenaikan permukaan laut.
Hasil Studi Berskenario
Studi yang dipublikasi dalam jurnal Nature Climate Change menunjukkan beberapa negara akan kehilangan sekitar lebih dari 60 persen garis pantai berpasir. Kemungkinan hal ini juga berpotensi menghilangkan teritorial satu negara, jika tidak dilakukan antisipasi dengan menetapkan titik pangkal garis teritorial.
Dalam studi tersebut skenario yang digunakan adalah dengan perhitungan mitigasi emisi gas rumah kaca moderat dan emisi tinggi. Selain itu tim peneliti juga menganalisa data satelit 35 tahun terakhir yang menunjukkan tren perubahan garis pantai.
Perubahan ini terjadi disebabkan karena kenaikan permukaan air laut, erosi dan juga faktor lain seperti penambahan populasi dan pembangunan wilayah pesisir yang tidak memperhatikan efek lingkungan.
Kehilangan pantai berpasir ini diperparah dengan pembangunan pemukiman yang memanfaatkan pasir pantai sebagai material campuran semen sehingga eksploitasi pasir pantai terjadi sangat masif, berlebihan dan tidak terkontrol.
Dari studi tersebut, tim memproyeksikan di tahun 2050, pantai di dunia akan hilang sebanyak 13-15 persen yang artinya sekitar 40 km lebih garis pantai hilang. Sementara 50 tahun berikutnya yakni 2100, panjang garis pantai yang hilang sekitar 131, 745 km.